Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombak Itu Datang Bergulung-gulung...

Kompas.com - 28/10/2010, 12:47 WIB

KOMPAS.com — Di depan 67 jenazah korban bencana Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar), yang dijejerkan di jalan tanah Dusun Muntei Baru-baru, Desa Betu Monga, Kecamatan Pagai Utara, Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat, Rabu (27/10/2010) kemarin, Wakil Presiden Boediono menguatkan hati seorang wanita muda yang menangis tersedu-sedu.

Wanita itu kehilangan suami, anak, dan mertuanya dalam sekejap setelah ombak menyapu dusunnya, Senin (26/10/2010) malam itu. Ya, sebagaimana diketahui, gempa bumi berkekuatan 7,2 skala Richter dan disusul gelombang pasang atau tsunami menerjang empat kecamatan di Kabupaten Mentawai, Sumbar, yakni Pagai Utara, Pagai Selatan, Sikakap, dan Pulau Sipiro bagian selatan.

"Yang sabar ya Bu. Kejadian ini tidak bisa kita elakkan. Ini musibah yang harus diterima dengan tabah dan tawakal. Pemerintah segera menangani bencana ini secepatnya dengan baik," hibur Wapres Boediono sambil menepuk-nepuk bahu Chandra (20), wanita yang menangis di depan jasad ayah mertuanya, Eman (65), itu.

Eman memang sudah terbujur kaku. Saat ditemukan, ia masih mengenakan kain sarung berwarna coklat. Eman merupakan salah satu jasad yang baru saja ditemukan Tim SAR di bawah rimbunan batang pohon dan pepohonan beberapa saat sebelum kedatangan Wapres di dusun yang telah rata dengan tanah itu.

Saat Wapres menepuk-nepuk bahu Chandra, sejumlah menteri yang ikut mendampingi, di antaranya Endang Rahayu Sedyaningsih, juga ikut menghibur dan memberikan kekuatan. Wapres sempat mengajak berdoa dan doa kemudian dipimpin Menteri Sosial Salim Segaf Al'Jufrie.

Sebelum meninggalkan Dusun Munte, melalui stafnya, Wapres Boediono menitipkan bantuan uang atas nama pribadinya. "Ini mertua saya. Suami dan anak saya belum ketemu," kata Chandra lagi sambil sesenggukan menunjuk jasad yang disimpan dalam kantong plastik mayat berwarna biru.

Ia mengaku bisa selamat karena saat air bergulung-gulung datang, ia sempat terbawa gelombang dan terjepit di antara batang pohon kelapa, tetapi kemudian diselamatkan seorang laki-laki yang sekarang ini berusaha dia cari. "Kalau tidak ditarik, saya tidak mungkin selamat," tuturnya.

Saat gempa terjadi, Chandra mengaku tengah tertidur di rumahnya yang berdekatan dengan gereja, yang kini juga lenyap tersapu gulungan ombak. "Saya bangun karena bergoyang-goyang. Lalu, saya dengar ada yang meminta lari karena takut ada tsunami. Akan tetapi, ada juga yang bilang tidak usah karena tidak ada apa-apa. Nyatanya, ombak datang dan menggulung kami semua," papar Chandra.

"Masih ada satu lagi jasad yang tertindih di bawah pohon-pohon itu," ujar petugas SAR, berbaju oranye, yang menggunakan tutup mulut penghilang bau menyengat mayat di lokasi mayat berjejeran. Menurut petugas, jasad itu kemungkinan keluarga Chandra.

Di Dusun Muntei Baru-baru tercatat ada 301 penduduk atau 73 kepala keluarga (KK), dan yang ditemukan tewas tercatat baru 67 orang. Namun, Dusun Muntei Baru-baru hanyalah salah satu dari 13 dusun yang dilanda gempa bumi. Dusun-dusun itu ditelan ombak karena tepat berada di pantai sebelah barat, yang menghadap Samudra Hindia, di mana pusat gempa berada sejauh 78 kilometer.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com