Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KTT ASEAN Tak Bahas Myanmar

Kompas.com - 23/10/2010, 03:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN Ke-17 di Hanoi, Vietnam, 28-30 Oktober 2010, dipastikan tidak spesifik membahas dua isu faktual dan kontroversial, yaitu isu Myanmar dan sengketa wilayah sejumlah negara anggota ASEAN dengan China di perairan Laut China Selatan.

Kalaupun dibahas, hal itu dilakukan dalam bentuk pertemuan informal antarkepala negara yang hadir. Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Jumat (22/10), dalam jumpa pers di Kementerian Luar Negeri, Jakarta.

Menurut Marty, momen KTT ASEAN Ke-17 juga sekaligus menandai peralihan kepemimpinan ASEAN, yang tahun depan akan diketuai Indonesia. Proses pembahasan akan digelar, baik antarmenlu maupun kepala negara anggota ASEAN.

”Sepengetahuan saya, isu itu (Myanmar dan sengketa Laut China Selatan) tidak diagendakan secara resmi untuk dibahas. Namun, ketika sejumlah kepala negara bertemu, segala isu bisa saja diangkat untuk dibahas bersama. Namun, mengingat adanya kepedulian secara umum soal keamanan maritim (maritime security), isu sengketa Laut China Selatan bisa saja dibahas dalam forum macam itu,” ujar Marty.

Terkait isu Myanmar, walau sama-sama tidak resmi diagendakan, kemungkinan pembahasannya bisa masuk dalam teknis pembahasan terkait topik perkembangan kawasan dan global.

Tambah lagi beberapa waktu belakangan Myanmar sering berinisiatif memaparkan perkembangan dalam negerinya di berbagai forum ASEAN. Dengan begitu, diyakini negara-negara anggota ASEAN akan berupaya mengantisipasinya, terutama terkait isu terhangat, seperti pelaksanaan pemilu Myanmar.

Sama dengan negara-negara anggota ASEAN lain, Indonesia, menurut Marty, juga menginginkan Pemerintah Myanmar konsisten menjalankan berbagai komitmen, yang telah mereka sampaikan sendiri selama ini. Komitmen seperti pemilu yang berlangsung damai, bebas, demokratis, dan transparan.

Indonesia, kata Marty, berharap pula pemilu Myanmar bisa menjadi salah satu tahap menuju proses demokratisasi, terutama ketika proses pemilu bisa berjalan bersamaan secara damai, dengan proses dialog dan rekonsiliasi nasional.

Menurut Marty, penanganan isu Myanmar tidak bisa begitu saja disederhanakan, terutama mengingat situasi negara itu sangat dinamis dan kompleks. Mengacu pengalaman masa lalu, kemajuan dan perbaikan terbukti sulit dicapai di sana karena kesalahan pendekatan yang digunakan dunia internasional dalam menyikapi masalah di sana.

”Negara-negara yang mencoba melibatkan diri dalam upaya mencari solusi justru saling menganulir, yaitu ketika satu negara mencoba menggunakan pendekatan keras dengan memberikan sanksi, negara lain menggunakan pendekatan positif, dengan cara merangkul mereka. Akibatnya, perpecahan malah terjadi antarnegara di dunia internasional tadi. Indonesia tidak ingin seperti itu,” ujar Marty.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com