Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Tak Perlu Berdialog dengan RMS

Kompas.com - 06/10/2010, 12:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq menyatakan, Pemerintah Indonesia tidak perlu membuka pintu dialog dengan kelompok Republik Maluku Selatan karena jika hal itu dilakukan, akan mendatangkan musibah bagi Indonesia.

Hal itu dikatakannya terkait dengan pernyataan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar bahwa Pemerintah Indonesia membuka pintu dialog bagi kelompok Republik Maluku Selatan (RMS) yang bermukim di negara Belanda. "Pernyataan itu terlalu terburu-buru dan mengecilkan Indonesia sebagai negara yang berdaulat," kata Mahfudz kepada di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (6/10/2010).

Ia menyebutkan, bila Pemerintah melakukan perundingan atau dialog dengan RMS, sama artinya Pemerintah membuka pintu kehancuran bagi negeri ini. "Sekali buka pintu dialog dengan RMS, berarti kita buka pintu musibah bagi negeri ini. Dialog dengan RMS sama artinya menghidupkan orang mati," kata politisi PKS itu. 

Menurut dia, musibah yang akan dialami oleh Indonesia adalah masuknya tangan-tangan asing dalam dialog tersebut. "Tangan-tangan internasional akan masuk dan akan bergentayangan. Kita harus bercermin kepada kasus Gerakan Aceh Merdeka (GAM)," ujar Mahfudz.

Mahfudz juga mengingatkan adanya informasi yang didapatkan dari Ambon bahwa saat ini sudah ada jalur penerbangan langsung dari Amsterdam-Ambon. "Saya dapat informasi dari teman-teman di Ambon bahwa sudah ada penerbangan langsung dari Amsterdam-Ambon. Tingkat kunjungan orang-orang Maluku dari Amsterdam sangat tinggi. Itu perlu juga menjadi perhatian," kata Mahfudz.

Selain itu, Pemerintah Belanda masih menganggap Indonesia sebagai negara jajahan seperti waktu lalu. Hal itu terkesan dari pernyataan Menteri Luar Negeri Belanda Martin Verhagen kepada Duta Besar Indonesia untuk Belanda Fanny Habibie. 

"Menlu Belanda memanggil Fanny Habibie dan mengatakan bahwa orang Indonesia jangan banyak bicara soal RMS. Sikap itu menunjukkan bahwa Indonesia masih dianggap sebagai negara jajahan," kata Wakil Sekretaris Jenderal PKS itu. 

Ia menambahkan, saat ini RMS yang ada di Belanda seolah-olah dilindungi oleh Pemerintah Belanda sehingga RMS bisa bergentayangan dan memperkuat diri.  "RMS ibarat ruh, badannya sekarat tapi ruhnya bergentayangan karena diberikan keleluasaan. Pemerintah Belanda memberikan peluang kepada RMS," kata dia.

Menurut dia, Pemerintah Indonesia harus memberikan penekanan terhadap Pemerintah Belanda agar tidak lagi memberikan peluang atau kesempatan kepada RMS. "Penting bagi Indonesia untuk menekan Belanda agar memberantas RMS. Batalnya kunjungan SBY adalah peringatan kepada Belanda untuk tidak main-main dengan RMS," kata Mahfudz.

Pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menyatakan, pintu dialog selalu terbuka untuk kelompok RMS yang bermukim di negara Belanda. Pemerintah siap menerima mereka kembali menjadi warga negara Indonesia. "Saya kira Pemerintah tidak pernah menutup pintu untuk dialog," kata Patrialis.

Menurut Patrialis, aksi gugatan RMS tersebut dilakukan lantaran kelompok tersebut tidak mengetahui kemajuan pesat Indonesia saat ini. Mereka masih hidup di pengasingan dan tidak mau kembali menjadi WNI. "Ya sebetulnya mereka tidak tahu saja, banyak perkembangan yang bagus di negara kita ini," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

    Nasional
    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Nasional
    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

    Nasional
    Kualitas Menteri Syahrul...

    Kualitas Menteri Syahrul...

    Nasional
    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

    Nasional
    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Nasional
    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Nasional
    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Nasional
    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Nasional
    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Nasional
    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com