Bulan depan di Roma, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) akan bersidang membahas kelaparan yang saat ini dialami lebih dari satu miliar jiwa. Padahal, tahun 1996 jumlahnya 825 juta. Target Millennium Development Goals (MDGs) untuk menghapus kelaparan 50 persen pada tahun 2015 tidak tercapai.
Awal Desember 2010 akan berlangsung sidang Conference of Parties (COP) Ke-16 tentang Perubahan Iklim di Cancun, Meksiko. Banyak pihak yang pesimistis karena Copenhagen Accord yang dihasilkan COP sebelumnya tidak bisa menjadi pegangan.
Di Tanah Air, rakyat yang antre berdesak-desakan saat pembagian zakat menjadi bukti betapa kemiskinan lebih suram daripada angka kemiskinan dari Badan Pusat Statistik.
Cuaca tidak menentu telah menggagalkan rencana tanam dan panen. Adakah harapan bagi petani di tengah kekelaman itu?
Umumnya orang miskin di Indonesia adalah mereka yang tinggal di desa. Banyak penduduk desa yang menganggur karena tak memiliki tanah untuk bertani. Mayoritas hanya menguasai tanah di bawah 0,5 hektar atau 0,5-1 hektar. Mereka masuk kategori orang miskin dan rawan miskin. Merekalah yang mendapat jatah beras untuk orang miskin (raskin), penerima bantuan langsung tunai (BLT), dan pengobatan gratis. Banyak orang menilai, semua program itu bersifat karikatif, tidak membebaskan rakyat dari kemiskinan. Akan tetapi, sangat sedikit yang memberikan alternatif yang sungguh membebaskan.
Untuk menyejahterakan petani, pemerintah perlu segera melaksanakan landreform dengan membagikan tanah kepada orang-orang yang tak bertanah dan petani gurem. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak perlu ragu menjalankan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) yang sudah dicanangkan pada awal Januari 2007 dan awal Januari 2010.
Kalau sebelumnya pemerintah menyebut angka 9,6 juta hektar untuk landreform, sebaiknya jumlahnya digenapkan menjadi 10 juta hektar. Target ini harus dicapai selama lima tahun ke depan, dengan syarat tanahnya subur dan tidak merusak hutan lindung.