Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengabadikan Kisah Kemanusiaan di Pulau Galang

Kompas.com - 30/08/2010, 03:16 WIB

Oleh Aris Prasetyo

Pulau Galang yang merupakan bagian dari wilayah Pemerintah Kota Batam, Kepulauan Riau, menjadi perhatian dunia pada tahun 1979. Saat itu, ratusan ribu pengungsi dari Vietnam yang menjadi korban perang saudara mengarungi Laut China Selatan dengan perahu dan ditampung di pulau ini. Sekarang, saksi bisu sejarah di pulau seluas 80 hektar ini akan diabadikan menjadi museum. 

Tidak sulit mencapai Pulau Galang dari Kota Batam. Hanya perlu waktu kurang dari 60 menit perjalanan mobil menuju Pulau Galang dari pusat Kota Batam. Pelancong akan melewati Jembatan Balerang yang menghubungkan Pulau Batam dengan Pulau Tonton, Pulau Nipah, Pulau Rempang, dan Pulau Galang. Balerang adalah kependekan dari Batam, Rempang, dan Galang. Oleh masyarakat di sana, jembatan ini juga disebut sebagai Jembatan Habibie karena ide pembangunan jembatan diprakarsai oleh BJ Habibie tahun 1992.

Saksi bisu di Pulau Galang itu berupa perahu, foto, berbagai jenis bangunan, patung-patung, buku, dan perlengkapan sehari-hari yang pernah digunakan pengungsi. Sebagian dari bukti sejarah itu tersimpan rapi di bekas kantor Pusat Perlindungan Pengungsi Vietnam (P3V). Tak jauh dari kantor yang kini berfungsi menjadi semacam museum itu masih terpajang perahu yang dipakai pengungsi Vietnam saat terdampar di Pulau Galang.

Ada dua perahu yang dipamerkan. Yang satu adalah perahu asli dengan kondisi yang compang-camping dan satu lagi adalah perahu replika yang masih terlihat baru. Perahu asli memiliki panjang sekitar 10 meter dan lebar sekitar 2,5 meter. Perahu itulah yang dipakai pengungsi Vietnam untuk keluar dari negaranya akibat pecah perang saudara. Perahu jenis itu diisi 80 orang hingga 100 orang.

Di kantor P3V itu pula terpampang ribuan foto-foto kenangan yang merekam aktivitas pengungsi selama tinggal di Pulau Galang. Ada pula sekitar 900 foto wajah pengungsi berukuran 3 x 4 dan foto para guru sukarelawan. Guru sukarelawan di bawah koordinasi Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) itu mengajar Bahasa Inggris, Bahasa Perancis, Bahasa Indonesia, dan Matematika.

Beberapa foto yang merekam aktivitas pengungsi antara lain foto berisi kegiatan olahraga angkat beban, anak-anak pengungsi bermain sepak bola, dan foto seorang pengungsi wanita yang bersantai di jala yang dikaitkan di kedua batang pohon. Ada pula foto seorang anak yang digendong ibunya tengah dipotong rambutnya oleh si tukang cukur. Foto-foto itu ditempel di papan kayu dan di dinding kantor P3V.

Peninggalan pengungsi

Sementara benda-benda peninggalan pengungsi antara lain televisi hitam putih 14 inci merek Philips, tape recorder yang tak lagi dikenali mereknya, kompor minyak 14 sumbu, peralatan dapur, dan berbagai hasil kerajinan tangan pengungsi. Kerajinan tangan itu antara lain berupa patung Buddha, rumah adat Kamboja berukuran mini, dan berbagai jenis ukiran dari kayu. Kitab suci penganut agama Buddha dan Nasrani pun masih tersimpan rapi di salah satu rak buku di ruangan P3V.

Di ruangan itu pula terekam dalam foto berupa kisah pembakaran perahu dan jaring yang hendak digunakan pengungsi untuk melarikan diri ke luar pulau. Menurut Said Adnan, koordinator lapangan di kantor P3V, ada beberapa pengungsi yang berencana kabur dari Pulau Galang. Untuk mencegah mereka menyebar tak tentu arah, pemegang otorita di Pulau Galang memerintahkan membakar perahu-perahu dan jaring yang hendak dipakai untuk melarikan diri. Ada pula foto yang menggambarkan unjuk rasa pengungsi yang menuntut kelayakan hidup di depan kantor perwakilan UNHCR di Pulau Galang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com