Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjaga Keanekaragaman Satwa di KBS

Kompas.com - 26/08/2010, 16:26 WIB

Oleh I Dewa Gde Satrya Widiaduta

Banyak spekulasi beredar di masyarakat mengaitkan konflik berkepanjangan di tubuh kepengurusan Kebun Binatang Surabaya dengan terus bergugurannya satwa koleksi kebun binatang kebanggaan Surabaya itu. Memang sepertinya tidak ada kaitannya antara organisasi manusia dan kematian satwa. Namun, ini menjadi berkaitan manakala buah dari konflik tersebut melalaikan tanggung jawab pihak manusia terhadap satwa.

Kita melihat keberadaan satwa di KBS bukan sekadar koleksi. Namun lebih dari itu, hal ini sebagai bentuk fisik kekayaan Nusantara yang merupakan representasi bangsa Indonesia di tengah pergaulan global sehingga patut dilindungi. Koleksi satwa, baik yang tergolong langka dan dilindungi maupun yang tidak langka, berkontribusi terhadap keanekaragaman hayati.

Indonesia dikenal sebagai negara mega-diversity (kenakeragaman hayati paling tinggi) terbesar kedua setelah Brasil (Primack et al, 1998). Sumber daya hayati pesisir dan lautan Indonesia sangat kaya, antara lain populasi ikan hias yang diperkirakan sekitar 263 jenis, terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove, dan berbagai bentang alam pesisir yang unik, membentuk suatu pemandangan alamiah yang begitu menakjubkan.

Kekayaan ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu kawasan segitiga terumbu karang (coral triangle initiative/CTI) selain Malaysia, Papua Niugini, Filipina, Ke-pulauan Solomon, dan Timor Leste, yang diharapkan mampu mengatasi masalah perubahan iklim global dengan menyerap karbon.

Bentuk keanekaragaman hayati yang mungkin asing didengar dan dilihat di tengah peradaban kota dapat dinikmati secara leluasa oleh warga Kota Surabaya di KBS. Mungkin kekayaan ini tidak disadari dan dianggap remeh sebagian besar orang. Namun manakala dicermati satwa demi satwa di KBS, tampak betapa kaya negeri ini yang terwadahi di KBS. Maka, kematian seekor satwa yang bukan karena faktor alamiah, melainkan karena kelalaian manusia, sama halnya dengan mengurangi kekayaan Nusantara.

Kita juga perlu melihat bahwa petugas dan pihak-pihak terkait langsung dengan perkara teknis-operasional pengelolaan KBS dan perawatan satwa merupakan orang-orang yang memiliki keterampilan khusus. Demikian pula dalam hal kecintaan terhadap satwa, adalah hal yang manusiawidan logis jika keterlibatan hati teramat diperlukan dalam perawatan satwa. Karena itu, untuk mengurai problem KBS yang semakin mencuat dengan adanya kematian beruntun satwa, perlu dilihat duduk persoalan sebenarnya dengan tidak memperlebar masalah.

Menjaga keanekaragaman

UNESCO mencanangkan tahun ini sebagai tahun keanekaragaman hayati. Di Indonesia, pencanangan internasional ini juga bertepatan dengan momentum 30 tahun taman nasional di Indonesia serta refleksi 20 tahun lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Inti dari ketiga momentum itu adalah pentingnya mengarahkan segenap upaya manusiawi, baik lintas departemen pemerintahan, swadaya masyarakat, inisiatif dunia usaha, maupun gerakan riil di masyarakat, untuk menjaga dan meningkatkan kualitas maupun kuantitas keanekaragaman hayati. Dalam suatu perbincangan bahkan tercetus pula bahwa manusia juga laik menjadi bagian keanekaragaman tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com