Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Romo Kanjeng, Baik kepada Semua Orang

Kompas.com - 18/07/2010, 14:13 WIB

KOMPAS.com — Kerendahan  hati menjadi satu hal yang sangat lekat dalam ingatan umat atas Mgr Albertus Hermelink Gentiaras SCJ. Uskup pertama di Provinsi Lampung ini sangat terkenal dengan panggilan Romo Kanjeng.

Dari penelusuran naskah dokumentasi tentang Romo Kanjeng oleh wartawan Tribun Lampung, seperti yang tertuang dalam buku Bunga Rampai Kenangan 75 Tahun Gereja Katolik Paroki Santo Yosef Pringsewu, tercatat pria yang menghabiskan sisa hidupnya sebagai pastur di Pringsewu itu lahir di Bergencompuscum, Belanda, 5 Agustus 1898.

Dua adiknya, yakni Hendricus Geradus Majjela Hermelink SCJ dan Joannes Antonius Hermelink SCJ, juga menjadi pastor SCJ. Adapun adik perempuannya yang bernama Adeline Hermelink menjadi suster konggregasi Fransiskanes Denekamp dan pernah di Pringsewu, Lampung.

Albertus Hermelink mendapatkan pendidikan di seminari kecil di Bergen of Zoom pada tahun 1911 hingga 1916. Setelah itu, ia juga mendapatkan pendidikan seminari tinggi di Liesbosch Princenhage pada tahun 1918 hingga 1925. Ditahbiskan sebagai pastor tahun 1925 oleh uskup Breda, Mgr P Hoopmans, di Liesbosch Princenhage.

Romo Kanjeng, demikian ia sering dipanggil umatnya, tiba di Indonesia tahun 1926. Ia bersama dengan lima suster dari ordo Fransiskanes charitas roosendal, berkarya di Talang Jawa, Palembang.

Pada tahun 1928, Romo Kanjeng tiba di Tanjung Karang. Saat itu, ia berkarya sebagai pastor pembantu prefek apostolic, Pastor HJD van Oort SCJ. Di tahun yang sama atas saran dari pastor FX Strater SJ, ia berangkat ke Yogyakarta belajar bahasa Jawa.

Sekembalinya dari Yogyakarta pada tahun 1929, Romo Kanjeng mendapatkan tugas mengajar di Holland Chineesche School (HSC) di Teluk Betung. Tahun 1930, ia bertugas di sebagai pastor di Tanjungsakti.

Satu tahun kemudian, Romo Kanjeng untuk sementara waktu diangkat menggantikan Pastor HJD van Oort SCJ, sebagai Proferpek di Tanjung Karang. Tahun 1932, Romo Kanjeng menetap di Pringsewu. Ia meletakkan dasar misi gereja Katolik di Pringsewu.

Pada masa penjajahan Jepang, Romo Kanjeng bersama pastur lain dan para suster diinternir di penjara Lebak Budi, Bandar Lampung. Pengasingannya pun terus berpindah-pindah hingga terakhir di kamp Belalau, Lubuk Lingau.

Setelah Indonesia merdeka, Romo Kanjeng dan pastur lainnya pun dibebaskan. Ia menetap dan berkarya di Talang Jawa. Pada tahun 1949, Romo Kanjeng kembali ke Tanjung Karang. Dua tahun kemudian kembali ke rumah lamanya di Pasturan Pringsewu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com