Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahanan Politik di Papua Tak Sudi Grasi

Kompas.com - 10/07/2010, 07:12 WIB

JAYAPURA, KOMPAS.com - Sebagian besar tahanan dan narapidana politik (tapol/napol) di Papua tidak sudi memohon grasi atau pengampunan kepada Presiden RI karena mereka tidak merasa bersalah.

Saat ini, setidaknya ada 34 tapol/napol di seluruh Papua. Mereka umumnya terjerat perkara makar karena terlibat gerakan menuju Papua merdeka, lepas dari kuasa Jakarta yang merebut dari Belanda tahun 1960-an. 

Menurut Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Papua, Nazarudin Bunas, di Jayapura, Sabtu (10/7/2010), ketidakmauan memohon grasi itu menjadi kendala terbesar dalam mengusahakan pengurangan masa hukuman bagi mereka.

"Sebab berapapun besarnya peluang seorang tapol/napol mendapatkan pengurangan hukuman atau grasi dari presiden, akan tetapi pengajuan permohonan grasi itu harus datang dari mereka. Jadi, bagaimana bisa mendapatkan grasi kalau yang bersangkutan tidak pernah mengajukannya," terang Nazarudin Bunas.

Ia menambahkan, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar saat mengunjungi Lapas Klas IIA Abepura, Jayapura, Papua beberapa waktu lalu, telah berjanji akan mencari solusi terbaik bagi tapol/napol di Papua.

Dan terbukti salah satu napol yakni Yusak Pakage telah mendapatkan grasi presiden sehingga langsung dibebaskan pada Rabu (7/7/2010) lalu, padahal seharusnya menjalani pidana hingga Agustus 2013.

Pada saat sama, napol lainnya, Cosmos Yual, juga mendapatkan pembebasan bersyarat, karena telah menjalani 1/3 masa hukuman dan berkelakuan baik selama menjalani hukuman.

"Tetapi dalam hal grasi, harus kembali dari bawah, yakni napol bersangkutan yang harus mengajukan permohonan kepada pengadilan sebelum sampai pada Mahkamah Agung dan diteruskan kepada Presiden. Yusak Pakage dapat grasi karena dia mengajukan permohonan," papar Nazarudin.

Menurut dia, saat ini pihaknya memikirkan solusi agar keluarga napol/tapol bersedia mengajukan grasi untuk kerabatnya yang enggan mengajukan permohonan grasi.

"Itu baru sekadar wacana yang sedang dipertimbangkan, tetapi jika dilaksanakan tentu akan sangat membantu," lanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com