JAKARTA, KOMPAS.com — Fenomena balita kecanduan rokok yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia ikut menjadi perhatian dunia internasional. Psikolog anak Seto Mulyadi mengungkapkan, dirinya sempat mendapat komplain dari masyarakat internasional perihal fenomena balita perokok saat menghadiri sebuah konferensi di Swedia.
"Mereka memprihatinkan fenomena smokers baby di Indonesia ini. Kok bisa anak-anak yang masih sangat belia itu sampai kecanduan rokok," kata Seto Mulyadi dalam konferensi pers di Kantor Komnas Perlindungan Anak, Jalan TB Simatupang, Jakarta, Kamis (24/6/2010).
Menurut Kak Seto—panggilan akrab Seto Mulyadi—fenomena anak perokok memang juga terjadi di sejumlah negara lain, seperti di Uganda, China, Pantai Gading, India, dan Honduras. Namun, anak-anak perokok di luar negeri tersebut relatif berusia lebih dewasa. Berkisar delapan tahun ke atas.
"Kalau di Indonesia ini malah berusia balita. Memalukan sekali," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, kejadian balita perokok ini bukan sedikit terjadi di Indonesia.
Dalam catatan Komnas Perlindungan Anak, setidaknya ada empat anak balita yang kecanduan rokok, yakni di Binjai, Sukabumi, Malang, dan Sumatera Selatan.
Salah satu kondisi kecanduan terparah dialami Aldi, balita berusia 2,5 tahun asal Musi, Sumatera Selatan. Aldi saat ini tengah menjalani terapi khusus di Jakarta untuk menghilangkan kebiasaannya merokok.
"Ini membuktikan pemerintah belum memberikan perlindungan kepada anak-anak dari eksploitasi rokok. Anak-anak ini menjadi korban," kata Arist.
Salah satu penyebab kecanduan rokok pada anak-anak, kata Arist, adalah gencarnya iklan-iklan dan sponsor dari industri rokok. Sementara pemerintah hingga saat ini tidak juga mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Produk Tembakau.
"Rokok ini kan termasuk zat adiktif yang seharusnya dilarang diiklankan. Kami tidak akan berhenti memperjuangkan RPP yang salah satu isinya melarang iklan rokok. Ini demi perlindungan bagi anak-anak supaya tidak merokok," kata Arist.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.