Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Om Piet, Penjaga Warga Merapi

Kompas.com - 16/06/2010, 15:01 WIB

Siaran informasi perubahan detail kondisi Gunung Merapi itu awalnya untuk memberi pemahaman warga di dua dusun rawan bencana agar bersedia mengungsi. ”Ternyata, yang memantau sangat banyak,” kata Om Piet, awal Juni lalu.

Posisi Desa Balerante di ketinggian 1.050 meter di atas permukaan laut (mdpl) memungkinkan siaran radio terpantau hingga Jawa Timur dan Jawa Barat. Pos pengamatan radio kemudian diperluas di tiga titik lain, yaitu Desa Sambungrejo, Desa Ngipiksari, dan Desa Kaliworo.

Seluruh perhatian masyarakat pun tercurah ke radio komunitas Balerante yang bersiaran 24 jam. Mereka yang mendengarkan radio komunitas sempat mengira Om Piet dan enam rekannya yang memegang kendali radio komunitas merupakan orang pemerintah karena saking lengkapnya data yang disajikan. Padahal, peralatan yang digunakan Om Piet sangat sederhana.

Tanpa memiliki pengetahuan akademis kegunungapian, Om Piet mengaku beruntung karena hafal topografi ketika mendaki Gunung Merapi. Keberuntungan kembali datang setelah seorang ahli geotermal—kini Staf Ahli Bidang Bencana Kementerian Pekerjaan Umum—Aloysius Leston, turut bergabung dengan Posko Balerante. Leston memperkuat data yang dipaparkan radio komunitas Balerante dengan dukungan perangkat satelit.

Pukul 05.00, Om Piet sudah melaporkan perubahan yang terjadi pada Merapi. Informasi yang disajikan, terutama berupa jumlah guguran lava, arah angin, dan terjadinya awan panas. Siaran itu semakin mudah dimengerti karena menggunakan bahasa sehari-hari, bukan bahasa akademis.

Ketika seluruh warga desa mengungsi, Om Piet bertahan di Posko Balerante, ditemani lima rekannya dan pemuda desa penjaga ternak. Tiap kali tertidur, mereka pasti bersepatu, dan kaki menyentuh lantai sehingga bisa cepat lari ketika terjadi indikasi pembalikan arah angin yang membawa asap sulfatara. Sepeda motor pun tidak dikunci, mengarah ke jalan raya.

Drama mencekam Merapi antara lain terekam dalam latar siaran radio komunitas yang sering kali menyerupai suara pesawat terbang saking kerasnya suara gemuruh dari Merapi. Jika siaran tiba-tiba terhenti, pendengar radio pasti akan kebingungan. ”Saking takutnya, saya ngomong di HT itu seperti mengulas pertandingan sepak bola,” tambah Om Piet.

Setelah bencana Merapi berlalu, pencinta radio komunitas Balerante banyak yang datang ke Posko Balerante dan mengaku kaget. Selain bukan orang pemerintahan yang melakukan siaran, posko radio komunitas Balerante itu ternyata hanya berupa emperan rumah dengan peralatan sederhana.

Wajah Om Piet yang ”ditahan” warga agar tetap tinggal di lereng Merapi dan tidak diperbolehkan pulang pun sudah tidak enak dipandang. Empat bulan memantau Gunung Merapi dengan hanya berbekal dua helai pakaian, Om Piet lebih mirip gelandangan. Apalagi wajahnya mengelupas akibat suhu ekstrem yang bisa mencapai 8 derajat celsius.

Om Piet bertekad, Balerante harus tetap menjadi organisasi netral, dari dan untuk masyarakat. Berbekal idealisme itu pula, dia menolak pemberian mobil operasional seorang pengusaha dari Jakarta. Om Piet dan rekan-rekannya juga menolak pemberian dana 500.000 dollar Amerika Serikat dari sebuah organisasi masyarakat.

Sehari-hari, Om Piet menjalankan bisnis penyelenggara kegiatan (event organizer). Dia juga mengurusi lembaga shooting manten yang disingkatnya menjadi LSM.

Dari desa terlupakan, Om Piet mampu memperkenalkan Balerante kepada dunia. Kehadiran Balerante telah menginspirasi banyak komunitas untuk turut mendirikan radio komunitas berbasis kebencanaan. Komunitas Balerante terbentuk kokoh, dan kini Om Piet mengaku hanya sesekali mengudara.

”Saya utamakan ngarit (bekerja) dulu. Nanti jika Merapi bergolak lagi, saya siap kembali pasang badan,” tekad Om Piet.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com