Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tenun Ikat di Tangan Dorce Lussi

Kompas.com - 04/06/2010, 16:27 WIB

Oleh: Frans Sarong

KOMPAS.com- Menyebut Nusa Tenggara Timur, bagi sebagian orang, yang terbayang adalah kemiskinan dan kekeringan. Padahal, di Kota Kupang, misalnya, ada sentra tenun Ina Ndao yang bisa dibanggakan. Koleksi kain tenun di sini berasal dari sejumlah kabupaten di NTT. Omzetnya Rp 50 juta-Rp 60 juta per bulan.

Keberadaan Ina Ndao tak bisa dipisahkan dari perjuangan Dorce Lussi. Perempuan kelahiran Pulau Ndao, Rote Ndao, ini seperti perempuan setempat pada umumnya, punya keahlian menenun kain. Bedanya, dia tak sekadar menenun untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi sekaligus berusaha mengembangkannya dengan melibatkan banyak perempuan lain.

Penghasilan dari penjualan tenun ikat buatan keluarganya itu sebagian ditabung. Dari uang itulah dia membeli tanah seluas 400 meter persegi, yang kemudian bertambah menjadi 1.000 meter persegi.

Di atas tanah itulah ia membangun Ina Ndao, ruang pamer sekaligus toko dan bengkel tempat sekitar 20 perempuan perajin menenun. Di tempat ini pula Dorce dan keluarga tinggal.

Di luar Ina Ndao, Dorce masih didukung 1.780 mitra perajin binaannya, yang tersebar di sejumlah kabupaten dan kota se-NTT, seperti di Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Sabu Raijua, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Ende, Flores Timur, sampai Kabupaten Lembata.

Dorce memang membuka kesempatan kepada siapa pun— umumnya perempuan remaja dan ibu muda usia—untuk belajar menenun ikat di Ina Ndao. Setelah mahir, sebagian ada yang memilih tetap bekerja di Ina Ndao, sebagian lagi kembali ke kampung halaman masing-masing.

”Mereka yang kembali ke kampung halaman itu kemudian menjadi mitra binaan kami,” kata Dorce, yang berkali-kali mengikuti pameran di sejumlah kota dengan dukungan Dinas Perindustrian NTT.

Hubungan mitra binaan dan Ina Ndao tidak mengikat. Artinya, mitra binaan bebas menjual hasil tenun ikatnya kepada siapa saja, tak harus kepada Ina Ndao. Kemampuan produksi setiap mitra binaan juga berbeda, karena pada satu mitra binaan itu jumlah penenunnya pun bervariasi, umumnya 4 sampai 6 orang.

Dorce tak khawatir bakal tersaingi dengan munculnya sentra penenun ikat di beberapa desa di NTT. Keinginannya untuk memasyarakatkan tenun ikat justru semakin cepat terwujud dengan keberadaan sentra perajin di banyak desa. ”Setiap daerah di NTT itu mempunyai motif tenun yang khas. Semakin banyak desa yang punya sentra penenun, berarti makin banyak pula pilihan motif tradisional tenun kami,” katanya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com