Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelangkaan Paus dan Pertikaian Lamalera

Kompas.com - 29/05/2010, 03:21 WIB

Masyarakat Lamalera juga tidak berburu pada hari Minggu karena gereja Katolik mengajarkan hari Sabat sebagai hari perhentian. Paus yang diburu juga hanya jenis paus sperma. Seguni jarang diburu karena sangat ganas, sedangkan paus biru diyakini sebagai penolong. Masyarakat Lamalera juga menghindari paus yang sedang bunting dan anak-anak paus.

”Rencana LSM itu sama dengan upaya menghapus suku Lamalera dari Pulau Lembata. Identitas kami akan punah dan nama Lamalera sebagai pemburu paus tradisional tinggal cerita,” kata koordinator tiga suku besar Lamalera, Apolonarius Korohama Blikololong, di Lamalera, Senin (3/5).

Terabaikannya ritual

Masyarakat setempat menilai, upaya konservasi itu justru memicu konflik antarkelompok yang pro dan kontra. Kedekatan LSM dengan suku tertentu melahirkan kecurigaan. Isu-isu saling menjatuhkan dan membenarkan diri berkembang tak karuan. Konflik antarkelompok ini pun pada akhirnya berdampak pada tidak bisa dilaksanakannya ritual adat dan hal ini pun dipercaya yang membuat ikan paus tak datang lagi ke Lamalera.

Tuan tanah Marsianus Dua Langowujon, misalnya, mengatakan, tahun ini upacara misa Lefa, misa arwah, dan pelepasan prasso sapang tidak diawali pemberian sesaji kepada leluhur (Ie Gerek). Padahal, ritual itu sangat penting.

Ritual ini dilakukan di sebuah batu paus-batu hitam besar mirip paus (Sora Tare Bala, kerbau bertanduk gading) yang terletak di Dusun Lamamanu, di puncak Gunung Labalekang, sekitar 3 kilometer dari pusat Desa Lamalera A. Seekor ayam jantan warna merah, sirih pinang, tembakau, beras merah, dan telur ayam biasanya disajikan dalam upacara itu. Gong keramat pun dibunyikan di bukit itu untuk memanggil para arwah.

”Utusan dari suku Bataona tidak datang menyampaikan berita kepada kami sehingga ritual Ie Gerek tidak dapat dilaksanakan,” kata Marsianus.

Diduga permasalahan Ie Gerek itu juga merupakan letupan akibat konflik yang dipicu wacana konservasi Laut Sawu yang digulirkan WWF. Hal itu pun diakui Marsianus. Ia dituding sebagai salah seorang yang mendukung konservasi dan telah menerima sejumlah dana dari WWF. ”Saudara lihat sendiri bagaimana kondisi rumah saya, lantainya masih tanah, dinding kayu, mewahnya di mana? Memang program konservasi itu baik, tetapi saya juga menolak kalau tradisi berburu paus dilarang,” kata Marsianus.

Perwakilan WWF Kabupaten Lembata, Februanti, membantah keberadaan mereka menjadi pemicu konflik masyarakat Lamalera. ”Pengertian konservasi ditafsirkan keliru oleh masyarakat. Konservasi dianggap melarang perburuan paus.”

Februanti menegaskan, perburuan paus tetap diperbolehkan, tetapi perlu dikontrol. Ketentuan internasional maupun peraturan pemerintah juga tidak melarang perburuan paus seperti di Lamalera sebab dilakukan secara tradisional untuk kebutuhan sendiri, bukan dikomersilkan ke luar pulau.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com