Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wow! Singkong Banyumas Bisa 1,5 Kuintal

Kompas.com - 22/05/2010, 21:16 WIB

BANYUMAS, KOMPAS.com - Singkong, tanaman dari Kepulauan Antilen Kecil di Karibia yang baru "mendarat" di Jawa dua dekade setelah Perang Diponegero 1825-1830, rupanya mengalami "evolusi" paling mengagumkan di Banyumas, Jawa Tengah.

Sudah jamak, tanaman singkong biasa hanya dapat menghasilkan dua sampai lima kilogram singkong per pohon. Tapi di tangan Tumarjo (57), petani dari Desa Kebasen, Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas, sebatang pohon bisa membuahkan satu setengah kuintal singkong. Mungkinkah?

Tumarjo sudah menjawabnya sejak tahun 2007, tapi tak hiruk-pikuk. Ia menggunakan teknik biasa, menyambung (grafting) antara batang singkong karet dengan singkong gatotkaca, mengacu nama tokoh pewayangan yang bisa terbang.

Namun, singkong itu hanya dikonsumsi keluarganya sendiri dan tak dijual. "Petani lain juga belum ada yang tertarik untuk tanam singkong saya ini. Mungkin belum berani," kata Tumarjo, Sabtu (22/5).

Tumarjo mengatakan, cara menyambung adalah batang singkong karet ditempatkan sebagai batang pada lapisan atas, sedang batang singkong gatotkaca yang ditanamkan di dalam tanah.

Menurut Anto (23), salah seorang anak Tumarjo, pertama kali ayahnya mencoba sistem penyambungan antara batang singkong karet dengan singkong armona. Penyambungan itu menghasilkan singkong berbentuk panjang.

Namun panjangnya ternyata bisa satu meter, melebihi singkong armona biasa yang hanya 20 sentimeter. "Singkong panjang-panjang itu lebih cocok untuk tape seperti di Jawa Barat," katanya.

Karena bentuknya yang panjang, Anto mengatakan, ayahnya tak menyukainya. Oleh karena itu, ayahnya mencoba menyambung batang singkong karet dengan gatotkaca yang memiliki bentuk umbi singkong lebih pendek dan bulat.

"Setelah disambung dengan jenis gatotkaca, hasilnya cukup bagus. Satu kali panen, satu pohon bisa menghasilkan satu sampai satu setengah kuintal," jelasnya.

Masa panen singkong hasil penyambungan singkong karet dan gatotkaca, kata Anto, sama dengan masa panen tanaman singkong pada umumnya, yakni 11 bulan.

Kalau dibiarkan lebih lama sampai 24 bulan, lanjutnya, umbi singkong malah akan rusak karena daging umbi akan mengeriput. Dengan lahan yang terbatas, kurang dari 1400 meter persegi, saat ini hanya menanam 15 pohon singkong penyambung batang singkong karet dan gatotkaca.

Kepala Dinas Pertanian Banyumas Djoko Wikanto mengatakan, membesarnya umbi pada singkong hasil penyambungan karet-gatotkaca itu dikarenakan kedua jenis singkong itu saling mendukung.

Singkong karet memiliki ciri pohon yang lebih rindang sehingga baik untuk fotosintesis makanan pada pohon, sedangkan singkong gatot kaca memiliki ciri umbi yang bulat dan tekstur daging yang pulen.

Meskipun umbi singkong karet dikenal pahit, namun menurut Djoko, singkong hasil penyambungan Tumarjo ini menghasilkan umbi yang pulen setelah dimasak.

"Singkongnya layak dikonsumsi," katanya. Dari hasil temuan Tumarjo itu, Djoko mengatakan, pihaknya tertarik mengembangkan sistem penyambungan itu kepada petani lain di Banyumas. Apalagi singkong sebesar itu potensial sebagai bahan baku bioetanol.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com