Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Incumbent" Rentan Melakukan Korupsi

Kompas.com - 15/05/2010, 16:58 WIB

Yogyakarta, Kompas - Kepala daerah yang kembali maju dalam pemilihan kepala daerah di wilayahnya atau incumbent cenderung rentan melakukan korupsi. Korupsi itu dilakukan untuk mendanai kampanye dan menarik simpati warga pemilih.

Pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki mengatakan, janji-janji politik dalam pemilihan umum sebelumnya membuat rakyat jenuh. Akibatnya, dalam pilkada mereka tidak lagi memedulikan program maupun ideologi calon kepala daerah. Mereka lebih memedulikan jumlah uang yang bisa diberikan oleh calon tersebut selama masa kampanye.

"Kondisi rakyat yang seperti ini klop dengan sikap elite yang bertarung dalam pemilu. Dalam pemilu langsung modalnya adalah sebar duit," ujarnya saat berbicara dalam diskusi tentang anatomi korupsi, Jumat (14/5) di Padepokan Bagong Kussudiardja, Kasihan, Bantul.

Menurut Teten, kemenangan dalam pemilu sangat dipengaruhi oleh faktor dana. Berdasarkan sebuah penelitian, dana kampanye pasca-Orde Baru berasal dari uang hasil korupsi dan uang subsidi.

Dalam konteks tersebut, sosok incumbent paling rentan melakukan korupsi anggaran untuk mendukung kampanyenya. Teten menuturkan, korupsi itu dilakukan dengan dua cara, yakni dengan memutar uang APBD di bursa efek dan dengan menyalurkan dana hibah.

Pada cara yang pertama, kepala daerah yang akan maju kembali biasanya memanfaatkan sisa anggaran akhir tahun. Katakanlah sisa anggaran akhir tahun itu mencapai Rp 10 miliar. Dengan dipandu seorang pialang yang hebat, dalam sepuluh bulan dana tersebut akan membengkak menjadi Rp 20 miliar. Tambahan dana itulah yang dipakai untuk membiayai kampanye. Interior

Sementara pada cara yang kedua, pemenangan pemilu dilakukan dengan menyalurkan dana hibah atas nama kepala daerah kepada masyarakat.

Padahal, dana yang digunakan tersebut berasal dari APBD. Realitas korupsi yang dikemas dalam istilah penganggaran semacam ini membuat gemas para pemain Teater Gandrik. Oleh karena itu, dalam lakon terbaru mereka yang berjudul "Pandol" atau Panti Idola, mereka akan mengangkat kisah korupsi tersebut.

Heru Kesawa Murti selaku penulis naskah Pandol menuturkan, penjelasan Teten Masduki tentang anatomi korupsi membuatnya sangat gelisah sehingga lahirlah karya tersebut. (ARA)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com