Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesan Persaudaraan dari Woloklaus

Kompas.com - 11/05/2010, 08:08 WIB

Oleh KORNELIS KEWA AMA

KOMPAS.com — Nama Woloklaus memang tidak umum, bahkan di kalangan masyarakat Flores, Nusa Tenggara Timur, sekalipun. Tak banyak orang yang tahu ini nama sebuah desa. Lebih banyak lagi yang tidak tahu bahwa 80 persen dari 1.112 jiwa penduduknya adalah eks penderita lepra.

Sudah puluhan tahun mereka menetap di desa itu, desa yang dibangun khusus untuk mereka. Disatukan perasaan "senasib sepenanggungan", para eks penderita lepra yang kerap dikucilkan dari kehidupan masyarakat umum itu membangun persaudaraan yang kuat.

"Kami menderita penyakit yang sama, disembuhkan dari satu rumah sakit yang sama, dan oleh perawat yang sama. Semua itu sangat mengikat rasa persatuan dan persaudaraan kami. Perasaan itu tak mungkin kami temukan di tanah kelahiran kami atau di tempat lain," kata Yanto ketika ditemui Kompas, beberapa pekan lalu.

Desa Woloklaus tercatat keberadaannya mulai tahun 1984, "dibangun" oleh Isabela Dias Gonsales (82), perawat spesialis penyakit lepra. Nama desa ini diambil dari kata wolo, yang dalam bahasa suku Lamaholot (Flores Timur, Lembata, Alor) berarti bukit. Adapun kata klaus diambil dari nama pendonor asal Jerman, Klaus Wisiachk.

Luas desa ini sekitar 3 hektar, dengan jumlah penduduk 157 keluarga atau 1.112 jiwa. Dari jumlah itu, 80 persennya atau 890 penduduk adalah eks penderita penyakit lepra atau kusta. Mereka tak hanya berasal dari daerah-daerah di NTT, tetapi juga datang dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Maluku, dan Sulawesi.

Ketika Kompas mengunjungi permukiman yang berada di pinggiran pusat Kecamatan Lewolebata, Lembata, NTT, itu pada minggu pertama Mei 2010, mereka terlihat sangat ramah. Senyum dan sapa selalu terucap setiap ada tamu yang melintas di depan rumah mereka. Jika ada tetangga sedang kesulitan beras, uang, atau jatuh sakit, tetangga sekitar berusaha membantu meski kondisi perekonomian mereka sangat terbatas.

Mereka menyadari, apa yang mereka dapatkan—seperti pengobatan lepra gratis dan keberadaan permukiman yang mereka tinggali sekarang—diperoleh secara cuma-cuma dari orang lain. Kesadaran itulah yang kian menguatkan kepedulian antarsesama warga Desa Woloklaus.

Segala persoalan menyangkut kepentingan desa selalu dimusyawarahkan. Dana bantuan pemerintah, termasuk raskin (beras untuk rakyat miskin), pun dibagi secara adil.

Tak heran bila semua warga terlihat kerasan tinggal di desa itu. Yohanes Baptista Yanto (45) yang berasal dari Jawa Timur adalah salah satunya. Ia merasa semua tetangga dan orang sekitar adalah saudara dekat yang bahkan lebih dekat daripada saudara kandung. Mereka juga memiliki perkumpulan arisan dan perkumpulan doa bersama. Mereka berbagi pengalaman, saling meneguhkan satu sama lain bila sedang dalam kesulitan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com