Seekor burung trinil pantai (
Pemandangan ini sangat berharga bagi Triana Devi (12) yang belum pernah ke hutan mangrove. Salah satu peserta Penanaman 10.000 Bibit Mangrove-Green Fun Bike yang digagas harian
Kehadiran trinil bisa menggambarkan kondisi kawasan konservasi hutan mangrove Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya). Burung yang bermigrasi setiap tahun dari Australia ke Rusia itu selalu singgah di Indonesia untuk mencari makan, seperti ikan dan kepiting kecil, di bawah akar-akar mangrove.
Kenyataannya, dari 2.490 hektar hutan mangrove di Pamurbaya, setidaknya 40 persen ditebangi penduduk untuk memperluas tambak dan baru 800 hektar yang direhabilitasi. Kondisi ini ikut mengurangi populasi trinil yang singgah setiap akhir Maret dan Oktober.
Tiga tahun ini, trinil kembali ke Pamurbaya. ”Ini hasil jangka pendek setelah penanaman mangrove berkelanjutan,” kata peneliti perencanaan kawasan Pamurbaya dari Yayasan Pendidikan dan Konservasi Alam (Yapeka), Ahmad Suwandi.
Pelestarian Pamurbaya menjadi isu penting, mengingat keberadaannya membantu pengendalian banjir di Surabaya. Dari sisi konservasi, kawasan dengan panjang garis pantai 26.5 kilometer ini menjadi rumah 18 spesies mangrove, 137 spesies burung, 34 spesies ikan, 15 spesies reptil, dan 7 spesies primata. Berdasarkan data dari Yapeka, di Pamurbaya juga terdapat 50 bubut jawa (
Dengan kekayaan flora dan fauna ekosistem air payau inilah pelestarian Pamurbaya mendesak. Peran serta masyarakat pun dibutuhkan. Untuk memulihkan kerusakan, dibutuhkan 7,6 juta bibit mangrove. Padahal, Dinas Pertanian Surabaya hanya mampu menyuplai 500-1.000 bibit per tahun.
Tiga tahun ini, peran serta masyarakat dalam penanaman mangrove terlihat, salah satunya di Ekowisata Mangrove Wonorejo (EWM). Pengelola EWM, Djoko Suwondo, mengatakan, setiap minggu selalu ada komunitas yang menggelar penanaman bibit mangrove di Wonorejo.
Kedatangan
Bambang Sumargiono (64) dari komunitas Sepeda Koeno Patriot Sejati (Senopati) Surabaya, salah satunya. Bambang belum pernah mengunjungi hutan mangrove. ”Dengan kegiatan ini saya tahu bagaimana kondisi hutan mangrove,” ucapnya.
Konservasi Pamurbaya ini juga bertujuan memberdayakan penduduk. Tiga bulan ini warga membuka lapak untuk menjual minuman, seperti kunir asem dan makanan tradisional semacam lontong kupang, lontong balap, dan rujak cingur.
Pengunjung juga bisa menyewa perahu dari nelayan dengan biaya Rp 20.000 untuk menjelajahi belantara mangrove sampai ke pos pantau. Pengelola pun menyiapkan paket kuliner seharga Rp 50.000 per orang.