Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misteri Hujan dan Penampakan di Papandayan dan Cangkuang

Kompas.com - 23/02/2010, 08:51 WIB

KOMPAS.COM - Tak jauh dari lokasi wisata di Gunung Papandayan, terdapat Situ dan Candi Cangkuang. Jangan kalah oleh rasa malas ketika melihat kondisi Situ dan Candi Cangkuang yang ada sekarang. Tiba di sana, nikmati duduk-duduk di rakit bambu (getek), melihat air, teratai, dan pulau kecil di tengahnya yang menjadi lokasi Candi Cangkuang.

Sampai di pulau kecil tadi,  lagi-lagi, nikmati pemandangan sejumlah gunung yang mengitari lokasi yang berada di lembah itu. Bayangan Gunung Guntur, Pasir Kedaleman, Pasir Gadung, Haruman, Malang, dan Mandalawangi di permukaan danau seluas 25 hektar bisa bikin segar mata, lantas turun ke hati.

Cukup dengan Rp 3.000 untuk tiket masuk, khusus wisatawan asing Rp 5.000. Sedangkan untuk menggunakan rakit, Rp 10.000/orang, tetapi jika kelompok lebih dari lima orang, hanya dikenai biaya Rp 5.000/orang. Kawasan wisata ini ada di pintu masuk ke Kabupaten Garut, di Kecamatan Leles.

Dengan uang yang bahkan kurang dari tarif  TransJakarta, kita disuguhi panorama yang jarang bisa kita dapatkan. Tak hanya itu, benak kita pun diisi dengan sejarah penduduk asli Kampung Pulo beserta keberadaan candi. Plus, kisah tentang adat istiadat mereka yang masih dipertahankan meski sekarang sudah masuk zaman flashdisk dan Blackberry.

Nama Cangkuang diambil dari nama buah Cangkuang (sejenis tanaman pandan dengan nama latin Pandanus Furactus). Pohon ini hanya tumbuh di daerah itu. Dan, sampai saat ini hanya pohon ini yang tumbuh terbanyak di lokasi candi seluas 4,5 hektar.

Candi yang ditemukan kembali pada tahun 1966 dan dipugar antara tahun 1967-1969 ini, berdiri gagah bersebelahan dengan makam Eyang Embah Dalem Arif Muhammad. Konon, Arif Muhammad ini adalah panglima perang keturunan Mataram yang diutus mengusir penjajah dari bagian tanah Sunda, tetapi gagal dan takut pulang karena takut dihukum oleh raja Mataram. Jadilah dia tinggal dan membentuk keluarga di Cangkuang

Dari kekalahan Arif Muhammad ini ada kisah menarik tentang adat istiadat penduduk asli di sekitar Candi Cangkuang yang disebut sebagai Kampung Pulo. Menurut Tatang, sesepuh sekaligus keturunan ke sembilan dari Arif Muhammad, adat istiadat yang dipertahankan sampai sekarang adalah jumlah bangunan di Kampung Pulo tidak pernah lebih dan kurang dari tujuh. Bangunan tersebut terdiri atas enam rumah dan satu mushola.

"Jumlah bangunan ini sesuai dengan anak dari Embah Dalem Arif Muhammad, yaitu enam anak perempuan dan satu anak laki-laki. Dan, meski saat ini sudah ada lebih dari 10 keturunan, hanya keturunan dari pihak perempuan yang berhak tinggal di rumah yang ada di sini. Selain itu, adat istiadat lainnya adalah larangan membunyikan gong. Kenapa demikian? Ini terkait sejarah dulu ketika Embah Dalem Arif Muhammad hendak mengkhitankan anak laki-lakinya, diadakan perayaan di mana saat itu ada arak-arakan. Saat ada bunyi gong di arak-arakan, sang putra terjatuh dan meninggal," tutur Tatang.

Kisah lain yang tak kalah menarik, tentu saja kisah misteri yang biasa melingkupi candi-candi, bangunan tua, atau di pegunungan. Seperti di Papandayan, sampai sekarang masih ada misteri tentang datangnya angin kencang dan hujan setelahnya. Mungkin ini bisa jadi hal biasa, tetapi di Papandayan sejumlah pemanjat meyakini, antara datangnya angin dan hujan ada sejumlah pantangan.

Seperti yang terjadi pada tim dari National Geographic Indonesia bersama Chevron (perusahaan gas bumi), pemandu sudah menyebutkan jika angin kencang datang, seluruh rombongan diminta tidak berisik dan hanya diam di tempat. Namun, pantangan ini dilanggar. Maka, hanya dalam hitungan detik hujan deras pun mengguyur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com