Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyakit Zaman "Doeloe" yang Belum Hilang

Kompas.com - 28/01/2010, 07:27 WIB

Oleh INDIRA PERMANASARI

Di Indonesia, kusta atau lepra merupakan salah satu penyakit yang tak lekang dimakan zaman. Penyakit satu ini tetap bercokol dan mengubah kehidupan orang yang pernah dihinggapinya. Salah satunya Adi Yosep (31). Kusta tak asing lagi bagi Adi dan keluarganya.

Awalnya, ibu dari Adi—pengidap kusta cukup parah—diserang mulai dari gangguan di kulit muka berupa benjolan-benjolan hingga kuman menyerang saraf tangan sang ibu. Beberapa tahun kemudian, sekitar tahun 1997, giliran Adi terkena. Muncul bercak putih tanpa rasa sakit di tangannya. ”Tanda itu sudah ada sejak SMP, tetapi empat tahun kemudian baru diperiksakan karena melebar,” katanya.

Setelah didiagnosis kusta, Adi menjalani pengobatan gratis di sebuah puskesmas di Kota Kudus selama setahun dan sembuh total. Sekalipun tanda-tanda kusta sebagian menghilang, tetapi stigma sebagai pengidap kusta masih terekam. Tidak banyak masyarakat tahu tentang penyakit kusta. Yang ada di masyarakat adalah gambaran keliru tentang sakit kusta sebagai kutukan, guna-guna, sangat menular, dan tidak tersembuhkan. ”Dulu, tetangga saya tidak berani bertamu. Kalau ada perlu, mereka berbicara lewat jendela,” ujar pendiri Perhimpunan Mandiri Kusta itu.

Kusta di Indonesia

Istilah kusta berasal dari bahasa Sanskerta, kushtha, yang berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit itu diduga berasal dari Afrika atau Asia Tengah yang menyebar lewat perpindahan penduduk, antara lain saat perang, penjajahan, dan perdagangan. Penemuan kuman kusta oleh GH Hansen pada tahun 1873 mengawali upaya pencarian obat dan penanggulangan kusta.

Dokter spesialis kulit dan kelamin dari RSUPN Cipto Mangunkusumo, Sri Linuwih, mengatakan, Senin (25/1), kusta termasuk penyakit menular yang penularannya sulit. Hanya sekitar 5 persen yang tertular. Kondisi tubuh yang lemah serta kontak terus-menerus dalam waktu lama memudahkan penularan kusta. Daerah kantong kusta terutama di daerah tropis dan subtropis serta terkait dengan kondisi sosial-ekonomi yang rendah.

Gejala awal kusta, antara lain, kelainan kulit berupa bercak putih, seperti panau atau bercak kemerahan yang mati rasa, tidak ditumbuhi bulu, tidak mengeluarkan keringat, tidak gatal, dan tidak sakit. Gejala lanjut ditandai kecacatan, seperti tidak bisa menutup mata, bahkan, sampai buta, mati rasa pada telapak tangan, serta jari-jari kiting (kaku melingkar), memendek, bahkan, putus. Cacat kusta terjadi karena kuman menyerang saraf. Kondisi itu ditemui pada pengidap yang terlambat ditemukan dan diobati.

”Penyakit kusta bisa sembuh total dan obat ada gratis di puskesmas,” ujarnya. Sejak tahun 1982, Indonesia menggunakan terapi obat kombinasi (MDT) sesuai rekomendasi WHO.

Di Indonesia, penyakit lama yang sudah ada obatnya dan bisa disembuhkan total serta sulit menular itu ternyata begitu sulit dieliminasi. Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan Iwan M Muljono mengatakan, pada akhir 2008, tercatat 17.441 kasus baru kusta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com