Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepeda untuk Transportasi, Bukan Koleksi

Kompas.com - 21/01/2010, 12:14 WIB

Melewati perempatan Kantor Pos Besar Yogyakarta pada tiap malam minggu, mata dimanja ratusan sepeda yang diparkir berderet. Di kawasan Nol Kilometer ini memang tempat berkumpul para pengguna sepeda sepekan sekali. Yang dibawa tentu sepeda masing-masing. Meriah dan hangat suasananya, khas Yogyakarta.

Di depan Gedung Agung, ada Jogja Onthel Community (JOC), komunitas penggemar onthel yang terbentuk tahun 2002. JOC terbilang paling lama menghuni kawasan itu. Adapun di sisi selatan tempat nongkrong anak-anak JOC merupakan wilayah Komunitas Low Rider Vredeburg (Klover), sepeda modifikasi yang ceper.

Menyeberang ke selatan, yakni di trotoar depan Kantor Pos Besar, terlihat deretan sepeda dari Paguyuban Onthel Djogjakarta (Podjok). Selain mereka, ada puluhan komunitas yang ikut nongkrong di kawasan selatan Malioboro itu, baik peserta rutin maupun yang tidak, mulai dari komunitas sepeda kampung hingga BMX.

Komunitas Onthel Remaja Nambongan (Korn), misalnya, termasuk komunitas yang tidak rutin. "Tiap malam minggu kami keluar. Tapi, kalau di sini sudah padat sepeda, kami mencari tempat lain, biasanya di Alun-alun Utara atau Jembatan Gondolayu. Pokoknya nongkrong walau hanya 1-2 jam," kata Bowo (25), pentolan Korn.

Walaupun namanya menunjuk pada onthel, peserta Korn banyak juga yang memakai sepedanya jengki, BMX, dan gunung. Korn berdiri setahun lalu, dan diakui Bowo, sebagai imbas virus bersepeda akibat Sego Segawe, program bersepeda yang digaungkan Pemkot Yogyakarta tahun 2006. Korn kini beranggotakan 75 orang, semuanya remaja Dusun Nambongan, Mlati, Sleman.

Klover, sejak berdiri April 2008, sudah mempunyai lebih dari 50 anggota, tapi hanya sekitar 10 yang rutin nongkrong. Komunitas yang paling padat jadwalnya karena nyaris tiap pekan menggelar acara bersepeda, yakni Podjok, sejak terbentuk November 2006, kini punya 600 anggota. Podjok dikenal sebagai komunitas penggemar onthel orisinal, utamanya onthel buatan Eropa. Sementara JOC tak menganut aspek orisinalitas onthel karena bagi mereka, penanda onthel cukup dari rangka sepeda.

Bagi JOC, sepeda onthel juga wajib dihias, mulai dari dipasangi botol tempat minum, tas tempat ponsel, kunci pas, lampu kerlap- kerlip, bel trompet, hingga tape dan pengeras suara dengan sumber daya aki. JOC punya sekitar 1.000 anggota namun hanya 50-an yang kerap nongol di sana. "Tapi nggak apa-apa. Pokoknya nongol," kata Nunuk, Wakil Ketua JOC.

140 komunitas

Berapa tepatnya jumlah komunitas sepeda di Yogyakarta belum ada angka persisnya. Tapi, dari acara bersepeda saat malam pergantian tahun, peminatnya ada 140 komunitas. Jumlah yang luar biasa. Tentu, selain mereka, masih banyak komunitas sepeda lain.

Gaung bersepeda mulai merambah Yogyakarta dan sepeda-sepeda yang selama ini ada di gudang mulai dikayuh. Bowo, misalnya, tergerak hatinya untuk mengeluarkan sepeda onthel milik almarhum kakeknya dari gudang. Sejak kakeknya meninggal tiga tahun lalu, sepedanya telantar. Sepeda itu mulai ditempeli karat. "Saya pun nggak tahu merek sepeda itu apa. Hahaha.... Nggak penting, kan, yang penting, kan, sepeda nyaman dinaiki. Merek dan harga, itu nomor kesekian," katanya.

Naiknya penjualan sepeda dan banyaknya cerita seperti kisah dari Bowo tadi sedikit banyak menggambarkan gerakan sepeda semakin meluas. Semoga itu tak hanya berhenti sampai pada acara nongkrong tetapi dijadikan alat transportasi sehari-hari seperti pernah terjadi di Yogyakarta.

Karena itu, penggemar onthel yang ratusan atau bahkan ribuan jumlahnya jangan hanya mengoleksi sepeda tetapi mari terus dinaiki. Untuk pemilik sepeda lipat tidak terus-menerus melipat sepedanya. Sepeda tidak untuk dikoleksi atau dilipat, tetapi dikendarai sehari- hari. Untuk sesama pengguna jalan, mari berbagi ruas untuk semua jenis kendaraan.

Karena itu, apa pun jenis dan merek sepeda Anda, mari menjadikannya alat transportasi. Jalur dan ruang tunggu sepeda sudah menanti untuk dilalui. (PRA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com