Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Cengkeh Menganggapnya Pahlawan

Kompas.com - 05/01/2010, 03:29 WIB

Luar biasa. Harga cengkeh saat itu Rp 70.000 per kilogram. Harga cengkeh saat itu hampir menyamai harga emas yang berkisar Rp 80.000- Rp 90.000 per gram. Dengan harga yang melangit, petani cengkeh di Minahasa, Sulawesi Utara, bagai panen emas. Harga mobil setara dengan 1,5 karung cengkeh (75 kilogram),” kata Boy Palit (53), petani cengkeh.

Berdiri di antara ratusan warga lintas-agama di Taman Kesatuan Bangsa (TKB) Manado, Sabtu (2/1) malam, yang menggelar 1.000 lilin mengenang Gus Dur, Boy bersama puluhan petani cengkeh tampak terharu. Mata Boy berkaca-kaca saat lilin di tangan pengunjung dinyalakan bersama, diikuti dengan doa untuk KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Presiden KH Abdurrahman Wahid saat berkuasa tahun 2001 dikenang sebagai pahlawan oleh petani cengkeh Minahasa. Harga cengkeh, yang terpuruk hingga Rp 2.000 kilogram (kg) pada era Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) tahun 1979, tahun 2001 secara mendadak melonjak.

Boy menyebut Gus Dur pembawa rezeki besar yang tak disangka bagi petani. Petani cengkeh di Minahasa nyaris kehilangan as dan didera nestapa selama 20 tahun ketika pemerintah rezim Orde Baru menerapkan pembelian cengkeh melalui BPPC.

Keterpurukan petani cengkeh ditandai kemiskinan luar biasa. Banyak anak petani yang putus sekolah, keluar kampung mencari pekerjaan di Manado dan Jakarta. Tidak hanya itu, ribuan pohon cengkeh ditebangi dan dijadikan kayu bakar untuk dijual kepada para pengusaha batu bata.

Harga cengkeh tidak lagi setara dengan biaya produksi dan harga beras yang saat itu Rp 2.500 per kg.

Alting, dari Sonder Minahasa, pada saat acara mengenang Gus Dur itu mengatakan, ketika harga cengkeh mencapai Rp 70.000 per kg, petani seperti mendapat berkah luar biasa dari Tuhan melalui tangan Gus Dur. Sebab, dengan menjual 1 kilogram cengkeh, petani mampu membeli 30-35 kilogram beras kualitas medium.

Perilaku petani cengkeh Sulut saat itu sudah berbeda jauh dengan perilaku petani pada 1970-1990-an yang cenderung konsumtif. Petani semakin cerdas mengatur pola konsumsi dan mengendalikan penjualan. Pada umumnya, petani tidak mau lagi mengulangi kesalahan masa lalu yang melakukan konsumsi jorjoran.

Alting lalu menunjuk satu rumah permanen di samping warung di desanya, yang ia beli saat harga cengkeh melonjak tahun 2001.

Menurut perkiraan, total produksi cengkeh masa panen raya tahun itu sekitar 14.000 ton, sedangkan kebutuhan nasional mencapai 100.000 ton. Jika dikonversi ke rupiah, total uang yang beredar di tangan petani cengkeh Sulut selama 2001 hingga 2002 mencapai sekitar Rp 980 miliar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com