JAKARTA, KOMPAS.com - Tailing
Teknologi penguraian ini antara lain dimiliki Afrika Selatan. Dengan adanya potensi bahan berharga itu, diperlukan pengaturan ekspor tailing tersebut.
Hal ini disampaikan Aries Kelana dari Badan Pengawasan Teknologi Nuklir (Bapeten) di sela acara Pertemuan Eksekutif Bapeten dengan pemegang izin program proteksi radiasi dan keamanan sumber radioaktif di Jakarta, Kamis (3/12). Bahan tailing itu, lanjut Aries, sejak 2005 diekspor ke China dengan harga Rp 200 per kilogram. Namun, jika dilakukan pengolahan zirkonium menjadi uranium dan torium, nilainya bisa 20 kali lipat lebih.
Menurut Kepala Bapeten As Natio Lasman, dalam bahan tambang terdapat unsur sampingan bernilai tinggi, seperti dalam tambang timah terkandung pula logam tanah jarang bernilai tinggi, uranium dan torium. Namun, ia menyayangkan, hingga kini tidak ada aturan untuk mengawasi dan melarang pengambilannya.
Semestinya, lanjutnya, kandungan bahan tambang ikutan itu harus ditimbun lagi, seperti yang dilakukan pada pertambangan timah di Malaysia.
Menurut As Natio, pihaknya akan membuat payung hukum yang mengatur penambangan kawasan tambang yang mengandung uranium dan torium. Penyusunannya akan melibatkan instansi terkait.
Pelabelan
Sementara itu, Bapeten dalam program 100 harinya akan mencanangkan pemberian label atau stiker penanda kelayakan untuk peralatan kedokteran berbahan radioaktif. Untuk itu, 200 inspektur akan dikirim ke daerah untuk memeriksa alat kedokteran nuklir yang jumlahnya diperkirakan lebih dari 5.000 unit.
Program ini akan berlangsung selama dua tahun. Bila setelah masa itu masih ada peralatan yang belum berstiker atau berlabel, izin operasi penyedia alat akan dicabut.
YUN
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.