Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DIY Dipasangi Alat Detektor Dini Gempa

Kompas.com - 04/08/2009, 19:49 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Untuk melakukan deteksi dini gempa bumi, Provinsi DI Yogyakarta kini dipasangi alat deteksi dini gempa bumi yang disebut Atropatena. Alat ini diyakini pembuatnya, Prof Dr Elchin Khalilof, ilmuwan dari International Academic of Science Austria, mampu memprediksi gempa bumi satu minggu dan dua hari sebelum gempa dengan tingkat akurasi sampai 90 persen.

Namun, pemasangan alat ini masih diutamakan untuk kepentingan riset. Pemerintah Provinsi DIY bekerja sama dengan International Academic of Science dan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, akan melakukan penelitian deteksi dini gempa bumi menggunakan Atropatena tersebut.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Energi dan Sumber Daya Mineral DIY Rani Sjamsinarsi pada peluncuran Pengoperasian Atropatena dan Penandatanganan MoU serah terima Atropatena, Senin (3/8) malam di Yogyakarta, mengungkapkan, alat seharga Rp 15 miliar ini selesai dipasang di kampus tepadu Universitas Islam Indonesia 28 Juli lalu. Atropatena yang dipasang di Yogyakarta disebut Atropatena Indonesia, disingat Atropatena-ID.

"Atropatena-ID ini hibah dari International Academy of Science, di bawah payung kerja sama antara Pemprov DIY dan Provinsi Tirol, Austria, dengan tujuan melakukan penelitian bersama-sama dari berbagai titik di belahan bumi yang diharapkan bisa memberikan peningkatan terhadap kinerja alat yang selama ini sudah ada," ungkap Rani.

Untuk melakukan penelitian deteksi dini gempa bumi, Pemprov DIY bersama UII membentuk tim peneliti yang terdiri dari 7 pakar. Tim ini telah mendapatkan pelatihan cara kerja, serta pengoperasian dan pemeliharaan alat. Pelatihan berikutnya kembali akan diadakan di Baku, Azerbaijan. Tim akan terus berkoordinasi dengan Khalilof.

Khalilof yang menjabat Vice President of International Academy of Science, Austria, mengatakan, prinsip kerja Atropatena menggunakan teori medan gravitasi. Atropatena mencatat perubahan atau variasi medan gravitasi yang muncul beberapa hari menjelang terjadinya gempa bumi. Menurut dia, setiap gempa bumi selalu diawali dengan perubahan (penyimpangan) medan gravitasi. Penyimpangan inilah yang diukur dan dideteksi Atropatena. Alat yang dipasang di DIY merupakan alat ketiga yang dipasang di dunia.

Satu Atropatena dipasang di Baku, Azerbaijan, awal tahun 2007, dan di Islamabad, Pakistan, pada Januari 2009. Ketiga alat ini terhubung dalam sistem jaringan global. Pemasangan Atropatena di tiga belahan bumi diharapkan mampu mendeteksi kejadian-kejadian gempa besar di dunia. Dengan keberadaan ketiga stasiun ini diharapkan dapat menentukan episenter gempa besar dengan magnitudo lebih besar dari 5 skala Richter. "Yogyakarta kami pilih karena merupakan salah satu tempat teraktif gempa bumi," katanya.

Khalilof juga mengatakan, Yogyakarta relatif terbuka terhadap temuan baru. Ia mengakui, temuannya tersebut memunculkan sikap skeptis dari pakar di berbagai negara.

Koordinator riset Atropatena-ID yang juga dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pegetahuan Alam Universitas Gadjah Mada, Wahyudi, mengungkapkan, Atropatena bisa memprediksi sumber gempa, waktu terjadinya gempa bumi, dan magnitudo gempa. Menurut catatan stasiun Atropatena di Baku, Azerbaijan, alat ini bisa mendeteksi gempa-gempa besar di Indonesia, seperti gempa Sumatera Utara, Halmahera, termasuk gempa China dan Pakistan, serta Jepang yang jaraknya mencapai sekitar 6.000 km.

Untuk Indonesia, idealnya minimal ada tiga stasiun. Sekarang baru satu di Yogyakarta. Alat ini masih dalam tahap riset. Karena ini paradigma baru, maka masih banyak yang belum dapat menerima konsep dasarnya. Namun adalah suatu fenomena nyata bahwa, menjelang terjadi gempa, ada anomali medan gravitasi. "Ini menjadi tantangan dunia ilmu pengetahuan untuk menjelaskan fenomena ini," ungkapnya.

Gubernur DIY yang diwakili Sekda DIY Tri Harjun Ismaji menyatakan, Yogyakarta memasuki babak baru dengan dimilikinya Atropatena. Jika riset ini berhasil, maka penemuan ini merupakan lompatan besar kemajuan teknologi kegempaan yang pernah dilakukan. Dengan demikian, diharapkan alat ini bisa meminimalkan korban akibat bencana gempa bumi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com