Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengakuan Mahasiswi Simpanan: Aku Ingin Hidup Enak

Kompas.com - 29/07/2009, 10:52 WIB

TUBAN, KOMPAS.com — Perilaku para mahasiswi simpanan benar-benar berubah total. Jika saat datang dari desa berpenampilan lugu dan berpakaian serba tertutup, setelah menjadi simpanan pakaiannya serba terbuka nan sensual.

Bahkan, ada yang sejak kecil mengaku selalu memakai baju terusan, tiba-tiba mengubah gaya kesehariannya dengan menggunakan pakaian seksi, seperti rok mini atau pakaian ketat yang menonjolkan lekuk-lekuk tubuh.

Salah satunya dialami Diona (bukan nama sebenarnya), mahasiswi cantik berusia 22 tahun, yang saat ini kuliah di salah satu perguruan tinggi di Tuban.

Wanita berkulit bersih dengan postur tinggi langsing itu mengaku sudah tujuh bulan menjalin hubungan dengan pengusaha di sana. Saat bertemu dengan pria idaman pun, ia tahu persis, sang pria sudah memiliki anak dan istri.

Saat awal masuk kuliah, wanita berambut lurus ini masih mengenakan pakaian serba tertutup. Maklum, sejak kecil pendidikan agama diterapkan secara ketat di keluarganya.

Namun, sejak bergaul dengan sejumlah temannya yang kerap berpenampilan seksi, gadis desa ini jadi ikutan mengubah penampilan dan gaya hidupnya.

Ia ikut berpakaian seksi dan bergaul dengan wanita-wanita yang kerap kelayapan saat malam hari. “Berawal dari situ, saya berkenalan dengan salah satu lelaki yang usianya jauh di atas saya,” aku Diona.

Hubungan mereka pun semakin dekat. Sering jalan berdua, makan, dan berbelanja. Bahkan, sejak dekat dengan pengusaha ini, Diona dibelikan ponsel baru, baju-baju model terbaru, dan tempat kosnya pindah ke tempat yang lebih mewah. “Sampai hubungan kami lebih dari sekadar berteman,” tuturnya.

Selama menjadi simpanan, gaya hidup Diona berubah total, semakin gaul dan wah. Termasuk untuk biaya hidup dan kuliah, sama sekali sudah tidak pernah menjadi beban dalam kesehariannya.

“Awalnya aku memang pengin seperti teman-teman, hidup enak dan tidak susah. Setelah berhubungan dengan lelaki ini, semua keinginanku bisa terwujud,” katanya terus terang.

Belakangan, Diona kadang merasakan sesuatu yang lain. Ia mengaku pernah menyesali apa yang telah dilakukanya selama ini. “Saya semakin sadar, ternyata kebahagiaan tidak sepenuhnya atas uang dan kemewahan yang ada. Jujur, saya ingin menyudahi semua ini,” katanya.

Namun, ia juga mengaku bingung menentukan bagaimana cara untuk mengakhiri semuanya dalam kondisinya yang juga masih butuh biaya besar untuk hidup sehari-hari dan membiayai kuliah.

Hal senada juga diungkapkan Yusi (nama samaran), salah satu mahasiswi di sebuah kampus di Tuban. Wanita cantik asal Jawa Tengah itu mengaku sudah menikah dengan pemuda yang rela bertanggung jawab atas kehamilannya.

Yusi saat kuliah juga berteman dengan beberapa wanita muda yang gaya hidupnya seperti layaknya para mahasiswi di kota besar sehingga ikut terjerumus dengan pola hidup seperti itu.

Berawal dari pertemanan, dia dikenalkan dengan seorang pengusaha yang akhirnya menjalin hubungan serius. “Namun, di luar, saya juga punya cowok. Bahkan, sempat berganti-ganti pacar,” ujarnya.

Dari hubungan yang terjalin dengan pengusaha tadi, Yusi sempat hamil. Saat itu, sang lelaki bersedia bertanggung jawab untuk menikahinya. “Dia sih mau bertanggung jawab, tapi saya yang pikir-pikir. Soalnya, usianya sudah tua. Dia juga sudah punya istri dan dua anak,” katanya.

Untungnya, ada satu pacarnya yang sama-sama masih muda bersedia menikahinya secara sah dan bertanggung jawab atas anak yang sedang dikandungnya.

“Terus terang saja, lingkungan keluarga saya taat beragama. Saya sendiri dulu pakai jilbab. Kalau sekarang berubah total, inilah kenyataan yang saya jalani,” tuturnya.

Yusi mengaku, saat ini harus menanggung beban berat, terutama karena orangtuanya sudah tahu tentang tingkah polahnya yang tak karuan, bahkan menjadi istri simpanan. Orangtuanya tidak mau lagi mengirimkan uang untuk kuliah. Sebaliknya, dia juga memilih melawan dengan cara tidak pernah lagi pulang ke Jawa Tengah.

Dalam kondisi tanpa subsidi dari orangtua tersebut, ia mengaku sempat kelabakan setiap kali tidak mendapat jatah dari suami simpanannya. Sampai-sampai Yusi nekat ikut bekerja sebagai SPG plus-plus untuk mendapat uang dengan cara gampang dan cepat.

Pengasuh Pondok Pesantren Ash Somadiyah, Jalan KH Agus Salim, Tuban, Reza Solahuddin Habibi, mengatakan, kondisi sebagian pemuda di Tuban saat ini sangat memprihatinkan. “Bukan hanya kalangan mahasiswi. Kondisi di kalangan siswi SMU juga sangat parah,” ungkap Gus Riza.

Diceritakan, pada 2005 lalu Pondok Pesantren Ash Somadiyah mengadakan penelitian yang bertajuk potret pergaulan bebas pelajar Tuban. Hasilnya, dari 397 responden yang semuanya siswa SMU, 14,23 persennya sudah pernah melakukan hubungan suami istri di luar nikah.

“Dan saya kira, jumlahnya saat ini terus bertambah. Ini merupakan masalah serius yang harus segera ditangani,” katanya.

Ia juga mengatakan, fenomena mahasiswi rela jadi istri simpanan ini merupakan dampak dari industrialisasi yang ada di Tuban dan Bojonegoro. Bagaimana tidak, dengan keberadaan perusahaan-perusahaan besar tersebut, perkembangan zaman semakin tidak karuan.

Tempat-tempat hiburan malam semakin menjamur dan tak jarang lokasi-lokasi sepi berubah menjadi ajang maksiat kaum muda.

“Mestinya peran sekolah yang bisa mencegahnya. Namun, sayangnya yang terjadi sekarang ini sekolahan, apalagi kampus hanya mengajarkan ilmu-ilmu sesuai kurikulum,” tegasnya.

“Dalam hal ini jelas pendidikan kita kehilangan ruh. Mestinya, selain ilmu sesuai dengan kurikulum, sekolah juga menekankan pendidikan tentang moral dan norma-norma yang ada,” tutur Gus Riza.

Di tempat terpisah, anggota DPRD Bojonegoro, Sukur Priyanto, tertegun ketika mendengar adanya mahasiswi yang menjadi istri simpanan orang-orang berduit. Ia mengaku prihatin dengan keadaan tersebut.

Menurutnya, masalah ini merupakan tanggung jawab semua pihak, termasuk pemerintah, DPRD, LSM, dan semua lapisan masyarakat untuk ikut serta membenahinya.

Ia mengatakan, selain perkembangan industrialisasi, kontrol dari orangtua juga cenderung longgar. “Kasus ini menjadi pembelajaran bagi para orangtua untuk lebih mengontrol anaknya yang sedang kuliah, termasuk bagaimana perkembangan kuliahnya, dengan siapa bergaul, ke mana saat liburan, dan sebagainya,” ungkapnya. (st31)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com