KOMPAS.com — Luka melepuh akibat siraman air panas di sekujur tubuh Siti Hajar (33) mulai mengering. Dia pun sudah bisa tertawa kecil saat seorang pejabat Kedutaan Besar RI di Malaysia menawarkan dodol garut, Sabtu (13/6).
TKI asal Kampung Lio Wetan, Desa Limbangan Barat, Garut, Jawa Barat, itu kini menjalani rawat jalan di KBRI di Kuala Lumpur sejak keluar dari Pusat Perawatan Universitas Malaya, Selangor, Malaysia, Jumat.
Tinggal luka di bagian dada kiri atas yang masih diperban karena basah dan luka akibat tusukan gunting di sisi luar kedua pahanya yang belum sembuh benar. Saat ditanya, luka bagian mana yang masih terasa sakit?
”Hati saya. Saya minta supaya Maam (panggilan untuk majikan perempuan) dihukum seberat-beratnya karena membuat saya seperti ini,” jawab Siti dengan suara parau.
Ia tidak terlalu menghiraukan kondisi fisiknya walau bekas siraman air panas dan pukulan Michelle Hua Yuan Tyng telah merenggut kecantikannya dan kulit putihnya mengelupas. Batang hidung bagian tengah melesak ke dalam, patah dihantam martil oleh Michelle.
Jari-jari kakinya bengkak karena dipukuli dengan batu penggiling cabai. Kedua daun telinga Siti Hajar bengkak karena kerap dipukuli Michelle.
Sesekali air mata berlinang saat ia menuturkan kembali perlakuan Michelle. ”Ia mulai sering menyiram air panas ke saya empat bulan terakhir sejak membeli termos. Setiap saya salah melakukan apa pun, pasti kena siram,” ujarnya.
Kakak tertua Siti, Nani Suryani (43), yang turut mendampingi pun menangis. ”Kejam sekali dia. Sampai hati dia memperlakukan adik saya seperti ini,” ujar Nani yang datang ke Kuala Lumpur difasilitasi PT Mangga Dua Mahkota, perusahaan jasa TKI (PJTKI) yang memberangkatkan Siti Hajar.
Siti mengalami penyiksaan sejak hari pertama bekerja pada Michelle. Ia adalah pegawai pemasaran AT Venture Provision, agen pekerja asing di Kuala Lumpur, yang menjadi mitra PT Mangga Dua Mahkota.
Tiba di Kuala Lumpur, 28 Juni 2006, AT Venture Provision menempatkan Siti sebagai pembantu di rumah Lim Hua Siew. Ia hanya empat hari di sana, lalu pindah ke rumah Michelle.
Sekitar sebulan sejak itu, Michelle dipecat. Joice, pegawai AT Venture Provision, menolak menjelaskan penyebab pemecatan Michelle, janda dua anak yang sebelumnya bersuamikan warga negara Singapura.
Pintu besi
Michelle sekeluarga tinggal di Lantai 19 Lanai Kiara Condominium, Bukit Kiara, Selangor. Siti tidur di kamar pengap beralaskan kasur busa bekas pakai. Apartemen itu hanya memiliki satu pintu akses dengan dua lapis pintu. Pintu luar adalah pintu jeruji besi, yang kedua adalah pintu rumah biasa.
Siti juga kerap tidak mendapat jatah makanan sehingga tubuhnya kurus kering. ”Kalau ada sisa makanan anaknya yang terkecil (yang sulit makan karena menderita autis), itulah yang saya makan,” urai Siti. Padahal, ia harus melakukan semua pekerjaan rumah pukul 05.00-02.00 setiap hari.
Selama 34 bulan, Siti menderita. ”Setiap kali disiram air panas, saya hanya menyebut nama Allah. Itu yang membuat saya bertahan sampai sekarang,” ujar Siti disambut tangis dan pelukan Nani. Tidak ada yang mengetahui penderitaan Siti selama 34 bulan. PJTKI dan agen yang menempatkan Siti tak juga pernah menelepon. Siti yang juga janda beranak tiga ini pun harus bertahan sendirian melawan penderitaan.
Sampai akhirnya pada 7 Juni, tengah malam, Siti seperti mendapat petunjuk. Ia mengambil martil di laci dan mulai memukuli jeruji besi hingga terlepas. Siti menyelinap melalui rongga besi, lalu turun menggunakan lift dan bersembunyi di balik taman apartemen. Setelah hari terang, Siti melompati pagar tembok yang tinggi, lalu menyetop taksi dan meminta sopir mengantarnya ke KBRI di Jalan Tun Razak, Kuala Lumpur.
”Sopir taksi bengong melihat kondisi saya, tetapi ia mengizinkan saya naik dan segera mengantar ke KBRI,” kenang Siti. Sopir yang orang Melayu itu tak menerima bayaran, malah memberi Siti uang 18 ringgit untuk membeli makanan.
Ketika itu, seluruh luka melepuh Siti masih basah karena Michelle tidak pernah memberikan obat. Wajah Siti pun bernanah karena tak pernah dirawat.
Rindu keluarga dan lecak
Kini Siti berada dalam perlindungan KBRI dan Michelle pun sudah ditahan polisi. Keluarga Michelle sudah membayar 17.000 ringgit atau sekitar Rp 50 juta, gaji Siti yang tak pernah dibayar selama 34 bulan.
Siti juga menerima santunan Rp 20 juta dari Presiden Direktur Mitra Dhana Athmaraksa Mashudi, broker konsorsium asuransi TKI Ramayana, Rp 20 juta dari Direktur Utama PT Mangga Dua Mahkota Sri Wahyuni, dan Rp 15 juta dari Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI Mohammad Jumhur Hidayat.
Sambil menunggu proses hukum, Siti kini merindukan keluarganya. ”Selain itu, saya juga kepengen sambal lecak,” ujarnya sambil tersenyum.
Keluarga Siti di Garut kini menunggu. Mereka trauma dengan tragedi buruk yang dialami Siti. ”Lebih baik mencari uang di kampung saja walau pas-pasan,” ujar Iah, kakak Siti.
Derita Siti merupakan tragedi. Demi devisa masuk, ribuan TKI harus menderita lahir batin.
(Adhitya Ramadhan/Hamzirwan)