Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Naskah Kuno Warisan Budaya, Diincar dan Ditawar Harga Tinggi

Kompas.com - 05/06/2009, 20:29 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Naskah-naskah kuno warisan budaya Indonesia terus diincar dan ditawar pihak asing, terutama dari Malaysia dan Singapura. Agar kekayaan budaya Indonesia itu tidak berpindah tangan, masyarakat terus diingatkan agar jangan tergiur. Kalau berpindah tangan, Indonesia mengalami kerugian yang tidak ternilai.

Kenyataan itu diungkapkan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Abdul Kadir Ibrahim, Jumat (5/6) di Jakarta, di sela-sela acara Gebyar Wisata Nusantara di JCC. Pihak pembeli berani menawarkan harga Rp 5 juta sampai Rp 20 juta per naskah kuno. "Bahkan, ada naskah yang kalau mau dijual, pihak pembeli berani dengan harga berapa pun besarnya," katanya.  

Naskah-naskah kuno di Kota Tanjungpinang banyak diincar, karena Tanjungpinang sarat akan sejarah, di mana terdapat banyak sekali situs-situs dan naskah kuno peninggalan Kerajaan Melayu (Riau Lingga) pada kurun waktu 1722 sampai 1911. Ketika 200-an tahun lalu Pulau Penyegat menjadi Pusat Kerajaan Melayu, Tanjungpinang mencapai masa kejayaannya sebagai pusat perdagangan dan Pusat Budaya Melayu.

Naskah-naskah yang banyak diincar adalah karya-karya Raja Ali Haji, Aisyah Sulaiman Riau, Haji Ibrahim, dan Rudian Club. Bahkan, untuk karya berjudul Syair Kadamuddin karya Aisyah Sulaiman Riau, berapa pun harganya, pihak pembeli berani bayar.

Pemerintah Kota Tanjungpinang, kata Abdul Kadir Ibrahim, memberikan perhatian tinggi kepada masyarakat yang masih menyimpan naskah-naskah kuno. Bahkan, ada seorang warga mempunyai koleksi sampai 50 naskah kuno. Salah satunya Kitab Pengetahuan Bahasa, karangan Raja Ali Haji, yang ditulis abad ke-19.

Sebagian karya-karya yang merupakan warisan budaya Melayu yang tak ternilai harganya itu, disimpan di Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah, yang diresmikan Januari 2009 lalu, jelasnya.

Karena terbatasnya dana perawatan dan dana pengganti bagi masyarakat yang mau menyerahkannya ke museum, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwis ata Kota Tanjungpinang itu berharap perhatian dari pemerintah pusat. Sebab, dengan keterbatasan dana, selain naskah kuno yang ada terancam hancur atau rusak, juga dikhawatirkan bisa berpindah tangan, dari masyarakat pemilik kepada pihak asing, yang kemudian bisa mengklaim sebagai warisan budaya milik mereka.

 

Berpindah tangan

Kenyataan yang sama, sebelumnya juga diungkapkan Mukhlis PaEni, ahli dan peneliti naskah kuno, dalam seminar Strategi Kebudayaan dan Pengelolaannya di Jakarta. Manuskrip Nusantara, mengalir setiap hari ke tangan pembeli naskah/manuskrip yang berani membayar paling rendah Rp5 juta untuk jenis naskah yang apa adanya dan compang-camping hingga Rp 50 juta untuk naskah-naskah utuh bahkan lebih, katanya.

Naskah-naskah Nusantara dari berbagai daerah seperti Riau, Kepri, Palembang, Aceh, Sumatera Barat, Pontianak, Mempawa, Sambas, bahkan naskah-naskah Suluk Jawa, Lontar-lontar Bugis-Makassar dan Sasak, setiap hari jatuh ke tangan pembeli.

Mukhlis menjelaskan, satu per satu manuskrip Nusantara seperti Hikayat Shahi Mardan, Hikayat Cekel Wanengpatih dan h ikayat-hikayat panji lainnya, Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Riau, Hikayat Tumenggung Aria Wangsa, Hikayat Muhammad Hanafiah, Serat Ambiya, Serat Jaya Lengkara, Serat Centini, Serat Panji Kuripan, Serat Suluk Tambang Raras dan banyak lagi yang sudah mengalir ke negeri orang.

Mukhlis mengungkapkan, 19 tahun lalu telah dilakukan upaya me-microfilm naskah-naskah Lontar Bugis-Makassar atas biaya The Ford Foundation. Upaya tersebut dilakukan selama dua tahun dan berhasil me-microfilm 4.000 naskah Bugis-Makssar. Sebanyak 3.000 naskah di antaranya sudah tersusun dalam sebuah katalog yang diterbitkan Arsip Nasional RI bersama Gadjah Mada University Press tahun 2002.

Apa yang terjadi setelah 19 tahun ialah, lebih dari separuh naskah yang sudah di-microfilm itu saat ini tidak ada lagi di tangan pemiliknya. Sedang selebihnya rusak termakan usia, atau dijual sebagai barang antik, tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com