Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Diharapkan Bantu Komunitas Marjinal

Kompas.com - 04/06/2009, 17:38 WIB

KULON PROGO, KOMPAS.com — Kalangan masyarakat diharapkan bisa lebih menerima dan membantu mengarahkan komunitas marjinal agar tidak terjebak dalam aktivitas negatif. Resistensi dan penolakan hanya memperburuk keadaan sosial karena kaum minoritas itu akan merasa kehilangan kesempatan untuk berkarya.

Menurut Direktur Pelaksana Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Cabang Kulon Progo, Paulo Ngadicahyono, kelompok marjinal tersebut adalah anak jalanan, pengguna narkoba, pekerja seks, dan komunitas lesbian, gay, biseksual, transseksual atau transjender (LGBT). Selama ini kelompok-kelompok itu hidup dalam kungkungan stereotip negatif sebagai penyandang penyakit sosial sehingga mereka tak bisa lepas dari stigma dan diskriminasi.

"Padahal, mereka ini adalah bagian dari keberagaman sosial masyarakat. Mereka juga memiliki potensi yang bisa bermanfaat bagi masyarakat apabila diberi kesempatan," tutur Paulo dalam acara Pertemuan Komunitas Marjinal dengan Organisasi Sosial Masyarakat Terkait Isu HIV/AIDS di Wates, Kamis (4/6).

Ditambahkan Olivia Sonya Aresta, perwakilan dari komunitas Waria Badran, Yogyakarta, anggota kelompok marjinal bisa siapa saja. Bahkan termasuk pula teman, keluarga, dan orang terdekat.

Mereka yang berani mengungkap identitas diri dan mengakui perbedaan orientasi seksual baru sebagian kecil. Sementara yang lain memilih untuk hidup menyamar dan berbaur bersama dengan masyarakat karena masih takut didiskriminasi.

Oleh karena itu, masyarakat perlu disiapkan jika sewaktu-waktu mereka menyadari kenyataan bahwa orang-orang di sekitar mereka adalah bagian dari komunitas marjinal. Dengan demikian, masyarakat tidak menolak, melainkan membantu mengarahkan setiap individu untuk berkarya di bidang-bidang yang positif.

"Waria, misalnya, tidak perlu harus selalu mengamen di jalan atau bekerja di salon, tetapi bisa diberi kesempatan berkarya di bidang lain. Demikian juga dengan anak jalanan dan pengamen yang mungkin bisa mengembangkan kesenian lokal masyarakat," katanya.

Secara khusus, Sonya memuji kondisi sosial di Kulon Progo yang lebih terbuka dan ramah terhadap kaum marjinal. Kondisi itu sulit ditemukan di daerah lain. Menurut Sonya, Kulon Progo masih memegang sistem sosial pedesaan yang kuat, yakni mengedepankan kesetaraan dan memanusiakan manusia.

Sekretaris Dharma Wanita Kulon Progo Sri Wahyu Widharti yang hadir dalam pertemuan tersebut mendukung keinginan kaum marjinal untuk dapat lebih diterima masyarakat. Menurutnya, sudah saatnya masyarakat bisa menerima kondisi keberagaman yang tidak hanya mencakup suku, ras, dan agama, tetapi juga pilihan hidup serta orientasi seksual. Ia pun menyarankan agar sosialisasi kelompok marjinal dilakukan hingga ke tingkat desa dan dusun.

"Kata kunci dari penerimaan sosial adalah keterbukaan. Untuk itu, kelompok marjinal perlu membuka diri, dan masyarakat juga harus dapat membuka kesempatan bagi mereka," katanya.

Hanya saja, sebagai kaum minoritas, kelompok marjinal harus berusaha lebih keras untuk meyakinkan tokoh masyarakat dan juga menghormati norma sosial. Sri yakin, apabila kelompok marjinal bisa lebih menonjolkan potensi diri yang positif dan bertanggung jawab, maka masyarakat akan menerima mereka. "Semua orang pasti memiliki kekurangan," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com