Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mega-Pro Akan Cabut UU-BHP karena Tidak Merakyat

Kompas.com - 03/06/2009, 17:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pasangan Megawati-Prabowo (Mega-Pro) akan mencabut Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) karena dinilai tidak berpihak pada rakyat miskin.

"UU BHP itu merupakan bentuk komersialisasi pendidikan," kata tim ahli pasangan Mega-Pro, Widya Purnama, dalam diskusi Kedaulatan Pangan dan Energi, di Media Centre Mega-Pro, Jakarta, Rabu (3/6).

Menurut Purnama, konsep UU BHP tidak memberikan jaminan bagi rakyat miskin untuk mendapatkan hak pendidikan yang sama.

Hal itu disebabkan terjadi komersialisasi dan penurutan mekanisme pasar yang lebih berorientasi bisnis dalam penerapan UU BHP.

Fenomena itu menyebabkan pihak pengelola pendidikan dapat berbuat sekehendak hati dalam menetapkan biaya pendidikan untuk mendapatkan keuntungan karena komersial dan memenuhi tuntutan mekanisme pasar.

Kondisi itu menyebabkan rakyat miskin tidak mampu mendapatkan pendidikan karena tidak mampu menyiapkan dana sesuai yang diminta pengelola pendidikan.

Karena itu, UU BHP harus dicabut karena tidak menjamin pemerataan hak dalam mendapatkan pendidikan yang layak, kata mantan Direktur Utama (Dirut) Pertamina itu.

Untuk menambah hak mendapatkan pendidikan yang layak itu, Mega-Pro juga akan memberlakukan wajib belajar selama 12 tahun.

Semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan selama 12 tahun dengan biaya negara. "Semua itu mampu dilakukan karena Indonesia memiliki kekayaan alam berlimpah yang harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat," kata Widya Purnama yang juga mantan Dirut Indosat itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com