JAYAPURA, KOMPAS.com -
Hal itu dipicu oleh ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Komandan Yonif 751/BS Letkol (Inf) Lambok Sihotang.
Dalam peristiwa itu, Wakil Komandan Yonif 751/BS Mayor (Inf) Raimond Power Simanjuntak mengalami luka bocor di
Situasi baru terkendali Rabu sore setelah Panglima Komando Daerah Militer XVII Cenderawasih Mayor Jenderal AY Nasution turun ke lapangan.
Aksi itu diduga berawal dari kekecewaan para prajurit terhadap sikap Lambok Sihotang yang dinilai kurang peduli atas kematian Prajurit Satu Joko, salah satu anggota Yonif 751/BS.
Joko, anggota Kompi E Sukamto (Sentani), meninggal hari Minggu (26/4) di Rumah Sakit TNI Marthen Indey, Jayapura, karena kanker. Sebelum meninggal, Joko membuat surat wasiat agar ia dimakamkan di Nabire, Papua.
Kepala Penerangan Kodam XVII Cenderawasih Letkol (Inf) Susilo di Markas Kodam Cenderawasih, Jayapura, Rabu, mengatakan, saat bertugas di Sukamto, 70 kilometer dari Markas Yonif 751/BS, Joko yang kelahiran Nabire itu menderita kanker selama dua bulan.
”Korban minta izin kepada atasan agar diobati secara tradisional di rumah orangtuanya di Nabire. Setelah diobati secara tradisional di Nabire, kondisi kesehatan korban tidak membaik,” kata Susilo.
Joko sempat dibawa ke Kodim Nabire untuk mendapatkan perawatan. Setelah beberapa hari dirawat, kondisi Joko terus memburuk sehingga ia dirujuk ke Rumah Sakit TNI AD Marthen Indey di Jayapura.
Setelah dirawat selama seminggu di rumah sakit, Joko meninggal dunia. Jenazah Pratu Joko kemudian dibawa oleh rekan-rekannya ke Markas Yonif 751/BS di Sentani.
”Rekan-rekannya menginginkan korban dimakamkan di Nabire. Namun, biaya pesawat terbang ke Nabire mencapai Rp 70 juta. Komandan Yonif tak mampu menyediakan dana sebesar itu. Diusulkan jenazah Joko dimakamkan di Jayapura saja,” kata Susilo.
Akan tetapi, rekan-rekan
Beberapa saat setelah jenazah Pratu Joko diberangkatkan, sekitar pukul 13.00, rekan-rekan Joko mengamuk. Mereka melepaskan tembakan berulang kali ke udara. Mereka juga memblokade jalan umum depan markas dengan melintangkan balok kayu dan batu di tengah jalan.
Hal serupa dilakukan pada jalan masuk kediaman Komandan Yonif Letkol (Inf) Lambok Sihotang dan Wakil Komandan Yonif Mayor (Inf) Raimond Power Simanjuntak.
Mereka juga mengejar para perwira yang berada di markas sambil melepaskan tembakan membabi buta. Belum diketahui adanya korban akibat tembakan
Para prajurit mengeluarkan pernyataan terhadap Komandan Yonif itu. Menurut mereka, komandan selalu mencari keuntungan atas jerih payah anak buah, misalnya memotong uang lauk-pauk, jatah beras, dan tunjangan lain.
Kematian Pratu Joko dinilai sebagai salah satu dampak dari kurangnya perhatian Komandan
Pukul 14.30, tujuh wartawan yang meliput peristiwa tersebut dihalau. Sejumlah prajurit merampas kamera mereka. Saat itu, para wartawan baru saja selesai meliput kegiatan menjelang 1 Mei Hari Penentuan Pendapat Rakyat Papua Barat. Saat mampir makan di warung makan di depan Markas Yonif 751/BS, para wartawan terkejut melihat keributan di halaman markas batalyon. Mereka segera mengeluarkan kamera dan mengabadikannya.
Para tentara tidak suka unjuk rasa mereka diliput wartawan. Beberapa di antara mereka langsung merebut kamera wartawan, dilanjutkan dengan merazia rumah makan dan menyita semua kamera meski ada wartawan yang tak ikut meliput.
Hingga Rabu petang, belum diperoleh keterangan resmi
Hal serupa dikemukakan Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Brigjen Christian Zeboa yang dihubungi di Jakarta, Rabu. Menurut dia, unjuk rasa itu sudah dapat diatasi pada sore hari dengan kedatangan Panglima Kodam Mayjen AY Nasution.
”Saat ini situasi sudah kondusif. Tadi sore Pangdam sudah shalat bersama para prajurit,” kata Christian Zeboa.
Ia juga menjelaskan, tidak
Ia mengatakan, untuk pembinaan lebih lanjut, Kepala Staf TNI AD mungkin akan berkunjung ke Papua. Namun, hal itu belum dapat dipastikan.
Nanto, warga Sentani yang dihubungi, mengatakan, situasi
”Tadi siang memang jalan di sekitar markas batalyon ditutup, tetapi jalur lain lancar,” kata Nanto.