Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapolda Tak Tahu Anak Buahnya Digunakan Sisno

Kompas.com - 16/04/2009, 17:56 WIB

MAKASSAR, KOMPAS.com — Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat Irjen Matius Salempang menyatakan tidak tahu-menahu kalau anak buahnya digunakan Sisno untuk menggugat perdata Koordinator Koalisi Jurnalis Makassar Tolak Kriminalisasi Pers, Jupriadi Asmaradhana.

"Saya belum tahu. Saya belum tahu apakah staf Pembinaan Hukum Polda Sulselbar memiliki izin untuk berpraktik atau tidak. Pada prinsipnya, Binkum Polri bisa dimanfaatkan untuk memberikan bantuan hukum kepada keluarga besar Polri," kata Salempang ketika dikonfirmasi di Makassar, Kamis (16/4).  

Salempang menyatakan, dirinya baru mengetahui jika Sisno mengajukan gugatan perdata senilai Rp 10 miliar kepada Jupriadi ketika membaca surat kabar pada Kamis pagi tadi. Ia menyatakan belum bisa menanggapi keberatan tim kuasa hukum Jupriadi atas digunakannya staf Binkum Polda Sulselbar sebagai kuasa hukum Sisno dalam gugatan perdata itu.   

"Saya tidak tahu persis karena saya memang belum tahu gugatan perdata itu menggunakan Binkum Polda," kata Salempang saat ditemui dalam peninjauan Bakti Sosial TNI Pelayanan Gratis Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Terpadu di Makassar.  

Gugatan Rp 10 miliar itu terkait dengan pengaduan Jupriadi Asmaradhana kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Komisi Kepolisian Nasional. Jupriadi mengadukan Sisno yang disebutnya mengkriminalisasi pers karena, saat menjabat sebagai Kapolda Sulselbar, Sisno menganjurkan pejabat publik untuk melaporkan sengketa akibat pemberitaan kepada polisi.  

Anjuran agar sengketa pemberitaan dilaporkan kepada polisi itu terjadi saat Sisno menjadi pembicara dalam Rapat Kerja Gubernur dengan Bupati dan Wali Kota se-Sulawesi Selatan di Makassar, 19 Mei 2008. Dalam rekaman yang didapatkan Kompas dari sumber yang minta dirahasiakan, pada rapat itu Sisno menyatakan pejabat harus berani menggugat wartawan.

"Jadi tuntut saja. Laporkan. Kita akan proses. Nanti kita minta pertimbangan Dewan Pers. Kita hargai mereka. Kita proses. Ada keberanian kita harus menggugat wartawan. Karena wartawan ini seenaknya. Dan dia juga berdasar pesanan juga. Jadi ada keberanian kita untuk (me)-nyikat wartawan. Karena citra kita ini sering.... Kita mau meningkatkan citra dengan memperbaiki kinerja. Kita berfikir melalui peningkatan kinerja yang baik, tetapi tidak cukup itu ternyata. Citra kita diolok-olok terus, diperburuk terus, dengan tadi. Sedikit yang mungkin ada benarnya mereka, tetapi seringnya salah, ya itu diungkap. Dan selama ini kita takut, enggak ada keberanian untuk mengomplain balik. Kita komplain saja kita punya wartawan. Dan Undang-undang Pers belum lex spesialis," kata Sisno sebagaimana terdengar dalam rekaman itu.

Dalam Jambore Dewan Pers di Hotel Taman Marannu Makassar pada 30 Mei 2008, Sisno kembali menyatakan Undang-Undang Pers bukan lex spesialis.

Atas pernyataan-pernyataan Sisno itulah, Koalisi Jurnalis Makassar Tolak Kriminalisasi Pers yang dikoordinasi Jupriadi mengadukan pernyataan Sisno itu kepada Dewan Pers, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, dan Komisi Kepolisian Nasional karena pernyataan itu dianggap sebagai anjuran kriminalisasi pers.  

Aduan Jupriadi itu justru membuat dia menghadapi meja hijau. Di Pengadilan Negeri Makassar, Jupriadi didakwa telah melakukan fitnah, membuat laporan palsu, dan menghina kekuasaan Sisno. Belum lagi kasus pidananya diputus Pengadilan Negeri Makassar, Sisno mendaftarkan gugatan perdata dengan tuntutan ganti rugi imaterial Rp 10 miliar dan ganti rugi materiil Rp 25 juta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com