Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Caleg Serbu Goa Pertapaan Soekarno

Kompas.com - 27/03/2009, 08:59 WIB

BANYUWANGI, KOMPAS.com — Tiga goa di Kabupaten Banyuwangi yang disebut-sebut warga setempat pernah jadi tempat pertapaan Presiden pertama RI Soekarno ramai dikunjungi para calon anggota legislatif (caleg).

Goa-goa itu adalah Goa Istana, Goa Mayangkoro, dan Goa Padepokan di kawasan Alas Purwo, 67 kilometer dari Kota Banyuwangi.

Menurut warga setempat, konon goa-goa itu biasa dijadikan tempat semedi oleh almarhum Soekarno. Di kalangan warga, Alas Purwo terkenal sebagai hutan yang sangat angker.

Subakti (51), petugas pos jaga Alas Purwo, mengatakan, setiap hari sekitar 300 orang datang ke goa-goa tersebut. Sebagian besar adalah para calon anggota DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, dan DPR RI yang berhasrat sekali untuk terpilih dalam Pemilu 9 April mendatang.

Subakti mengetahui tujuan para pengunjung karena setiap pengunjung wajib menyampaikan maksud kedatangan mereka. Selain bertapa, para pengunjung ada juga yang datang untuk membeli benda pusaka seperti keris, batu delima, dan sebagainya.

Salah satu yang paling dicari adalah keris Jalak Tilamsari. Keris 30 cm tanpa luk (lekukan) ini diyakini dibuat Empu Andajasangkala pada 1186 tahun Jawa. Namun tak ada yang bisa menjelaskan di mana keris tersebut saat ini.

Alas Purwo, bagian dari Taman Nasional Alas Purwo (TNAP), terletak di wilayah Kecamatan Tegaldlimo, Banyuwangi. Di TNAP yang seluas 43.420 hektar terdapat sedikitnya 40 gua yang dianggap keramat. Gua yang sering dijadikan tempat meditasi adalah Gua Istana, Gua Mayangkoro, Gua Putri, dan Gua Padepokan.

Untuk mencapai Alas Purwo, perjalanan memakan waktu sekitar 2,5 jam dengan kendaraan darat dari pusat kota Banyuwangi ke selatan. Jarak kedua tempat ini sekitar 67 km. Sepanjang 17 km terakhir, medannya sangat berat karena jalannya rusak dan batu-batu sebesar kepalan tangan tersebar di sepanjang jalan.

Aturan tak tertulis yang berlaku di kawasan ini, pengunjung yang akan bermeditasi di goa harus mandi dulu di sungai Tempuran. Sungai ini bersebelahan dengan pos Resor Pancur TNAP atau sekitar lima meter dari bibir pantai Pancur. Sungai Tempuran merupakan pertemuan sungai Parangireng dan Sendengsuryo yang dipercaya bisa membuat seseorang tampil memikat dan juga berkhasiat menyembuhkan sakit.

Menurut Subakti, goa-goa di Alas Purwo dikeramatkan sejak nenek moyang dulu. Menurut cerita turun-temurun, Soekarno pernah bertapa di beberapa goa di Alas Purwo. Cerita tentang Soekarno ini menaikkan pamor Alas Purwo.

Salah satu caleg DPRD Banyuwangi, sebut saja Pras, mengaku pernah datang ke tempat itu. Ia bersemedi di sebuah kompleks makam di Alas Purwo dan bermimpi ditemui seorang ratu. Menurut juru kunci makam, mimpi itu pertanda bagus.

Selain bersemedi di goa dan makam, datang ke orang pintar juga merupakan cara para caleg untuk memuluskan upayanya menjadi anggota dewan. Salah satu caleg dari Jember, sebut saja Win, mengaku harus puasa mutih atau puasa dengan memakan nasi saja. Sedangkan Fadil, juga caleg untuk kursi DPRD Jember, harus menanam sejumlah paku di daerah pemilihannya. Dengan menanam paku yang disarankan `orang pintar` yang didatanginya, Fadil disebut akan bisa menggaet warga daerah tersebut. Karena syaratnya aneh, yakni penanaman paku itu dilakukan malam hari, beberapa kali Fadil dicurigai warga.

Paranormal Ki Joko Bodo mengatakan, tiga bulan terakhir tempat praktiknya didatangi sejumlah caleg yang hendak bertarung di pemilu mendatang. “Banyak sekali kalau caleg. Sejak Desember 2008 lalu, rata-rata klien saya adalah caleg,” ujarnya. Ki Joko mengatakan, para caleg meminta agar mereka sukses di daerah pemilihannya masing-masing.

Setiap caleg yang menjadi klien Ki Joko diwajibkan menjalani ritual seperti mandi di kolam Sendang Drajat di Gunung Lawu, Jawa Tengah. Selain itu, ada juga yang diberi jimat. Setiap caleg biasanya harus datang kepada Ki Joko dua hingga tiga kali sebelum pemilu berlangsung. Soal tarif, Ki Joko Bodo memiliki patokan khusus dibandingkan paranormal lain. Namun, ia mengaku tidak mendapatkan keuntungan banyak dari ramainya caleg yang datang.

Guru Besar Antropologi Universitas Indonesia (UI) Achmad Fedyani Saifuddin mengatakan, pergi ke dukun adalah bagian dari mitos yang diyakini sebagian besar masyarakat. Ada kepercayaan bahwa selain menempuh jalur formal seperti seleksi administratif lewat partai, mereka harus menempuh jalan gaib untuk bisa lolos sebagai caleg. “Tetapi, seharusnya para caleg berjuang dan bersaing secara fair dan rasional. Jika 50 persen caleg menggunakan cara-cara gaib, bisa dibayangkan seperti apa kualitas caleg ini,” ujarnya.

Peramal ternama Mama Lauren mengakui bahwa sejumlah caleg menghubunginya dan meminta tolong. “Memang banyak, tapi saya tolak. Saya sudah tidak mau mengurusi caleg, saya tidak mau ikut campur masalah politik,” ujarnya saat dihubungi melalui telepon, Kamis (26/3) malam.

Menurut Mama Lauren, para caleg sebaiknya tidak lagi mendatangi paranormal dan lebih baik jika menghubungi rumah sakit jiwa. Menurutnya, banyak caleg stres dan bahkan mengalami gangguan jiwa jika tidak terpilih, terutama mereka yang sudah keluar uang banyak untuk berkampanye. Baik itu uang milik sendiri atau yang berasal dari utang.

“Sekarang saja para caleg dan politisi yang ada di dewan itu sudah banyak yang ngawur omongannya. Kelakuan mereka juga macam-macam, apalagi nanti kalau tidak terpilih,” imbuhnya. Mama Lauren memprediksi, kondisi politik Indonesia akan kacau usai pemilu nanti. “Saya hanya bisa katakan kacau! Bagaimana nantinya? Saya tidak mau komentar lagi,” katanya.st9/warkot

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com