”Ada korslet pada salah satu komponen
Gangguan pada Gardu Induk Tegangan Tinggi Suralaya sekitar pukul 11.39 itu mengakibatkan PLTU Suralaya, yang terdiri atas tujuh unit pembangkit dan memiliki kapasitas total 3.400 MW, tidak bisa memasok daya ke sistem. Akibatnya, sistem Jawa- Bali, yang pada saat itu dalam posisi terbebani 12.000 MW, kehilangan daya sangat besar, yakni sekitar 1.200 MW.
Guna menyeimbangkan dengan daya yang hilang, PLN lalu mengurangi beban dengan memadamkan aliran listrik.
Menurut keterangan para pekerja di kompleks PLTU Suralaya, terdengar suara ledakan dari gardu induk beberapa saat setelah terjadi gangguan. Ledakan terdengar seperti suara bom sehingga menyebabkan guncangan. Namun, tidak ada percikan api ataupun asap yang keluar bersama dengan suara ledakan.
”Seperti ada gempa saja,” kata seorang karyawan yang diungsikan ke luar areal pembangkit.
Hingga sore hari, suara rentetan ledakan masih terdengar dari areal jaringan transmisi. Namun, suara ledakan susulan itu relatif lebih kecil dibandingkan dengan suara ledakan pertama. Suara ledakan itu lebih mirip suara petasan berukuran besar.
Menurut Murtaqi, percikan api dan suara ledakan lazim terjadi saat terjadi korsleting. PLN masih mencari penyebab gangguan tersebut. Ia memastikan unit-unit pembangkit Suralaya pada saat itu beroperasi normal.
Dia menegaskan, gangguan di Gardu Induk Tegangan Tinggi Suralaya tidak sampai menyebabkan pemadaman total atau
”Pemadaman hanya terjadi di sebagian wilayah Jawa Barat yang berada paling dekat dengan Suralaya dan tidak bisa mendapatkan pengalihan pasokan dari tempat lain,” katanya.
Pada 18 Agustus 2005, gangguan di PLTU Suralaya memicu terputusnya jaringan interkoneksi 500 kilovolt Saguling-Cibinong-Cilegon yang menyebabkan sistem Jawa-Bali kehilangan beban sebesar 4.000 MW.