Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usaha Tembikar Kolaps

Kompas.com - 16/03/2009, 05:00 WIB

Banyuasin, Kompas - Frekuensi dan curah hujan yang relatif tinggi menimbulkan keresahan perajin tembikar di sentra industri tembikar di Desa Sukajadi, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin. Akibat kesulitan mengeringkan produk, produksi turun hingga 50 persen.

Wiyarsih (50), salah seorang perajin tembikar di Sukajadi, mengungkapkan, pengeringan merupakan tahap terpenting dalam pembuatan tembikar. Pada masa normal, dibutuhkan penjemuran hasil cetakan mentah tembikar selama sehari. Namun, pada masa hujan ini, pengeringan membutuhkan waktu 3-4 hari.

Akibatnya, bila dalam sehari semalam biasanya Wiyarsih rata-rata dapat menghasilkan tembikar sebanyak 100 buah, kini tinggal 45 sampai 50 tembikar. Tembikar yang dihasilkan di antaranya asbak, vas bunga, muk, dan suvenir pernikahan.

Hal yang sama dialami Suherman (30), perajin lainnya di Sukajadi. Kendala pengeringan itu membuat perajin tak dapat memenuhi pesanan tepat waktu. Akibatnya, banyak pesanan yang terpaksa ditunda.

”Pengeringan ini tak dapat diremehkan. Tembikar yang pengeringannya kurang, lalu langsung dibakar, bisa-bisa pecah meledak kalau kena panas. Kami tak mau seperti itu. Jadi, harus sampai benar-benar kering walau sampai empat hari karena hujan,” papar Suherman.

Kondisi tersebut mengakibatkan pemenuhan pesanan molor dari waktu yang ditentukan. Untuk produk yang tidak didasarkan pada pesanan, kapasitas produksinya pun jauh menurun. Suherman menyebutkan, dalam cuaca normal, dia dapat mengirim tembikar dalam bentuk guci ke Padang atau Jambi dalam jumlah 1,5 truk atau setara dengan 90 buah. Namun, kini dalam sebulan ia hanya mampu mengirim 50 sampai 60 buah guci.

Berbeda dengan perajin tembikar modern seperti di Yogyakarta atau Klampok, Jawa Tengah, perajin tembikar di Sukajadi belum memiliki alat bantu pengering. Mereka masih mengandalkan sinar matahari sebagai pengering alami.

Butuh modal

Suherman mengungkapkan, sejauh ini pasar andalan produk tembikarnya berasal dari Jambi, Minang, dan Padang. Sering kali dia kewalahan memenuhi pesanan. Terbatasnya modal dan kapasitas produksi membuat dia tak mampu memproduksi sesuai permintaan pasar.

”Kalau saja ada bantuan modal dari pemerintah, atau dari bank, mungkin kami bisa berkembang lagi dengan membeli peralatan yang lebih memadai. Selama ini kami hanya bisa memutar modal dari hasil penjualan. Jumlah produksinya pun tidak bisa bertambah banyak, apalagi kalau cuacanya seperti ini,” ujarnya.

(HAN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com