Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bubuhan, Benang Merah Urang Banjar

Kompas.com - 17/02/2009, 08:35 WIB

Oleh Nurul Fatchiati

SEGALA aspek kehidupan masyarakat Banjar berkelindan pada dua hal utama, agama dan kekerabatan. Apa pun konflik personal dan komunitas yang terjadi dalam etnis terbesar di Kalimantan Selatan tersebut dapat dirembuk lewat pendekatan bubuhan.

Di samping agama (Islam), urang (orang) Banjar dipertautkan pula melalui bubuhan. Merunut sejarah warga kampung Banjar, bubuhan awalnya menunjuk pada nama kelurahan atau lalawangan (wilayah setingkat kabupaten) tertentu.

Dalam perkembangannya, istilah yang berkembang pada zaman kesultanan itu tidak selalu mengacu pada nama wilayah. Saat ini bisa juga mengacu pada nama salah satu tokoh masyarakat setempat atau orang yang dihormati

Alfani Daud, pakar budaya Banjar, dalam bukunya Islam dan Masyarakat Banjar: Deskripsi dan Analisa Kebudayaan Banjar (1997) menuturkan bahwa bubuhan mulanya mengacu pada identifikasi seseorang sebagai warga atau anak kampung tertentu.

Seiring perjalanan waktu, istilah bubuhan merujuk pada salah satu identifikasi keberadaan seseorang dalam konteks sosio- kultural masyarakat Banjar. Secara sederhana, bubuhan dapat dipahami sebagai suatu wadah orang Banjar dalam satu ikatan kekerabatan.

Pada akhirnya, meskipun secara umum bubuhan bersandar pada garis keturunan, lokalitas, atau kesejarahan, wadah kekeluargaan itu makin berkembang. Sifatnya kini relatif lebih terbuka bagi siapa saja yang berhasil ”memetakan” posisi dirinya dalam suatu kelompok atau komunitas.

Dalam konteks politik kekuasaan di wilayah ini, bubuhan sangat berperan penting. Kepatuhan masyarakat Banjar terhadap patron tokoh agama atau ulama dan tokoh masyarakat dapat menjadi nilai tambah terhadap konsep bubuhan.

Apriansyah, dosen politik dari Universitas Lambung Mangkurat, Kota Banjarmasin, menyatakan, bubuhan menjadi sandaran untuk mencandrai eksistensi seseorang, melacak jejaring orang yang bersangkutan, dan akhirnya menetapkan orang tersebut kawan atau lawan dalam berpolitik.

Bubuhan yang menjadi sandaran ikatan kekerabatan masyarakat dan Islam tersemai dan terpelihara lewat budaya sungai. Islam membangun sikap kepatuhan masyarakat sebagai santri terhadap ulamanya sebagai patron dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam berpolitik. Sikap tersebut masih lestari, terutama pada ”santri duduk”.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com