Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Lain tentang Si Bocah Dukun dari Jombang

Kompas.com - 05/02/2009, 08:56 WIB

SRIYATI (57) mondar-mandir di sekitar rumah orangtua M Ponari (9) di Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Raut wajahnya tampak gusar. Mata kirinya terpejam. Wilayah di sekitar kantong matanya sesekali bergetar. ”Sudah bertahun-tahun saraf mata sebelah kiri saya tak berfungsi baik sehingga penglihatan pun terganggu,” tuturnya.

Sejumlah metode pengobatan medis telah dicobanya, tetapi hasilnya nihil. ”Makanya saya ke sini. Sebab, menurut sejumlah orang, Ponari bisa menyembuhkan penyakit apa saja,” tambah Sriyati.

Hingga kemarin memang cukup banyak orang yang antre di sekitar kediaman Ponari. Kabarnya, sudah ribuan orang datang berduyun-duyun ke Dusun Kedungsari itu. Magnetnya, tak lain adalah M Ponari.

Bocah kelahiran Jombang, 6 Juli 1999, putra tunggal pasangan Mukaromah-Kamsen ini tiba-tiba dikenal memiliki ”kekuatan” luar biasa. Ia bisa mengobati beragam penyakit. Kekuatannya berkaitan dengan sebuah batu yang didapatnya pada 12 Desember 2008.

Informasi yang beredar, batu itu didapatkannya bertepatan dengan lewatnya petir di atas kepalanya. Sejak itulah Ponari terkenal menjadi juru sembuh atau tabib alias dukun cilik.

Praktik pengobatan Ponari sederhana. Batu yang menjadi ”aji kekuatan” itu cukup dicelupkan ke dalam air atau digosok-gosokan pada bagian tubuh yang terasa sakit. Dari praktik seperti ini, banyak pasien yang mengaku sembuh dari penyakitnya.

Pingsan

Menurut Sriyati, tidak mudah untuk bisa berobat pada Ponari, yang berpraktik setiap hari—kecuali Jumat—mulai pukul 07.00 hingga 16.00. Ia harus berkali-kali datang ke sana. ”Yang antre banyak sekali. Saya pernah pingsan gara-gara tak kuat berdesakan dengan pasien lain,” ceritanya.

Sriyati masih terbilang beruntung. Dua warga, yang juga berdesakan di dusun yang jalannya becek saat musim hujan itu, kini bahkan tinggal nama. Rumiyadi (58), warga asal Desa Sumberejo, Kecamatan Purwoasri, Kediri, meninggal Sabtu (31/1) lalu sebelum menjalani pengobatan. Adapun Nurul Miftadi (44), asal Dusun Kedung Timongo, Desa Megaluh, Kecamatan Megaluh, meninggal sehari kemudian, 1 Februari 2009, setelah berobat.

Polisi menyatakan, kedua warga itu meninggal akibat penyakit mereka. Namun, fakta menunjukkan, mereka ikut berdesak-desakan di dusun tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com