Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Topeng Monyet Berani Saingi PS

Kompas.com - 11/11/2008, 08:06 WIB

SEORANG pria berjalan sambil menenteng bedug kecil di tangan kanan seraya  memikul kotak kayu berukuran sekitar 30 x 50 cm. Di dalam kayu duduk seekor monyet, tergantung beberapa mainan ukuran mini seperti kursi, sepeda motor mainan, topeng barongan dan payung.

Pria tersebut bernama Supri (30) warga RT 3/RW3 Desa-Kecamatan Wates, Kabupaten Blitar. Dia pengamen yang berkeliling kampung sambil menabuh bedug dengan irama khas pertunjukan topeng monyet.

Ketika ada warga memanggil untuk nanggap, Supri langsung mengeluarkan monyet miliknya --bernama Sarinah-- kemudian menyebar mainan berukuran kecil yang dibawanya. Sambil terus menabuh bedug, Supri memberikan perintah kepada Sarinah untuk melakukan atraksi yang menarik bagi anak-anak.

“Lumayan, berkat monyet ini saya dapat menyambung hidup keluarga,” ujar bapak satu orang anak ini kepada Surya, pekan  lalu.

Pekerjaan sebagai pengamen topeng monyet dilakukan Supri sejak tujuh tahun lalu. Diawali ketika melihat tetangga yang dianggap sukses menjadi pengamen topeng monyet keliling, dia nekat membeli seekor monyet betina bernama Sarinah seharga Rp 650.000 sekaligus perlengkapan 'konser' dari salah seorang pelatih topeng monyet yang juga tetangganya.

Setelah diberi sedikit pelajaran, Supri segera mencoba keberuntungan dengan mengamen dari kampung ke kampung. “Saat pertama ngamen, saya patok tarif Rp 2.500 untuk setiap pertunjukkan sekitar 15 menit,” kenangnya.

Kini untuk setiap konser Supri mematok tarif Rp 7.500. Selain berkeliling, Supri melayani panggilan untuk pesta ulang tahun anak-anak dengan tarif Rp 150.000 - Rp200.000 selama acara berlangsung. “Tapi jarang, sebulan sekali juga belum tentu ada,” aku Supri.

***

DARI berkeliling kampung ke kampung, Supri mengaku dalam sehari bisa mendapat lima sampai 10 job pertunjukan. Tetapi,  bukan hanya di Blitar saja melainkan bisa sampai ke luar kota seperti Malang, Tulungagung, Kediri, dan Surabaya.

Itu sebabnya, dia terpaksa jarang pulang ke rumah lantaran harus keliling sampai ke luar kota. Supri biasa meninggalkan keluarga di rumah antara sepekan sampai sebulan. “Kalau keluar bisa sampai sebulan, dan untuk menghemat uang saya menginap di balai desa,” ungkapnya.

Dia mengakui, kalau tidak berkeliling sampai ke luar kota, akan sulit mendapatkan job. Apalagi dengan kemajuan zaman, di mana saat ini permainan anak-anak semakin canggih, seperti PlayStation (PS) dan mobil rakitan Tamiya. Namun Supri yakin topeng monyet masih punya penggemar, meskipun semakin berkurang.

Di desa tempat asal Supri, banyak tetangga yang memiliki profesi serupa. Bahkan yang sudah pengalaman puluhan tahun, meningkat menjadi pelatih monyet dan menjual perlengkapan mainannya. Dengan modal Rp 1 juta-1,5 juta, bisa mendapatkan monyet  terlatih. Tergantung kepandaian dan jenis kelengkapan mainannya.

Menurut Sulaiman (45) pelatih topeng monyet asal Desa-Kecamatan Wates, banyak warga di desanya yang memilih profesi sebagai pengamen topeng monyet. “Awalnya saya juga ngamen, sekarang beralih menjadi pelatih monyet dan menjual perlengkapannya,” papar Sulaiman.


Tidak mudah melatih monyet sampai siap diajak keliling meraup rupiah, perlu waktu antara tiga-enam bulan sampai monyet terampil memainkan berbagai permainan. Monyet yang dilatih rata-rata berusia sekitar setahun.

“Selain ukurannya masih kecil dan terlihat lucu, juga mudah dibawa keliling disimpan dalam kotak,” katanya mengakhiri pembicaraan. (ARIEF SUKAPUTRA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com