Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

18.000 Hektar Hutan Rusak karena Pembalakan Liar

Kompas.com - 06/11/2008, 11:01 WIB

Bandung, Kompas - Pada 2008 sekitar 18.000 hektar hutan di Jawa Barat rusak karena pembalakan liar (illegal logging). Penegakan hukum yang lemah dan kurangnya kesadaran masyarakat membuat pembalakan liar marak terjadi.

Gubernur Jabar Ahmad Heryawan berharap ada sinergi antara berbagai pihak untuk menyelesaikan persoalan ini. "Masyarakat terutama yang harus dilibatkan dalam pengelolan hutan, terlebih bagi mereka yang selama ini tinggal di sekitar hutan," kata Gubernur seusai membuka rapat koordinasi pengendalian dan pengamanan hutan di Jabar, Rabu (5/11) di Bandung.

Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan (Dishut) Jabar, 1.517 desa berbatasan langsung dengan hutan negara. Pada wilayah-wilayah perbatasan itu, Dishut Jabar telah melakukan zonasi, yakni dengan mematok batas-batas antara hutan negara dan lahan milik masyarakat.

Kepala Dishut Jabar Anang Sudarna menjelaskan, jumlah pembalakan liar meningkat tajam pada awal-awal reformasi. Kerusakan hutan pun makin menjadi sejak otonomi daerah diterapkan pada 2002.

Pada 2008 kerugian negara akibat pembalakan liar di kawasan Jabar dan Banten mencapai Rp 2,6 miliar. Jumlah pohon yang hilang tercatat 6.777 batang.

Program pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) yang digalakkan Departemen Kehutanan (Dephut) pun belum menampakkan hasil signifikan untuk mengatasi pembalakan liar. Soal pembalakan liar yang disertai pendudukan lahan oleh masyarakat, Anang mengindikasikan, ada oknum provokator di balik tindakan itu.

Direktur Penyidikan dan Perlindungan Hutan dari Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam Dephut Awriya Ibrahim mengatakan, pembalakan liar sukar diatasi karena lemahnya penegakan hukum dan ada oknum-oknum petugas yang bermain mata dengan jaringan pelaku.

Penggantian lahan molor

Selain persoalan pembalakan liar, Jabar juga menghadapi persoalan banyaknya perusahaan, baik milik swasta maupun pemerintah, yang belum melunasi kewajiban ganti lahan atas pemanfaatan hutan negara.

Salah satunya, PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) yang merupakan produsen gula dengan wilayah operasi antara lain di Subang, Majalengka, dan Cirebon. "Sekitar 12.100 hektar lahan hutan di Jabar dimanfaatkan untuk keperluan produksi dan pabrik RNI, tetapi hingga 30 tahun belum ada lahan pengganti," ujar Anang.

Departemen Pekerjaan Umum juga belum mengganti lahan untuk pembangunan Waduk Cirata dan Saguling. Sesuai aturan, hutan negara harus diganti dengan luas lahan yang sama bila dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Untuk keperluan komersial, lahan pengganti seluas tiga kali lipat dari lahan yang digunakan. (REK)

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com