Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berpuasa di Gurun Gersang Taman BMW

Kompas.com - 03/09/2008, 14:20 WIB

SEJAUH mata memandang, hanya tampak hamparan luas puing-puing reruntuhan bangunan. Di tengah siang terik, beberapa pria membakar sisa-sisa sampah, sementara yang lain memunguti kayu-kayu sisa bangunan rumah.

Siapa menyangka daerah ini beberapa minggu yang lalu adalah perkampungan padat penduduk yang kini rata dengan tanah.Di antara reruntuhan itu terdapat satu tenda sementara. Beberapa orang berkumpul disana. Mereka yang merupakan sebagian warga memang masih bertahan di tempat itu. Sebagian dari mereka tinggal di tenda-tenda di pinggir rel kereta api hingga bawah kolong tol dekat lokasi penggusuran.

Memang, tanah yang didirikan oleh warga RT 10/RW 08 Kelurahan Papanggo, Jakarta Utara, ini sebelumnya lahan kosong untuk taman yang diberi nama Taman BMW. Salah seorang warga, Astuti, mengaku menempati lahan kosong ini karena setahun yang lalu ada himbauan dari pemerintah, warga miskin boleh menempati lahan kosong yang tidak dipakai.

"Saya kan ikut suami, jadi kami pindah dari Semper ke sini. Dulunya ini masih rawa-rawa, airnya setinggi paha, lalu digarap dan akhirnya bisa ditinggali. Lama kelamaan jadi ramai, eh malah digusur, kalau niat diusir dari dulu kan kita ga bangun macem-macem, padahal listrik dan air juga dah masuk," tutur ibu tiga anak ini, Selasa (2/9).

Kawasan ini dihuni sekitar 3.000 orang, dan mereka tengah membangun fasilitas umum seperti pasar, mushola, dan gereja. Mereka mulai tinggal di daerah yang sering disebut Taman BMW ini sejak tahun 2007.

Pascapenggusuran pada Minggu (24/8) lalu, sebagian dari mereka masih menunggu kejelasan nasib mereka yang belum ditentukan oleh pemerintah. Bulan Ramadhan ini mereka terpaksa tidur di tenda-tenda darurat dengan beralas kardus bekas.

Tama, salah satu warga korban gusuran, mengaku terpaksa tidak berpuasa karena tidak ada makanan untuk sahur maupun berbuka. "Yah, kalo orang lain kan puasanya ada sahur atau buka, kalau saya puasa terus. Kalau ada yang kasih makanan, baru makan," tutur pria beranak dua ini.

Ia sebenarnya ingin menjalankan ibadah puasa di bulan suci ini. Bahkan sebelum penggusuran ia sudah berencana membuat jadwal imam yang memimpin sholat dan tarawih. "Jadwal itu dah jadi, eh kok malah musholanya rata dengan tanah. Lagian kalo saya puasa sekarang, hati sedang ga jernih, apa iya ibadahnya diterima," ujarnya sambil membersihkan beberapa barang yang berserak di tendanya.

Tama yang sehari-hari memulung ban bekas ini tak mengira sebelumnya akan menjalani Ramadhan seperti ini. "Yang dipikir itu kan mo tinggal di mana sekarang. Istri dan dua anak saya titipkan di rumah saudara di Koja, padahal rumah mereka juga sempit," tutur lelaki asal Tegal itu.

Berbeda dengan Tama, Maryam justru memulai puasa bulan Ramadhan dengan ikhlas meski nasibnya tak jauh berbeda. Ia tinggal bersama suaminya, Bahlil, di tenda ukuran 3 X 2 meter yang hanya berisi kasur bekas. Peralatan dapur dan barang lain ditaruh di luar tenda.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com