Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mudik Nasional

Kompas.com - 02/09/2008, 09:44 WIB

Kalau cuma soal bikin acara unik, Komunitas Jalansutra memang enggak ada matinye. Untuk merayakan ulang tahunnya yang kelima - sebetulnya sudah lama lewat di bulan Mei yang lalu – begitu banyak usulan yang diajukan. Maklum, dengan anggota yang sudah berjumlah lebih dari 13.000, tentu saja banyak gagasan.

Tetapi, justru karena terlalu banyak gagasan, maka sudah hampir tiga bulan terlewat, ulang tahun itu belum juga dirayakan. Harry Nazarudin yang diserahi tanggung jawab sebagai penyelenggara jadi semakin botak memikirkannya. Untungnya, lomba foto yang digagasnya tetap berjalan dan berhasil menjaring banyak foto bagus tentang kuliner.

Memasuki bulan Agustus, tiba-tiba muncul sebuah gagasan dari Cindy Christian yang terlalu baik untuk dilewatkan. Tentu saja Cindy punya “kepentingan” untuk membuat acara ulang tahun Jalansutra itu sebagai peristiwa besar karena ia ingin “menunggangi” (baca: piggyback) acara itu dengan peluncuran buku Pustaka Kuliner seri keenam.

Seperti diketahui, Pustaka Kuliner adalah kerjasama antara Pustaka Rumah (Kelompok Gramedia) dengan Jalansutra. Setiap bulan diterbitkan satu buku tipis 100 halaman dengan tema kuliner tertentu. Buku pertama tentang “Tempat Makan Tempo Doeloe”, disusul buku kedua tentang “Pesta Bebek”, buku ketiga berjudul “Ke Bogor Yuk”, buku keempat tentang “Mie Enak di Jakarta”, dan buku kelima berjudul “Betawi Nggak Ada Matinye”. Buku keenam dan ketujuh merupakan gabungan yang berjudul “Rayuan Pulau Kelapa”, yaitu tentang tempat-tempat makan kuliner daerah di Jakarta.

Cindy - yang juga merupakan koordinator penulis Pustaka Kuliner - mengusulkan acara itu diselenggarakan pada tanggal 18 Agustus 2008 dengan tema “Mudik Nasional”. Lho, belum Lebaran kok sudah mudik?

Ya, itulah kegilaan kami di Jalansutra. Ini memang bukan mudik secara fisik, melainkan mudik secara kuliner. Apa sih salah satu yang pasti dilakukan oleh para pemudik ketika melakukan eksodus tahunan secara nasional itu? Yang pasti, mereka tentu melepaskan kerinduan dengan berburu berbagai makanan khas daerah yang sudah lama didambakan.

Mudik Nasional Jalansutra justru dilakukan secara terbalik. Bukan orangnya yang pulang mudik, tetapi berbagai makanan dan jajanan dari udik didatangkan ke Jakarta.

Kekeluargaan yang kental di dalam Komunitas Jalansutra dicerminkan dengan sistem penyelenggaraan potluck. Semua yang datang harus membawa makanan masing-masing untuk dinikmati bersama yang lain. Kali ini, makanan dan jajanan yang dibawa harus merupakan makanan khas daerah yang dibagi ke dalam tujuh kelompok.

Maka, atas kebaikan Teddy Hasyim, pemimpin ruang pamer Suzuki di Pondok Indah, suami aktivis Jalansutra Lidia Tanod, di antara mobil-mobil yang dipamerkan di sana, ditatalah ketujuh meja itu. Ada meja untuk makanan Sumatra 1 (Aceh, Medan, Bangka); Sumatra 2 (Padang, Palembang, Riau); Jabodetabek dan Banten; Jawa Barat; Pantura, Madura, dan Bali; Pantalan (Pantai Selatan Jawa); Manado, Makassar dan Papua.

Persiapan setiap meja sungguh sangat serius. Heboh, malah! Captain Gatot Purwoko yang ingin menampilkan papeda dan kuah asam dari Papua sudah “berlatih” memasak seharí sebelumnya. Icay Taher juga menunjukkan kebolehannya dengan masak sop ikan riau yang segar. Barens Hidayat menampilkan singgang ayam yang mlekoh. Masayu Susilo yang kebetulan sedang tugas kantor di Yogyakarta, sengaja mengatur kepulangannya pagi itu agar dapat membawa jadah pengantin dari sana. Hesty Wulandari khusus datang dari Yogyakarta membawa oleh-oleh salak pondoh. Para bobotoh dari Bandung memajang berbagai makanan dan jajanan dari Tatar Sunda dengan memorabilia Persib.

Saya hanya dapat membayangkan bagaimana mereka jungkir balik malam sebelumnya dan pagi itu agar dapat membawa semua makanan dan jajanan ke tempat acara pada pagi itu. Bayangkan, total sekitar 150 makanan dan jajanan Nusantara terkumpul di tujuh meja pagi itu. Sulit untuk menyebutkannya satu per satu. Display itu sekaligus menunjukkan konsistensi kami semua terhadap janji Jalansutra: Melestarikan Pusaka Kuliner Nusantara.

Dasar Jalansutra! Kami memang bukan sekumpulan foodies alias pedoyan makan yang cuma bisa makan sana makan sini sampai gembul. Setiap makanan selalu “dibedah” dari setiap sisi – mulai dari resepnya sampai sejarahnya. Acara Mudik Nasional kemarin malah menjadi semakin asyik karena berbagai cerita yang mewarnai kehadiran setiap makanan. Arie Parikesit, misalnya, punya cerita tentang gurame yang dipilihnya sebagai protein untuk masakan mangut yang dihadirkannya. Suherlin Ganefi semula sudah berhasil “memaksa” mertuanya untuk membuat papais monyong yang khas Kuningan. Tetapi, akhirnya, karena tidak ada yang dapat mengantarkannya ke Jakarta, malah Suherlin harus bangun subuh untuk belanja dan masak sendiri.

Bisik-bisik cerita tentang Harry Nazarudin juga khas Jalansutra. Saking asyiknya melakukan “penelitian” tentang sayur babanci khas Betawi, maka ia pun menemukan calon jodohnya. Itu rumornya, lho? Maaf, kalau salah, ya, Har? Tetapi, kalau benar, harap dikonfirmasi.

Kenapa cerita tentang makanan menjadi sangat penting di Jalansutra - di samping makanannya sendiri? Setidaknya, itulah kesimpulan kami setelah lebih dari lima tahun guyub dalam persaudaraan besar ini. Kuliner Indonesia itu eksotis. Karena itu, adanya cerita tentang makanan akan membuatnya lebih menarik daripada sekadar citarasanya. Artinya, tanpa cerita tanpa hype, kebanyakan masakan dan jajanan Indonesia akan “lewat” begitu saja - lolos dari perhatian.

Ambil contoh tentang mangut, masakan seperti gule yang sangat pedas dan populer di kawasan perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timar. Mangut adalah makanan rakyat dengan penampilan yang sangat sederhana - enggak ada istimewa-istimewanya. Tetapi, deskripsi tentang aroma ikan pari asap yang menggoda, tingkat kepedasan yang membuat keringat menetes dari ubun-ubun, dan citarasanya yang mak nyuss membuat masakan yang satu ini langsung meningkat daya tariknya beberapa garis.

Pernyataan “langka” dan “hampir punah” juga menjadi kata kunci penting yang membuat berbagai makanan dan jajanan mengalami “kelahiran kembali”. Tentu saja, JS-ers sangat ahli melakukan hal itu. Bukan sebatas kepala sukunya, tetapi sudah banyak JS-ers yang sekarang punya nama berbobot di dunia kuliner. Buku Rahasia Wine karya Yohan Handoyo telah terpilih menjadi buku terbaik dunia dalam kategori “best wine education book”. Adiknya, Marchellinus Hanjaya, pernah menjadi pemimpin redaksi majalah khusus tentang kuliner. Cindy Christian bersama Andrew Mulianto, Irvan Kartawiria, Lidia Tanod, Grace Khoesuma, Adi Taroepratjeka, dan beberapa relawan lain merupakan tulang punggung di balik Pustaka Kuliner. Lima tahun setelah didirikan, Komunitas Jalansutra telah mendapat kepercayaan publik di cakrawala kuliner. “JS Inside” semakin di mana-mana.

Karena itu, ulang tahun Jalansutra kelima ini merupakan titik penting untuk mengucapkan kesyukuran kami atas semua anugrah yang telah kami terima. Setelah ulang janji dengan membaca kembali “Deklarasi Jalansutra” yang kami proklamasikan pada 17 Agustus 2004 di Tugu Proklamator, Jakarta, kami meletakkan telapak tangan kanan masing-masing di dada kiri, merasakan jantung kami berdetak, sambil menyanyikan lagu “Indonesia Pusaka”.

           Di sana tempat lahir beta
           Dibuai, dibesarkan Bunda
           Tempat berlindung di hari tua
           Sampai akhir menutup mata.

Saya tahu, banyak yang lututnya goyah ketika menyanyikan lagu itu. Beberapa bahkan menitikkan air mata. Alangkah dahsyatnya perasaan kebangsaan kita!

Potongan tumpeng diserahkan kepada Marlina Hardí, JS-er berusia 80 tahun yang selalu hadir dalam setiap acara ulang tahun Jalansutra. Semoga Ibu Marlina dapat hadir terus dalam acara-acara ulang tahun kami berikutnya. Saya kutip kata-kata Sienny Lauw di milis: “Mudik Nasional ini membuat 'Satu Indonesia' mudah dinikmati bersama.”

Sekali merdeka, tetap merdeka! Sekali jalan-jalan, terus makan-makan!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com