Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lima Tahun Terakhir, Partisipasi Pemilu Terendah di Bandung

Kompas.com - 13/08/2008, 21:03 WIB

 

BANDUNG, RABU - Tingkat partisipasi pemilih di dalam pemilihan wali kota Bandung hanya 66,25 persen. Pencapaian angka partisipasi ini terendah selama lima tahun terakhir penyelenggaran pemilihan umum di Kota Bandung. Apatisme dan kejenuhan ditengarai menjadi penyebab utamanya.

Ketua Divisi Sosialisasi Komisi Pemilihan Umum Kota Bandung Heri Sapa ri, Rabu (13/8) mengaku terkejut dengan rendahnya persentase partisipasi pemilih. Sebab, sebelumnya, KPU telah menargetkan pencapaian partisipasi pemilih 80 persen. Namun, berdasarkan penghitungan sementara yang saat ini hampir mencapai 100 persen, tercat at 33,75 persen dari total 1.018.264 pemilih tidak menggunakan hak pilihnya.

Angka yang tidak memilih atau golput ini jauh lebih tinggi dari penyelenggaraan Pemilihan Gubernur Jabar lalu dan Pemilu 2004. Pada Pilgub Jabar lalu, angka golput itu sebanyak 25 ,3 persen. Sementara, pada Pemilu Legisiatif di 2004, golput 18 persen. Lalu, pada Pemilihan Presiden, angka tidak memilih jauh lebih rendah, hanya 15 persen.

Menurut Hari, berdasarkan hasil kajian sementara, rendahnya partisipasi pemilih ini disebabkan banyak faktor. Dari sekian banyak faktor itu, ia tidak melihat sosialisasi sebagai penyebabnya. Sebab, jika dibandingkan Pilgub lalu, ia mengklaim, kualitas serta kuantitas sosialisasi jauh lebih besar. Kalau dibagi rata dengan pemilih, anggaran untuk sosialisasi itu Rp 11 ribu tiap pemilih. Pada pilgub, di tingkat KPU kota, hanya ada empat kegiatan, tuturnya. Anggaran sebesar itu untuk melaksanakan sosialisasi hingga tingkat PPS (Panitia Pemilihan Suara) sebesar Rp 2,5 juta per PPS.

Namun, ia mengakui, waktu sosialisasi kurang maksimal. KPU hanya bergerak (sosialisasi) pada bulan Juli. Hitungannya, sekitar 1,5 bulan. Pada waktu-waktu sebelum itu kami sulit bergerak karena masyarakat masih terlarut euforia Pilgub Jabar, paparnya. Ia pun tidak menampik anggapan, terjadi kecenderungan kejenuhan politik pada pemilih. Mengingat, begitu berdekatannya jadwal pilkada, khususnya dengan pilgub.

Namun, dari kajian KPU, golput ini terutama berada di kelompok masyarakat perumahan elit. Di PPK C oblong yang banyak dihuni warga kampus dan perumahan elit misalnya, tingkat partisipasi hanya 62 persen. Sementara, di wilayah perbatasan misalnya Ujung Berung, kondisinya lebih baik, yaitu 30 persen golput dari total 44.172 pemilih terdaftar. Padahal, se perti diungkap Ketua PPK Ujung Berung Wawa Kartiwa, warga di daerah ini rata-rata adalah komuter dan pendatang yang mobilitasnya sangat tinggi.

Menurut Indra Perwira, pengamat politik dari Universitas Padjadjaran , golput itu terjadi karena kecenderungan ma syarakat kecewa terhadap figur-figur yang tampil. Calon alternatif yang muncu belum sesuai harapan. Munculnya calon independen belum cukup kuat menarik swing voters karena dinilainya masih memakai strategi lama dan belumlah populer. Faktor lainnya, yaitu k elelahan politik. Untuk itu, ia mengusulkan dibarengkannya jadwal pilkada tingkat darah, provinsi dengan pilpres ke depan.     

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com