Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik Tanah di Ujung Genteng, TNI AU Intimidasi Warga

Kompas.com - 05/08/2008, 18:49 WIB

JAKARTA, SELASA - Konflik sengketa tanah antara masyarakat desa Ujung Genteng, Bogor, Jawa Barat, dengan TNI Angkatan Udara  (TNI AU) berbuntut intimidasi dan tindak kekerasan yang dilakukan aparat TNI AU terhadap masyarakat setempat. Demikian diungkapkan sejumlah warga yang mengadukan kasus mereka ke Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta, Selasa (5/8)

Konflik tanah di Ujung Genteng ini bermula ketika TNI AU memancang sejumlah patok di desa yang dihuni 592 kepala keluarga. "Kira-kira dua bulan sebelumnya, TNI AU juga sempat memanggil beberapa warga untuk menandatangani surat pernyataan yang isinya mereka hanya menggunakan tanah TNI AU sepanjang tanah tersebut belum digunakan," tutur Parli, warga desa Ujung Batu yang datang di Komnas HAM.

Warga yang tidak senang mencabut patok di atas tanah sengketa seluas 85 hektar tersebut. Warga beralasan, tanah yang dipatok merupakah wilayah mereka secara de facto, dan de jure. De Jure, mereka memiliki sertifikat tanah yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional sejak 1998, sementara de facto mereka mendiami kawasan itu sejak tahun 1945.

Warga kemudian melaporkan hal ini kepada Komnas HAM 16 Juli lalu. Selanjutnya, pascapelaporan ke Komnas HAM, pihak TNI AU mencari mereka yang datang ke Komnas HAM. Edy Yusup (50) warga yang didatangi dua anggota TNI AU karena ketahuan mengadukan kasus ini mengaku ditendang.

Salah satu aparat TNI AU yang mendatangi Edy, Mayor Bakri, mengatakan, "Kenapa kamu lapor Komnas HAM? Mentang-mentang kamu kaya. Silakan kamu melapor ke Presiden. Saya tidak takut," ungkap Edy menirukan suara mayor tersebut.

Empan Sopandi (70) menuturkan kepada Kompas.com bahwa anaknya, Tito Iskandar (25) sempat diinterogasi oleh aparat TNI AU selama beberapa jam hari ini, Selasa (5/8),  perihal kunjungan ayahnya ke Komnas HAM.

Empan yang hari ini berada di Jakarta terlihat sangat terpukul mengetahui hal ini. "Kalau saya dipukul dan ditembak, silakan, enggak apa-apa. Tapi jangan sakitin anak saya. Kasihan, dia tidak salah apa-apa," ungkapnya sambil meneteskan air mata.

Berdasarkan keterangan dari seorang mahasiswa, Indro, yang turut mendampingi warga, Senin (4/8) kemarin TNI AU juga meminta penduduk untuk mengosongkan perahu-perahu di sekitar pantai dalam waktu 15 hari.

Menanggapai pengaduan ini, Anggota Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Nur Kholis mengatakan, pihaknya akan membantu menyelesaikan sengketa ini.  "Untuk sementara, kami akan melakukan koordinasi dengan TNI AU dan kementerian terkait. Kami juga akan mencoba berbicara dengan pemerintah setempat dan DPRD Sukabumi," katanya.

Nur Kholis akan meminta semua pihak untuk memberikan rasa aman kepada warga. Komnas HAM juga akan mengadakan investigasi terhadap kasus ini. "Setelah itu, Komnas HAM akan membuat rekomendasi penyelesaian kasus ini, dan membuat laporan kekerasan yang dilakukan aparat TNI AU," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com