Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada yang Delapan Tahun Menunggu Eksekusi Mati

Kompas.com - 19/07/2008, 19:22 WIB

SURABAYA - Setelah Sumiarsih dan Sugeng, enam terpidana mati lainnya kini menunggu giliran untuk dieksekusi setelah divonis mati oleh Mahkamah Agung (MA).

Para terpidana mati di Jatim Mereka adalah Sugianto alias Sugik, Aris Setiawan, Nurhasan Yogi, Markus Pata Sambo, dan Hanky Gunawan, kelimanya menghuni Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas I Surabaya di Porong, Sidoarjo. Sedangkan seorang lagi adalah Raheem Abeje, yang menghuni LP Kelas II A Madiun.

Para terpidana mati tersebut kebanyakan divonis dalam kasus pembunuhan. Hanya Hanky dan Raheem yang divonis mati karena kasus narkoba.

Raheem Abeje adalah warga asing yang divonis mati karena menyelundupkan 5,4 kilogram bubuk heroin di Bandara Juanda Surabaya pada 1999 silam. Sedangkan Hanky divonis mati oleh MA terkait kepemilikan pabrik ekstasi di Graha Family Surabaya beberapa bulan lalu.

Saat ini Hanky masih memperjuangkan hidupnya dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kasusnya ke MA. Sedangkan PK lima napi lainnya sudah ditolak oleh MA. Kelima napi ini juga pernah mengajukan grasi ke presiden, namun juga ditolak.

Kelima napi, di luar Hanky, ada yang divonis sejak sekitar delapan tahun lalu, namun hingga kini belum ada keputusan kapan mereka akan dieksekusi.

Nurhasan Yogi, misalnya, telah divonis dalam kasus pembunuhan terhadap tiga rekan kerjanya pada tahun 2000 lalu. Para korban pembunuhan saat itu adalah Suyitno, warga Desa Sumberrejo, Bojonegoro; Muhammad Arifin, warga Desa Sungelebak, Kecamatan Kedungpring, Lamongan; serta Sumiyati, warga Desa Telanak, Kedungpring, Lamongan.

Sedangkan terpidana mati Sugianto alias Sugik yang kini mendekam di LP Kelas I Surabaya di Porong, divonis mati pada 2006 karena membunuh keluarganya. Mayat mereka dikubur di dalam rumah, di kawasan Jojoran, Surabaya.

Sementara itu, Markus Pata Sambo divonis mati karena kasus pembunuhan satu keluarga di Kecamatan Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja.

Untuk diketahui, dalam kasus pembunuhan sekeluarga yang menewaskan tiga orang ini (Agustinus Pandin, Martina La'biran, dan Musa Israil), pelakunya sebanyak delapan orang. Tiga pelaku di antaranya dihukum mati, sedangkan pelaku lainnya adalah Marianus alias Ateng divonis 20 tahun penjara, Juni 15 tahun penjara, Tato 10 tahun, dan Martinus 12 tahun penjara.

Semula Markus Pata Sambo ditahan di LP Tana Toraja, kemudian dipindahkan ke LP di Makassar, lalu dilayar ke LP Kelas I Surabaya di Porong.

Kabag Humas dan Pelaporan Kanwil Departemen Hukum dan HAM (Depkumham) Jatim Noor Prapto SH menjelaskan, lamanya proses eksekusi ini karena masih banyaknya kesempatan yang diberikan kepada para terpidana mati tersebut.

Meski grasi mereka ditolak oleh Presiden, namun para napi ini masih berkesempatan untuk mengajukan PK lagi. “Hal ini sebenarnya rancu, karena kalau dipikir secara rasional, kalau mengajukan grasi itu kan berarti sudah mengakui perbuatannya. Sedangkan PK kan menemukan bukti baru (novum) untuk menolak dakwaan. Itu kan bertolak belakang. Tapi kenyataannya seperti itu,” kata Prapto.

Berbeda dengan eksekusi Adi Saputra, mantan napi Lapas Kalisosok Surabaya, yang dilakukan oleh TNI, untuk eksekusi para napi ini kemungkinan akan dilakukan oleh kejaksaan. Dan hingga kemarin, para napi vonis mati ini belum ada tanda-tanda bakal dieksekusi.

“Jika sudah ada keputusan eksekusi, pasti pihak kejaksaan akan koordinasi dengan LP setempat. Dan sampai saat ini belum ada keterangan untuk itu,” kata Noor Prapto. Sesuai prosedurnya, para napi vonis mati ini akan diberi kabar tiga hari menjelang eksekusi. Dan tiga hari itulah mereka dibebaskan menerima tamu siapapun.

Terhadap para napi vonis mati ini, selama di LP, mereka dipisah dengan napi lainnya. Hal ini untuk menjaga mental dan psikologinya. Jika dicampur dengan napi vonis rendah, emosi mereka dikhawatirkan mudah hanyut dan pada akhirnya bisa menimbulkan kericuhan hingga kriminalisasi di LP. “Bisa saja mereka menganggap tidak ada harapan hidup, terus menyakiti napi lainnya karena tersinggung. Ini yang tidak kami harapkan,”  ujar Prapto yang juga mantan Kalapas Kalisosok ini.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala LP Kelas I Surabaya di Porong, Kusnin BcIP SH mengaku sengaja memberikan sel khusus bagi para napi vonis mati ini. “Kami juga membatasi kunjungan untuk mereka. Tanpa ada dalam daftar yang diberikan, kami tidak bisa memasukkan pembesuk,” terangnya. k1/tja

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com