JEO - News

Sulawesi Selatan,
Peta Tak Terprediksi 
Jokowi-Ma'ruf
vs
Prabowo-Sandiaga

Sabtu, 13 April 2019 | 17:07 WIB

Pada Pilpres 2014, Jokowi menang telak dari Prabowo di Sulawesi Selatan dengan perolehan suara hingga mencapai 71,41 persen. Apakah kemenangan telak yang sama akan berulang atau Prabowo bisa membalik keadaan pada Pilpres 2019?

 

TIDAK hanya keindahan alamnya yang memukau, Sulawesi Selatan (Sulsel) juga memiliki daya tarik yang memikat secara politik.

Provinsi ini, misalnya, merupakan salah satu daerah dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) terbesar di Indonesia bagian timur pada ajang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Dari data KPU Sulawesi Selatan, setidaknya ada sekitar 6,1 juta penduduk di Sulsel yang memiliki hak suara pada pemungutan suara pada 17 April 2019.

Pada Pilpres 2014, Joko Widodo yang berpasangan dengan Jusuf Kalla menang telak. Perolehan suara pasangan ini mencapai 71,41 persen, jauh mengungguli pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.

Jokowi menikmati coat-tail effect pada perhelatan akbar lima tahun lalu.

Jokowi menikmati coat-tail effect pada perhelatan akbar lima tahun lalu. Faktor Jusuf Kalla sebagai pengusaha dan politisi kawakan asal Sulawesi Selatan dinilai menjadi penentu kemenangan telak Jokowi di provinsi yang terdiri dari 24 kabupaten/kota ini.

Namun, pada Pilpres 2019, Jokowi tak lagi berpasangan dengan Kalla. Meski politisi senior Partai Golkar ini menyatakan dukungan penuh secara terbuka kepadanya, hal itu dinilai bukan jaminan. 

Sebagai pengingat, calon tunggal Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu), yang didukung oleh Golkar, penguasa jagat Sulawesi Selatan, kalah dari kotak kosong pada gelaran Pilkada Serentak 2018.

Sementara itu, Prabowo berpasangan dengan Sandiaga Uno yang memiliki darah Bugis Sengkang dari Wajo, etnis penduduk Sulawesi Selatan. Faktor Sandiaga dinilai bakal membawa keberuntungan untuk Prabowo pada pilpres kali ini.

Tak ayal, persaingan di provinsi ini pun makin ketat, labil, dan sulit diterka. Siapa pun masih bisa menang....

01 TAK AMBISIUS,
02 PERCAYA DIRI

Dua calon presiden untuk Pemilu 2019, Prabowo Subianto (tengah kiri) dan Joko Widodo (tengah kanan), berbincang di tengah acara pengundian dan penetapan nomor urut capres-cawapres, di KPU, Jumat (21/9/2019)
KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO
Dua calon presiden untuk Pemilu 2019, Prabowo Subianto (tengah kiri) dan Joko Widodo (tengah kanan), berbincang di tengah acara pengundian dan penetapan nomor urut capres-cawapres, di KPU, Jumat (21/9/2019)

TIM pemenangan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo dan Ma'ruf Amin tetap optimistis. Namun, mereka memilih untuk tidak menyatakan sikap ambisius.

Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-Ma'ruf Sulsel, Syamsul Bahri, mengatakan, tim hanya menargetkan perolehan suara 50 persen lebih. Itu sudah cukup. 

Tim Jokowi-Ma'ruf hanya menargetkan perolehan suara 50 persen lebih.

~TKD Jokowi-Ma'ruf Sulsel~

Angka ini jauh dari perolehan suara untuk Jokowi pada 2014. Lima tahun lalu, KPUD Sulsel menetapkan pasangan Jokowi-JK menang dengan perolehan suara 71,41 persen atau sebanyak 3.037.026 suara. Sementara itu, pasangan Prabowo-Hatta hanya meraih suara 1.214.857 atau 28,59 persen. 

Mengapa enggan memasang target di angka seperti perolehan pada Pilpres 2014?

Syamsul menuturkan, ada masalah dalam kerja mesin partai-partai pendukung. Menurut dia, partai-partai pengusung hanya fokus pada pemenangan calon anggota legislatif masing-masing.

"Hanya tim relawan TKD Sulsel saja yang bekerja, sedangkan partai-partai pengusung (fokus) meraup suara di DPRD dan memenangkan calegnya masing-masing. Hal itu tentunya bisa dipahamilah dengan konsentrasi di Pilpres menurun,” kata politisi Partai Golkar ini, Rabu (10/4/2019) malam.

“Untuk meraup suara bagi pasangan Jokowi-Ma’ruf tidak bisa mencapai 70 persen di Sulsel, namun TKD optimis dapat meraup suara hingga di atas 50 persen," ujar Syamsul.

Meski begitu, dia enggan membeberkan secara rinci strategi-strategi memenangkan Jokowi-Ma’ruf. Syamsul hanya mengatakan, TKD terus berjuang bersama para relawan untuk menarik suara masyarakat Sulsel.

“Relawan-relawan masih terus di lapangan untuk menarik suara-suara rakyat untuk memilih Pak Jokowi-Ma’ruf. Apalagi relawan berusaha meraup suara dari lumbung-lumbung suara capres 02 yakni di Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Sinjai, dan sebagian Kabupaten Bulukumba,” ungkap dia.

Soal survei internal, dia mengaku bahwa survei dilakukan secara nasional oleh Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf. Hingga hari ini, dia mengaku belum menerima informasi soal hasil survei terbaru jelang pencoblosan.

Namun, peluang keunggulan Jokowi-Ma’ruf tidak beda jauh dengan hasil survei yang dilakukan lembaga-lembaga survei lainnya.

“Saya kira tren keunggulan Pak Jokowi-Ma’ruf mengalami kenaikan. Tidak berbeda jauh dengan tren pasangan capres nomor urut 02," kata Syamsul.

Sementara itu, kubu Prabowo tak ingin kekalahan pada Pemilu Presiden 2014 berulang.

Ketua tim Badan Pemenangan Daerah (BPD) Prabowo-Sandi Sulawesi Selatan, Idris Manggabarani, optimistis, Prabowo-Sandi bisa menyapu suara di Sulsel.

Dasar keyakinan mereka, elektabilitas Prabowo-Sandi di Sulawesi Selatan terus mengalami peningkatan berdasarkan survei internal tim. 

Hingga H-8 pemilihan presiden saja, kata dia, elektabilitas paslon nomor urut 02 meningkat dan cenderung unggul merata di setiap daerah, kecuali Tana Toraja.

Prabowo-Sandiaga diyakini bisa memenangkan suara di Sulawesi Selatan dengan persentase 58–60 persen.

~BPD Prabowo-Sandi Sulsel~

Mereka yakin, Prabowo-Sandiaga bisa memenangkan suara di Sulawesi Selatan dengan persentase 58–60 persen.

“Hasil kunjungan dari Pak Prabowo kampanye di sini membuat animo rakyat makin banyak memilih Prabowo-Sandi. Selain itu kerja-kerja tim juga,” kata Idris. 

Juru Bicara BPD Prabowo-Sandiaga Sulsel, Andry Arief Bulu, mengatakan, berdasarkan survei internal, para pendukung Prabowo dinilai memiliki militansi dan fanatisme yang semakin kuat sehingga elektabilitas Prabowo-Sandi terus meningkat.

“Yang utama adalah fanatisme dan militansi pendukung Prabowo-Sandiaga yang semakin kuat,” kata Andry.

Militansi dan fanatisme itu, lanjut dia, diyakini merupakan hasil dari kerja timnya. Didukung partai politik pendukungnya yang meliputi Gerindra, PKS, Demokrat, PAN, dan Partai Berkarya yang solid, Andry yakin, Prabowo-Sandiaga bakal meraup suara hingga 50-60 persen di Sulawesi Selatan.

PETA LUMBUNG SUARA

JELANG pencoblosan, kedua kubu saling mengklaim wilayah-wilayah di Sulawesi Selatan yang dinilai menjadi lumbung suara masing-masing.

Peta Daerah Pemilihan (Dapil) di Sulawesi Selatan - (DOK KPU)

Meski tidak ambisius, TKD optimistis bahwa Jokowi-Ma'ruf bisa menang dalam pemungutan suara pada 17 April 2019. Sebabnya, lumbung-lumbung suara masih aman. 

Syamsul memetakan, lumbung-lumbung suara Jokowi di Sulsel berada di daerah bagian utara yakni sebagian Dapil Sulsel II, meliputi Bulukumba, Bone, Wajo, Soppeng, Parepare, Barru, dan Maros.

Lumbung suara lainnya berada di Dapil Sulsel III, yang mencakup Sidrap, Pinrang, Tana Toraja, Toraja Utara, Luwu, Palopo, Luwu Utara dan Luwu Timur.

TKD, lanjut Syamsul, hanya berharap, tidak terjadi kecurangan dalam pemungutan hingga penghitungan suara.

TKD Jokowi-Ma'ruf mengandalkan Dapil Sulsel II dan Sulsel III, sementara BKD Prabowo-Sandi meyakini Dapil Sulsel I sebagai lumbung suara.

“TKD berharap tidak ada kecurangan terjadi di Sulsel, namun tetap instrumennya tetap memperkuat saksi-saksi di TPS-TPS. Kami tidak berniat mencurangi dan kami juga tidak mau dicurangi. TKD seluruh Kabupaten/Kota di Sulsel tadi sudah dikumpulkan untuk memastikan seluruh saksi di semua TPS sudah siap,” tuturnya.

Syamsul berharap, Pemilu bisa berjalan aman dan tentram. Tidak perlu lagi ada hoaks, fitnah dan ujaran kebencian, serta upaya mendiskreditkan satu sama lain.

Semua pihak, lanjut dia, bisa saling menahan diri, jangan ada lagi bahasa-bahasa yang memprovokasi masyarakat karena bisa merugikan semua pihak.

“Mendekati pemilu, penyebaran hoaks, fitnah, (dan) ujaran kebencian, trennya agak turun. Saya tidak pernah dengar-dengar laporan dan ini saya kira bagus,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua BPD Prabowo-Sandi Sulawesi Selatan Idris Manggabarani menyebutkan, daerah pemilihan (Dapil) Sulawesi Selatan I merupakan lumbung suara untuk Prabowo-Sandiaga.

Pasangan ini, lanjut dia, diyakini bakal menang mutlak di dapil yang meliputi Makassar, Gowa, Takalar, Bantaeng, Jeneponto, dan Kepulauan Selayar itu.

“Dapil I bakal jadi lumbung suara,” tuturnya.

Juru Bicara BPD Prabowo-Sandiaga Sulsel Andry Arief Bulu bahkan lebih ambisius. Dia optimistis, Prabowo-Sandiaga bisa menang telak di Dapil Sulsel I yang meliputi Makassar, Gowa, Takalar, Bantaeng, Jeneponto, dan Kepulauan Selayar. Bisa jadi hingga 80 persen.

Target ini terbilang cukup tinggi. Namun, Andry optimistis dengan kerja-kerja yang sudah dilakukan oleh timnya di wilayah ini. Di dapil lain, seperti Dapil Sulsel II dan Dapil Sulsel III, lanjut Andry, Prabowo tetap bisa menang dengan persentase 50–60 persen.

PENGARUH KALLA
VS
PESONA SANDIAGA

FAKTOR Wakil Presiden Jusuf Kalla dan calon wakil presiden Sandiaga Uno yang memiliki darah keturunan Sulawesi Selatan dinilai memegang peranan penting dalam perhelatan Pilpres 2019. 

Kalla, meski tidak lagi mendampingi Jokowi, dinilai masih mampu memberikan coat-tail effect untuk kemenangan Jokowi-Ma'ruf.

Ketua TKD Sulsel Syamsul Bahri mengaku, optimistisme tim kembali terbangun ketika Jokowi dan Kalla hadir bersamaan dalam kampanye akbar di Lapangan Karebosi, Makassar, pada 31 Maret 2019.

Pendukung capres nomor urut 01 menyaksikan debat capres putaran keempat di Hotel Shangri La, Jakarta, Sabtu (30/3/2019). Debat itu mengangkat tema Ideologi, Pemerintahan, Pertahanan dan Keamanan, serta Hubungan Internasional.
ANTARA FOTO/HAFIDZ MUBARAK A
Pendukung capres nomor urut 01 menyaksikan debat capres putaran keempat di Hotel Shangri La, Jakarta, Sabtu (30/3/2019). Debat itu mengangkat tema Ideologi, Pemerintahan, Pertahanan dan Keamanan, serta Hubungan Internasional.

Tren kenaikan elektabilitas Jokowi-Ma’ruf di sejumlah lembaga survei yang disinggung Syamsul di atas disebutnya sebagai salah satu efek baik dari kampanye tersebut.

"Itu dikarenakan setelah kedatangan Pak Jokowi dan Pak Jusuf Kalla (JK) di Makassar dan melakukan kampanye akbar di Lapangan Karebosi beberapa waktu lalu. Upaya-upaya yang dilakukan selama ini, membuahkan hasil dengan naiknya tren Pak Jokowi di Sulsel dan kami berharap Pak Jokowi unggullah,”  tutur dia. .

Faktor Kalla, menurut Syamsul, masih memiliki pengaruh besar untuk memenangkan Jokowi-Ma'ruf. Syamsul juga optimistis bisa unggul di Sulsel dengan dukungan dari Kalla. 

“Kalau Pak JK kan sudah jelas dukung Pak Jokowi-Ma’ruf dan sudah banyak tersebar balihonya. Kalau soal dukungan dari kepala-kepala daerah di Sulsel, saya tidak tahu persis itu. Tapi sepengetahuan saya sudah ada pertemuan dengan kepala-kepala daerah saat Pak JK ke Makassar kemarin,” tegas dia.

Sementara itu, kubu Prabowo percaya diri di Sulawesi Selatan karena kehadiran Sandiaga Uno yang memiliki darah Bugis Sengkang dari Wajo. 

“Kami yakin karena Pak Sandi adalah orang Sulawesi Selatan. Dia orang Wajo, mewakili wilayah Sulawesi Selatan. Jadi basis Prabowo-Sandi harusnya di Sulawesi Selatan, bukan pasangan calon yang lain,” kata Juru Bicara BPD Prabowo-Sandiaga Sulsel Andry Arief Bulu. 

Selain Sandiaga, pasangan calon 02, lanjut dia, juga memiliki dukungan dari sejumlah tokoh penting.

Pendukung capres nomor urut 02 menyaksikan debat capres putaran keempat di Hotel Shangri La, Jakarta, Sabtu (30/3/2019). Debat itu mengangkat tema Ideologi, Pemerintahan, Pertahanan dan Keamanan, serta Hubungan Internasional.
ANTARA FOTO/HAFIDZ MUBARAK A
Pendukung capres nomor urut 02 menyaksikan debat capres putaran keempat di Hotel Shangri La, Jakarta, Sabtu (30/3/2019). Debat itu mengangkat tema Ideologi, Pemerintahan, Pertahanan dan Keamanan, serta Hubungan Internasional.

Andry mengatakan, saat kampanye akbar Prabowo di Lapangan Karebosi di Makassar pada 24 Maret 2019, beberapa tokoh di Sulawesi Selatan yang dibesarkan Partai Golkar juga sudah terang-terangan mendukung Prabowo-Sandiaga.

Mereka adalah mantan Gubernur Sulsel Amin Syam, pengusaha Erwin Aksa, dan mantan Bupati Gowa dua periode, Ichsan Yasin Limpo.

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Adi Suryadi Culla, menilai, meski berdasarkan sejumlah survei, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf masih unggul di Sulawesi Selatan hingga kini, pasangan ini harus waspada karena elektabilitas Prabowo-Sandi terus melonjak dan selisih persaingan di antara keduanya semakin tipis.

“Jokowi itu menghadapi kesulitan di Sulsel, saya kira. Data (survei) yang ada itu sendiri sudah bisa menjadi gambaran ya bahwa Jokowi perlu membuktikan kembali pencapaian suara yang pernah diraih ketika berpasangan dengan Pak JK dulu,” kata Adi.

Faktor Kalla yang bukan lagi menjadi calon wakil presiden Jokowi pada pilpres tahun ini merupakan alasan yang paling logis yang membuat Jokowi bakal sulit menang di Sulsel, tidak seperti saat Pilpres 2014.

Sekalipun Kalla pada pilpres kali ini mendukung Jokowi, lanjut Adi, hal itu bukanlah jaminan yang bisa memenangkan Jokowi. Meski seorang ulama, popularitas Ma'ruf yang lemah di Sulawesi Selatan disebut tidak bisa menggantikan "efek Kalla".

“Posisi Pak JK bukan lagi secara simbolik mewakili faktor geopolitik. Saya kira faktor geopolitik itu berpengaruh dari segi representasi,” imbuh Adi. 

Di sisi lain, faktor Sandiaga Uno dinilai mampu memesona para pemilih di Makassar. Itu pun bukan hanya karena Sandiaga memiliki darah keturunan Bugis.

Gaya Sandiaga, kata Andry, menyentuh pemilih milenial. Terlebih lagi, Sandiaga beberapa kali datang ke Makassar, termasuk ke beberapa wilayah di Sulsel, merupakan nilai tambah tersendiri.

LABIL DAN SULIT DITERKA

HILANGNYA Kalla dari kontestasi pilpres ini membuat persaingan di Sulsel menjadi semakin labil dan sulit diterka.

Peta Sulawesi Selatan

Dengan hilangnya orang yang disebut paling berpengaruh di Sulawesi Selatan itu, tutur Adi, elektabilitas Jokowi kini menurun drastis termasuk di Kota Makassar yang memiliki jumlah DPT paling besar di Sulsel.

Belum lagi salah satu kolega Jusuf Kalla, Erwin Aksa, kini mendukung Prabowo-Sandi secara terang-terangan dan ikut berkampanye memenangkan pasangan calon nomor urut 02 tersebut.

Hal yang sama juga terjadi pada tokoh-tokoh lain di Sulawesi Selatan yang mendukung para capres dan cawapres di Pilpres kali ini. Misalnya, Syahrul Yasin Limpo mendukung Jokowi, sementara saudaranya, Ichsan Yasin limpo, mendukung Prabowo Subianto.

“Posisi Pak Jokowi ini sebagai incumbent ya ikut berpengaruh paling tidak dalam mobilisasi politik. Tapi Prabowo juga punya cara (sendiri) dalam mobilisasi massa. Jadi itu membuat (peta dukungan) di Sulsel ini semakin labil ya,” tutur pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Adi Suryadi Culla.

Hasil survei dan perhitungan riil perolehan suara kontestasi politik di Sulawesi Selatan sudah terbukti berbeda dalam sejumlah momentum.

Dia  menilai, tim tidak boleh terlalu berpatokan pada survei lembaga survei yang telah dirilis sebelumnya. Dia berkaca pada Pilgub Sulsel beberap bulan lalu.

Kala itu, lembaga-lembaga survei merilis persaingan Pilgub 2018 bakal berlangsung ketat. Diperkirakan, pilgub bakal dimenangi Nurdin Abdullah meski hanya berbeda tipis dengan cagub yang lain.

Namun nyatanya, saat penghitungan suara riil, Nurdin justru menang telak dari calon lain.

“Sulsel itu sulit diprediksi ya. Dulu waktu di pilgub, kalau mengacu pada survei, gambarannya malah tipis. Tapi ternyata tidak. Hal ini  bisa terjadi pada Jokowi bisa juga terjadi pada Prabowo. Jadi sangat labillah,” tutur Adi.

Hal senada juga disampaikan oleh Pengamat Politik Firdaus Muhammad. Mendekati hari pencoblosan, elektabilitas pasangan calon nomor urut 01 dan 02 di Sulsel dinilai imbang dan terpaut selisih yang tipis.

Menurut Firdaus, selisih keunggulan pada pemungutan suara nanti hanya terpaut sedikit.

“Merujuk dari beberapa survei dari beberapa lembaga survei, elektabilitas kedua pasangan calon berimbang, dalam arti selisihnya tidak signifikan. Akhirnya, Sulsel menjadi wilayah rebutan karena peluang memenangkan salah satu pasangan calon,” kata Firdaus.

Peluang menang Jokowi-Ma'ruf tidak terlalu tinggi, lanjut dia, karena kinerja Jokowi di Sulsel belum terlihat jelas. Pembangunan infrastruktur di Sulsel tidak begitu menonjol, hanya pembangunan kereta api. Itu pun, menurut Firdaus, mandek untuk sementara waktu.

“Elektabilitas Jokowi di Sulsel tidak terlalu tinggi, karena masyarakat mengakses update pembangunan di Sulsel yang tidak selesai," kata Firdaus.

Dalam lima tahun terakhir, lanjut dia, pemerintahan Jokowi belum memberikan perhatian dalam pembangunan infrastruktur di Sulsel. Berbeda dengan Jusuf Kalla saat menjadi wakil presiden pada zaman pemerintahan SBY.

Waktu itu, terlihat nampak pembangunan seperti Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Jalan Trans Maros, Pangkep dan Barru,

Firdaus menuturkan, jika elektabilitas Jokowi tidak tinggi, hal itu juga disebabkan partai-partai pengusungnya, yakni Partai Golkar yang terkuat di Sulsel, tidak terlalu masif mengkampanyekan jagoannya.

Walau demikian, peluang elektabilitas Jokowi bisa bertahan karena dukungan sejumlah tokoh penting. Kalla memasang baliho-baliho di seantero Sulsel dengan menegaskan bahwa wakil presiden yang juga putra daerah Sulsel itu mendukung Jokowi.

Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto juga dia sebut berani pasang badan untuk mengkampanyekan Jokowi.

Di pihak lain, Firdaus menilai, Prabowo dan Sandi punya daya tarik yang memikat. Kampanye Prabowo dinilai lebih menyentuh masyarakat karena gayanya yang dianggap tegas.

Sementara itu, Sandiaga telah beberapa kali datang ke Makassar dan beberapa wilayah di Sulsel untuk berkampanye dan melakukan pendekatan dengan gaya milenialnya.

Janji politik yang diusung Prabowo-Sandiaga, seperti menaikkan gaji pegawai dan mengangkat tenaga honorer, dinilai tepat untuk persoalan Sulawesi Selatan sehingga mungkin menaikkan elektabilitas pasangan calon nomor urut 02.

Baca juga: Adu Program Jokowi dan Prabowo soal Kesejahteraan, Mana yang Realistis?

Pasangan ini juga didukung oleh Bupati Sidrap dari Partai Gerindra yang getol mengkampanyekan Prabowo-Sandi.

Sementara itu, lanjut Firdaus, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah pun tampak kesulitan memenangkan Jokowi.

Meski kemenangan Nurdin Abdullah di Pilgub Sulsel 2018 adalah bagian dari peran Jokowi, tapi ada kendala yang mempersulitnya bekerja melalui infrastruktur partai. Karena, dia diusung Partai PDI-P, PAN dan PKS, yang kali ini berbeda kubu dukungan di pilpres.

“Sedangkan birokrasi belum sepenuhnya bisa dikendalikan oleh Nurdin Abdullah karena belum lama menjabat sebagai Gubernur Sulsel. Karena masih ada birokrasi-birokrasi dan kepala-kepala daerah di Sulsel yang tersandera dari partai politik yang mengusung Prabowo-Sandi,” ungkapnya.

Kepala daerah di Sulsel, menurut Firdaus, dinilai cenderung main aman. Salah satunya, sebut dia, kepala daerah yang diusung Golkar, yakni Bupati Bone dan Bupati Soppeng. 

“Untuk daerah utara Sulsel cenderung ke Jokowi, sedangkan daerah selatan Sulsel cenderung ke Prabowo," kata Firdaus.

Adapun untuk Kota Makassar, papar dia, peta dukungan terbelah dan partisipasi pemilihnya selalu rendah, hanya mencapai 60 persen saja. Partisipasi pemilih di Makassar rendah bukan hanya di pilpres dan pileg, tetapi juga dalam pemilihan wali kota dan gubernur.

"Tentunya hal ini merugikan kedua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden,” ujar Firdaus..

Survei Litbang Kompas soal Pilihan Capres-Cawapers Berdasarkan Pendidikan dan Wilayah - (Litbang Kompas/RFC/BES)

PALU GODAM
PEMILIH GALAU

UNDECIDED voters alias pemilih yang masih ragu atau galau adalah kunci kemenangan di Sulawesi Selatan. 

Undecided voters itu bakal jadi semacam palu godam, apakah menghukum atau tidak,” kata pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Adi Suryadi Culla.

Dia merujuk data survei Celebes Research Center (CRC) yang menyebutkan, jumlah undecided voters mencapai angka 13 persen.

Survei Litbang Kompas pada akhir Februari hingga awal Maret 2019 juga menunjukkan, pemilih yang masih merahasiakan pilihannya, termasuk belum menentukan suaranya, mencapai 13,6 persen untuk wilayah Sulawesi.

Para pemilih galau ini, lanjut Adi, bakal menentukan kemenangan pasangan calon di menit-menit akhir. Karenanya, siapa yang bisa memperlihatkan visi misi yang jelas dan bisa meyakinkan publik dinilai bisa memenangkan undecided voters di Sulawesi Selatan. 

Salah satu cara terakhir untuk meyakinkan publik Sulawesi Selatan, lanjut dia, adalah debat kelima yang bakal digelar pada Sabtu (13/4/2019) malam.

“Saya kira sisa (debat) itu kan yang tersedia baik sebagai ruang yang memiliki pengaruh besar di menit akhir sebelum minggu tenang. Tetapi bisa menjadi blunder (juga) ya bagi mereka,” ungkap Adi.

Elektabilitas Capres-Cawapres Pilpres 2019 - (DOK KOMPAS/PANDU)

“Meskipun tidak terlalu besar seperti pemilih loyal yang sudah memilih dari awal, undecided voters itu kan masih cukup besar ya. Itu saya kira ada pengaruhnya termasuk pemahaman mereka terhadap visi. Ya termasuk melalui debat,” lanjut dia.

Selain itu, menurut Adi, kerja tim pemenangan masing-masing untuk merebut hati masyarakat Sulsel di detik-detik akhir sebelum hari pencoblosan akan sangat berpengaruh, terutama pola komunikasi politik dari para tim sukses kepada pemilih parokial yang banyak berada di daerah-daerah pelosok di Sulawesi Selatan.

“Itu juga bisa jadi blunder, tetapi kalau itu dirawat dengan baik, ya bisa memberi potensi karena ada kecenderungan juga tim itu malah menggembosi sendiri dan justru membuat kontraproduktif. Jadi perilaku tim sukses itu juga ikut berpengaruh memilih,” kata Adi.

Para undecided voters ini disebutkan sebagai para pemilih milenial dan penduduk perkotaan, serta mereka yang tidak terjerat politik identitas dan yang ingin perubahan.

Firdaus mengingatkan bahwa para pemilih di perkotaan cenderung rasional, entah itu menentukan pilihan berdasarkan hasil kerja calon incumbent atau memang menginginkan perubahan dari pemerintahan yang ada sekarang.

“Kalau pembangunan era Jokowi sudah terukur, sedangkan orang yang ingin ada perubahan yang akan memilih Prabowo. Apakah Prabowo lebih menjanjikan atau tidak, yang jelas pemilihnya ingin ada perubahan dulu,” kata dia. 

Selain itu, kedua kandidat juga didorong untuk memperbaiki infrastruktur politik seperti tim pemenangan dan saksi-saksi yang menjaga suara yang berpotensi terjadi kecurangan, seperti surat suara tercoblos, hilang, dan dicuri.

“Jadi ajak saksi-saksi ini mengawal suara masing-masing kandidatnya hingga ke KPU. Tim-tim yang di lapangan juga, jangan melakukan tindakan-tindakan ceroboh seperti kecurangan mencoblos,” ungkap Firdaus.

Masyarakat juga diimbau agar tidak terlibat money politic dengan tidak menerima uang dari siapa pun untuk memenangkan salah satu calon. Pilihlah sesuai hati nurani.

“Jika masyarakat terlibat dengan money politic, ya pasti akan melahirkan pemimpin-pemimpin korup,” tegas Firdaus.