JEO - News

Elegi Anak-anak di Ledakan Bom Surabaya

Kamis, 31 Mei 2018 | 09:44 WIB
-

17 Mei 2018

Mata Wali Kota Tri Risma berkaca-kaca. Air matanya mengalir pelan lalu makin deras. Tangannya sibuk menyeka pipi yang basah.

"Saya ingin melindungi anak-anak. Mereka tidak mengerti. Mereka tidak paham. Tapi mengapa ini terjadi? Mengapa mereka (para pelaku dewasa) tega melukai mereka. Mereka enggak ngerti apa-apa," ujarnya di layar kaca sambil terisak saat diwawancarai via video call dalam acara Rosi di KompasTV.

Suasana studio pun mendadak hening....

15 Mei 2018

Brankar dorong diturunkan dari ambulans di Rumah Duka Adi Jasa Surabaya. Wenny Angelina, ibu dari Vincentius Evan Hudoyo (11) dan Nathanael Ethan Hudoyo (8), terbaring di atasnya. Tubuhnya yang lemas ditutupi selimut coklat. Wajahnya masih penuh luka.

Hari itu, dia hanya punya waktu empat jam keluar untuk melihat jenazah kedua putranya sebelum kembali lagi ke rumah sakit untuk menjalani perawatan intensif.

Tangis keluarga dan para pelayat pecah ketika dia tiba di ruang pendingin tempat jenazah kedua anaknya berada....

14 Mei 2018

Pagi itu, seperti pagi biasanya di gerbang masuk Markas Polrestabes Surabaya hingga tiba-tiba dua sepeda motor datang.

Bripka Rendra yang bertugas sempat bertanya kepada pengendara motor yang membonceng seorang wanita dan membawa anak kecil di bagian depan. Namun, ledakan tiba-tiba terjadi. Dua kali, dari dua motor yang datang bersamaan.

Korban bergelimpangan.

Seorang anak terpental ke bawah mobil yang juga sedang berada di gerbang masuk saat itu. Posisinya diam. Tiba-tiba dia bergerak dan suara lirih minta tolong terdengar.

AKBP Roni Faisal langsung mengangkatnya untuk dibawa ke rumah sakit. Anak itu adalah Ais (8), putri dari pelaku bom bunuh diri.

13 Mei 2018

Pagi yang teduh saat Wenny, Evan, dan Ethan turun dari mobil yang dikendarai pamannya, Jo Prajoko, di depan Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel Madya.

Saat mereka bergandengan tangan masuk ke halaman gereja, sebuah sepeda motor tiba-tiba masuk lalu meledak.

Evan terluka parah di kepala dan meninggal dunia sesaat setelah dibawa ke rumah sakit. Ethan menyusul sang kakak pada malam hari setelah menjalani operasi amputasi kaki.

Tak lama kemudian, di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya di Jalan Arjuno, Daniel Agung Putra Kusuma yang sedang mengatur parkir melihat sebuah mobil masuk ke halaman gereja.

Dia berusaha menghalau tetapi tiba-tiba ledakan terjadi. Sang ayah yang ada di belakang gereja langsung mencari Daniel, tetapi tak menemukannya.

Novi (kanan) kakak dari Daniel Agung Putra Kusuma korban bom bunuh diri di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) berada disamping pusara ketika pemakaman di Makam Putat Gede Surabaya, Jawa Timur, Selasa (15/5). Daniel merupakan korban mobil bom bunuh diri di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Arjuna, Surabaya Minggu (13/5) lalu.
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Novi (kanan) kakak dari Daniel Agung Putra Kusuma korban bom bunuh diri di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) berada disamping pusara ketika pemakaman di Makam Putat Gede Surabaya, Jawa Timur, Selasa (15/5). Daniel merupakan korban mobil bom bunuh diri di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Arjuna, Surabaya Minggu (13/5) lalu.

Risma tak sendiri.  Air mata untuk para korban ledakan bom di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur, pada tanggal 13 Mei dan 14 Mei 2018 lalu tumpah di seantero Indonesia.

Rentetan ledakan bom di Surabaya, Minggu pagi, melukai hati bangsa Indonesia. Terlebih lagi, anak-anak juga jatuh sebagai korban.

Setidaknya, ada 10 anak dan remaja yang tewas dalam peristiwa ledakan bom tersebut. Tujuh lelaki, tiga perempuan, dengan rentang usianya 8-18 tahun.

Mereka adalah anak-anak jemaat di gereja yang menjadi sasaran peledakan bom serta anak-anak kandung para pelaku yang dilibatkan dalam aksi teror tersebut.

Mengapa libatkan anak?

KAPOLRI Jenderal Tito Karnavian menyebutkan, aksi bom bunuh diri dengan menggunakan anak-anak baru pertama kali terjadi di Indonesia. Fenomena ini, lanjut dia, mengacu kepada pola aksi ISIS.

"Di Suriah dan ISIS, mereka sudah lakukan. Sudah beberapa kali mereka menggunakan anak-anak. Namun, fenomena menggunakan anak-anak ini baru pertama kali di Indonesia. Anak 9 dan 12 tahun dilengkapi dengan bom di pinggang," kata Tito dalam jumpa pers di Mapolda Jawa Timur, Senin (14/5/2018).

Di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, YF (18) dan adiknya, FH (16), dua anak pelaku teror bom Dita Oepriyanto dan Puji Kuswati tewas setelah meledakkan bom.

Dua putri mereka, FS (12) dan FR (9), tewas setelah meledakkan bom bersama ibunya di Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro. 

"Di perut kedua anak ini (FS dan FR) dikenakan sabuk berisi rangkaian bom pipa," kata Tito.

Sementara itu,  HAR (17), putri perakit bom Anton Febrianto dan Puspitasari ikut tewas di Rusun Wonocolo, Sidoarjo.

Daf (18) dan Dar (14) juga tewas dalam aksi bom bunuh diri bersama kedua orangtuanya di Mapolrestabes Surabaya. Adik mereka, Ais, selamat setelah terlempar saat ledakan terjadi.

Infografik: Mengapa Melibatkan Anak-anak?

Anak pelaku pun adalah korban

PRESIDEN Joko Widodo menceritakan pengalamannya saat melihat dua jenazah anak dari pelaku bom bunuh diri di GKI Jl Diponegoro di Surabaya yang tewas bersama ibunya. Pada Minggu (13/5/2018), Presiden membatalkan sejumlah agenda dan langsung bertolak ke Surabaya, begitu mendapat informasi mengenai serangkaian peristiwa ledakan di sana.

"Saya melihat sendiri bagaimana hancurnya tubuh dua orang anak pelaku bom, tapi menurut saya ini adalah korban juga. Yang bernama FS dan FR, umur masih 12 tahun dan 9 tahun. Hancur semua tubuhnya," ungkap Jokowi saat buka puasa bersama dengan para menteri, kepala lembaga negara, pengusaha, tokoh agama, dan para pengusaha, di Istana Negara, Jakarta, Jumat (18/5/2018)

Jokowi prihatin dengan keputusan orangtuanya melibatkan anak-anak dalam aksi teror bom bunuh diri. Anak-anak itu seharusnya masih bermain di rumah dan sekolah.

 "Yang ingin saya garis bawahi adalah betapa kejam dan kejinya ideologi terorisme yang sudah membawa anak-anak dalam kancah aksi-aksi mereka," tegas Jokowi.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyebutkan, anak-anak para pelaku aksi teror, seperti Ais, sebagai korban doktrinasi orangtua.

"Didoktrinasi dari orangtua, kemudian mereka yang jadi korban dari kelakuan tidak baik orangtuanya. Karena itulah kita tidak menempatkan dia sebagai pelaku," kata Muhadjir di Kantor Wakil Presiden RI, Jakarta, Rabu (16/5/2018).

Kementerian, lanjut dia, pun terus memantau perkembangan kesehatan Ais pasca-kejadian.

Pemulihan trauma

MESKI para pelaku tewas dan sejumlah terduga teroris sudah ditangkap oleh polisi, pekerjaan belum selesai. Trauma yang dialami anak-anak korban dan keluarganya harus dipulihkan.

Trauma center dibangun untuk menangani anak-anak korban bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo, termasuk anak-anak pelaku yang selamat.  

Pendampingan juga diberikan untuk para siswa tempat anak-anak pelaku bom bunuh diri bersekolah agar bisa lepas dari rasa takut dan ngeri karena melibatkan teman-temannya.

Risma sempat mengatakan, ada siswa di sekolah anak pelaku bom yang takut datang ke sekolah karena sebelumnya memiliki hubungan dekat dengan anak tersebut.

"Untuk teman-teman mereka saja (traumanya) sudah berat,” kata Risma di acara Rosi.

Selain itu, sekolah di Surabaya diliburkan selama seminggu pasca-ledakan bom. Risma juga memberikan catatan agar pada hari pertama sekolah, para guru tidak langsung mengajak anak-anak belajar.

Para guru diminta hanya menghibur murid-murid dengan mengajak bermain, bernyanyi serta mendengarkan cerita kemanusiaan dan cerita toleransi.

"Pada saat masuk diajak bergembira, tak usah ngomong pelajaran," tuturnya.

Pengumuman libur sekolah pasca-ledakan bom di Surabaya, Jawa Timur, pada 13 Mei 2018.
dok. Twitter
Pengumuman libur sekolah pasca-ledakan bom di Surabaya, Jawa Timur, pada 13 Mei 2018.

Dukungan dan kasih sayang keluarga serta kerabat juga menjadi sarana pemulihan trauma hingga Wenny bisa mengikhlaskan kepergian dua buah hatinya. Wenny juga memaafkan para pelaku bom bunuh diri yang telah merenggut nyawa kedua putranya.

"Puji Tuhan, Wenny sudah memaafkan penjahat itu," tutur Ratna Handayani, tante dari Evan dan Ethan, sebelum peti jenazah kedua anak itu ditutup di Rumah Duka Adijasa, 16 Mei lalu.

arrow-left
arrow-right
Presiden Jokowi: Aksi teror di Surabaya biadab!

Presiden Jokowi: Aksi teror di Surabaya biadab!

Presiden Jokowi di RS Bhayangkara Polda Jatim pasca-ledakan bom di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018).

1/12
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Gereja Santa Maria Tak Bercela Ngagel

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Gereja Santa Maria Tak Bercela Ngagel

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (tengah) meninjau di lokasi ledakan di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, Ngagel Madya, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5). Korban meninggal dunia sebanyak 11 orang dan 41 orang korban luka-luka akibat ledakan di tiga lokasi gereja pada waktu yang hampir bersamaan di Surabaya.

2/12
Kapolri: Pelaku bom bunuh diri di Surabaya Satu Keluarga

Kapolri: Pelaku bom bunuh diri di Surabaya Satu Keluarga

Kapolri Jendral Polisi Tito Karnavian saat memberikan keterangan pasca-ledakan bom di Surabaya, Minggu (13/5/2018).

3/12
Warga menyalakan lilin saat aksi lilin kebersamaan Suroboyo Wani di Tugu Pahlawan, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5).

Warga menyalakan lilin saat aksi lilin kebersamaan Suroboyo Wani di Tugu Pahlawan, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5).

Warga menyalakan lilin saat aksi lilin kebersamaan Suroboyo Wani di Tugu Pahlawan, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5). Aksi yang diikuti ratusan orang dari berbagai lapisan itu mengecam aksi terorisme bom bunuh diri yang terjadi di Surabaya. ANTARA FOTO/Didik Suhartono/ama/18

4/12
Aksi lilin suporter sepak bola pasca-tragedi bom Surabaya

Aksi lilin suporter sepak bola pasca-tragedi bom Surabaya

Gabungan suporter klub sepak bola mengggelar aksi solidaritas mengecam aksi terorisme, di Taman Suropati, Jakarta, Senin (14/5/2018). Dalam aksinya mereka berdoa dan menyalakan lilin sebagai simbol duka sekaligus perlawanan terkait rentetan serangan bom yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur.

5/12
Aksi lilin warga pasca-tragedi bom Surabaya

Aksi lilin warga pasca-tragedi bom Surabaya

Ratusan Anggota dari Sejumlah Komunitas di Jember, Jawa Timur, Menggelar Doa Bersama Untuk Korban Bom di Surabaya, Senin (14/5/2018) malam.

6/12
Warga menyalakan lilin dan berdoa bersama untuk korban bom gereja di Surabaya dalam aksi solidaritas di Solo, Jawa Tengah, Minggu (13/5).

Warga menyalakan lilin dan berdoa bersama untuk korban bom gereja di Surabaya dalam aksi solidaritas di Solo, Jawa Tengah, Minggu (13/5).

Warga menyalakan lilin dan berdoa bersama untuk korban bom gereja di Surabaya dalam aksi solidaritas di Solo, Jawa Tengah, Minggu (13/5/2018).

7/12
Presiden Jokowi di Surabaya pasca-ledakan bom

Presiden Jokowi di Surabaya pasca-ledakan bom

Presiden Joko Widodo menyampaikan tanggapan terkait teror bom di Polrestabes Surabaya di Jakarta, Senin (14/5). Presiden mengecam aksi teror bom yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo, serta meminta DPR untuk segera mengesahkan revisi UU Tindak Pidana Terorisme atau Presiden akan mengeluarkan Perppu apabila Revisi UU tersebut tidak kunjung disahkan hingga Juni 2018.

8/12
Ketua DPR dan Kapolri pasca-ledakan bom Polrestabes Surabaya

Ketua DPR dan Kapolri pasca-ledakan bom Polrestabes Surabaya

Ketua DPR Bambang Soesatyo (kedua kiri) bersama Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (ketiga kanan) memberikan keterangan kepada awak media seusai meninjau lokasi ledakan di Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, Senin (14/5). Ledakan di depan pos penjagaan pintu masuk Polrestabes Surabaya melukai empat anggota polisi dan enam warga pada Senin (14/5) pagi.

9/12
Uskup Agung Jakarta pasca-tragedi bom di Surabaya

Uskup Agung Jakarta pasca-tragedi bom di Surabaya

Uskup Agung Jakarta meminta masyarakat tidak berpikir bahwa pengeboman yang terjadi di tiga gereja di Surabaya terkait agama tertentu, Senin (14/5/2018).

10/12
Kapolri di Mapolda Jatim

Kapolri di Mapolda Jatim

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dalam keterangan pers terkait tragedi bom di Surabaya dan Sidoarjo di Mapolda Jawa Timur, Senin (15/5/2018).

11/12
Risma berikan penghargaan kepada sang istri

Risma berikan penghargaan kepada sang istri

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memberikan penghargaan kepada almarhum Aloysius Bayu melalui sang istri, Senin (21/5/2018)

12/12

"Hanya dengan upaya bersama seluruh bangsa, terorisme bisa kita berantas. Kita harus bersatu melawan terorisme."

~Presiden Joko Widodo~

Deradikalisasi

APA yang bisa kita lakukan? Bersatu melawan terorisme.

"Saya mengimbau kepada seluruh rakyat di seluruh pelosok Tanah Air agar semuanya tetap tenang, menjaga persatuan dan waspada. Hanya dengan upaya bersama seluruh bangsa, terorisme bisa kita berantas. Kita harus bersatu melawan terorisme," kata Presiden Joko Widodo, di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018) petang.

Bersatu melawan berarti berjuang bersama, mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat hingga negara. Deradikalisasi harus dilakukan di berbagai lapisan.

Dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, 22 Mei 2018, Presiden Jokowi mengatakan, selama ini, Indonesia masih menerapkan hard power untuk memerangi terorisme.

Upaya yang dilakukan represif, seperti hukum dan penegakannya serta penangkapan teroris. Menurut Presiden, pendekatan itu sangat diperlukan, tetapi tidak cukup.

“Saatnya kita seimbangkan dengan soft power," kata Jokowi.

Upaya soft power ini, lanjut dia, berupa upaya preventif. Menurut Jokowi, upaya pencegahan mendesak karena paham radikalisme telah menyusup masuk ke keluarga dan sekolah.

"Ini menjadi peringatan pada kita semua, menjadi wake up call, betapa keluarga menjadi target indoktrinasi terorisme. Sekali lagi saya ingatkan, ideologi terorisme telah masuk ke keluarga kita, ke sekolah kita. Untuk itu, saya minta pendekatan hard power dan soft power ini dipadukan," tutur Jokowi.

 

  1. 1. Kerabat dan komunitas

Sebagai lingkaran paling kecil, keluarga menjadi tempat ideal untuk menumbuhkan ideologi dan karakter tertentu, termasuk ideologi radikal. Orangtua memiliki peran signifikan dalam “membentuk” anak menjadi seperti yang mereka inginkan atau yang menurut mereka benar.

Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Reza Indragiri Amriel mengatakan, anak merupakan individu yang tergolong rentan menerima sugesti yang bisa berupa bujuk rayu, iming-iming, pujian hingga paksaan, ancaman dan intimidasi.

"Kondisi psikologis itu pastinya akan bisa dimanfaatkan sempurna oleh pihak-pihak yang menguasai diri anak, tidak lain adalah orangtua anak-anak itu sendiri," kata Reza.

Orangtua pun, lanjut dia, menjadi 'auktor intelektualis' perubahan diri anak yang semestinya penuh kepolosan, kegembiraan dan bebas dari busuk hati menjadi sosok yang sedemikian menakutkan bagi publik.

Contohnya, keluarga Anton Febrianto di Rusun Wonocolo Sidoarjo. Salah satu anaknya yang lolos dari maut karena memutuskan tidak ingin ikut dalam ideologi radikal ayahnya mengaku, setiap malam mereka dicekoki video jihad.

Menurut Reza, catatan di sejumlah negara menunjukkan bahwa dari sekian banyak peristiwa teror, anak-anak yang terlibat ternyata tidak tahu kiprah orangtua mereka di dunia terorisme.

"Bahkan, ketika anak-anak menjadi pelaku aktif kejahatan sekali pun, secara arif dan bijaksana, mereka juga sepatutnya dipandang dan disikapi sebagai korban. Kelakuan jahat anak tidak bisa lepas dari orang-orang di sekitarnya. Perilaku mereka adalah buah dari pengasuhan yang salah, pertemanan yang keliru dan pengaruh sosial negatif lainnya," ungkap Reza.

Oleh karena itu, hubungan kekerabatan dan komunitas harus diperkuat. Deteksi dini keluarga yang tertutup bisa memperkecil peluang proses radikalisasi terjadi.

Para kerabat dan tetangga diminta untuk saling peduli dan memperhatikan untuk mendeteksi dini radikalisme dalam sebuah keluarga. Anak bisa jadi tidak tahu apa yang sedang diajarkan karena begitu mempercayai orangtuanya. Komunitas dan kerabat bisa mengingatkan.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Susanto, seperti dikutip dari Harian Kompas, juga mengingatkan masyarakat untuk peka terhadap pergeseran modus aksi terorisme tersebut.

Perekrutan pelaku jaringan terorisme menggunakan berbagai modus, mulai dari modus perkawinan, indoktrinasi melalui media sosial yang menyasar usia-usia remaja, atau melalui patronase guru.


  1. 2. Sekolah

Sekolah menjadi wadah yang paling efektif untuk belajar toleransi bagi anak-anak dengan menunjukkan contoh langsung kepada para murid.

Pasca-teror bom, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini juga meminta para guru untuk lebih banyak bercerita tentang hidup bertoleransi sesuai nilai Pancasila.

"Saya ingin guru-guru agama ini menunjukkan contoh kehidupan bertoleran. Di dalam Pancasila ada hubungan dengan manusia dan hubungan dengan Tuhan. Jadi bukan hanya hubungan dengan Tuhan yang kita hidupkan, tetapi hubungan antar manusia juga," katanya.

Sekolah juga diminta untuk memperbaiki metode pengajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) serta memantau para murid yang tidak menyukai pelajaran ini.

"Saya sampaikan kepada Pak Menteri agar pelajaran PPKN bukan hanya apa arti merah putih, melainkan Pancasila itu ada ketuhanan juga kemanusiaan. Kemanusiaan ini yang harus digenjot," tambahnya.

Deteksi sedini mungkin perilaku anak dibutuhkan untuk mengantisipasi bibit radikalisme pada diri anak. Para guru diminta melaporkan anak yang secara tiba-tiba tidak sekolah.

Selain itu, penting pula mengajarkan sejarah yang telah dilalui Indonesia untuk memperoleh kemerdekaannya kepada anak-anak. Anak-anak, lanjut Risma, perlu diingatkan sejarah bahwa Indonesia dibangun dengan perjuangan yang tidak mudah.

“Kalau kita sekarang bisa menikmati kemerdekaan, lalu melupakannya (sejarah perjuangan meraihnya), berarti kita menjadi orang yang tidak tahu berterima kasih,” ujarnya.

Mendikbud mengatakan, jatuhnya anak-anak sebagai korban dalam aksi terorisme di Surabaya menjadi pelajaran penting bagi pemangku kepentingan di bidang pendidikan.

Kepala sekolah diminta mewaspadai kemungkinan anak-anak menerima doktrinasi yang menyesatkan, terutama pengaruh dari gerakan radikal.

Dia pun mengimbau agar hubungan antara sekolah dan orangtua diperkuat sebagai bagian dari tripusat pendidikan dan penguatan pendidikan karakter (PPK). Hubungan yang kuat dengan masyarakat atau komunitas pun perlu diperkuat.

"Makanya kami ingin sekolah punya data lengkap hubungan antara siswa dengan orangtua dan hubungan orangtua dengan sekolah," kata Muhadjir di Surabaya, 14 Mei lalu.

 

  1. 3. Negara

Selain upaya represif melalui hukum, penegakannya dan pemberantasan jaringan teroris, negara diminta hadir.

Presiden Jokowi mengatakan, negara akan melakukan upaya soft power dengan menerapkan langkah-langkah deradikalisasi hingga membersihkan lembaga pendidikan di Indonesia dari pemahaman radikal.

"Bersihkan lembaga mulai dari TK, SD, SMP SMA, perguruan tinggi, ruang-ruang publik dan mimbar-mimbar umum dari ideologi terorisme," katanya.

Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah meminta bantuan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk menangkal ideologi teroris masuk ke anak-anak dan pelajar.

BNPT juga mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam rekrutmen guru dan dosen.

"Ini rekrutmen itu harus hati-hati, Menteri Agama saya ingatkan, Mendikbud, Mendikti, ini saya ingatkan. Karena sekarang semua segmen dimasuki, makanya saya ingatkan," ungkap Kepala BNPT Suhardi Alius di Kompleks Istana Presiden Jakarta, 22 Mei lalu.

 

Cukup Wenny dan Uti Sumijah yang harus menangis kehilangan anak dan cucu mereka.
Cukup Evan, Ethan, dan Daniel yang menjadi korban terakhir.
Dan jangan lagi biarkan anak-anak seperti YF, FH, FS, FR, HAR, Daf dan Dar terlibat dalam aksi yang hanya berakhir pada air mata dan kegeraman....
~