Salin Artikel

Kisah Marsi, 2 Tahun PKH Anaknya Tak Cair, Pilih Berjualan Gorengan di Bulan Ramadhan demi Menyambung Hidup

MAGETAN , KOMPAS.com  - Hujan rintik mengguyur Kabupaten Magetan, Jawa Timur, menjelang waktu shalat maghrib tiba.

Tangan Marsi (35) terlihat cekatan memotong wortel dan sayuran lainnya untuk bahan gorengan di antara sempitnya dapur yang hanya berukuran 1 x 2 meter tersebut.

Sempitnya ruangan membuat Marsini terhimpit antara kompor dan meja kecil untuk menaruh sayur sayuran.

“Ini untuk membuat tahu isi, tempe gembug goreng, bakwan, pokoknya jadi gorengan,” ujar warga Desa Sumber Sawit, Kecamatan Sidorejo, Kabupaten Magetan tersebut, pada Jumat (31/3/2023).

Marsi yang menyandang disabilitas dengan lumpuh layu sejak kecil mengaku menjual gorengan di Bulan Ramdhan lebih menguntungkan dibandingkan menganyam bambu untuk caping.

Jika menganyam caping dengan keterbatasannya dia mengaku hanya mendapat Rp 1.000 setiap anyaman atau sekitar Rp 10.000 setiap hari dengan mulai kerja jam 8 pagi hingga jam 9 malam.

“Kalau jual gorengan modal Rp 40.000 bisa dapat Rp 60.000. Yang beli ya warga sekitar. Biasanya dibantu saudara yang keliling,” imbuh dia.

Jualan gorengan di Bulan Ramadhan tak menyurutkan kegiatan menyanyam bilah iratan bambu untuk membuat caping.

Dia mengaku bersyukur ada uang tambahan dari berjualan gorengan di Bulan Ramdhan.

“Hasilnya ya ditabung untuk membeli kebutuhan Lebaran nanti, buat beli baju anak saya,” ucap dia.

Sementara Supriyanto (28), anak semata wayang Marsi yang juga menderita lumpuh layu hanya bisa beraktifitas di dalam kamar berukuran 3X2 meter.

Dua tahun terakhir dia berjuang untuk menanyakan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) miliknya yang tak juga kunjung cair.

“Belum cair sampai saat ini. Padahal, bantuan itu bisa membantu kebutuhan ibu,” kata dia.

PKH adalah program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada keluarga yang ditetapkan sebagai penerima manfaat PKH.

Sebelum menjadi program PKH, Supriyanto mengsaku mendapat bantuan untuk orang dengan cacat berat sebesar Rp 300.000 per bulan.

Namun, saat program tersebut berubah menjadi PKH, besaran uang yang dia terima justru turun menjadi Rp 200.000. Itupun selama 2 tahun terakhir tak lagi dia terima.

“Saya hanya pingin PKH saya cair, saya tidak mau apa-apa,” ucapnya lirih.


Penyebab PKH Supriyanto tak cair

Purwanto, pamong Dukuh Meri, Desa Sumber Sawit mengatakan, tidak cairnya bantuan PKH Supriyanto sudah ditanyakan kepada pendamping desa.

Dari keterangan pendamping desa, meski PKH milik Supriyanto tidak bisa dicairkan, tetapi saldo di kartu PKH masih bisa dilihat bertambah.

“Dari keterangan pendamping, PKH milik Supriyanto tidak bisa dicairkan karena NIK-nya tertukar dengan NIK ibunya. Tapi, saldo di kartu PKH itu bertambah kalau dicek,” kata dia.

Sebelumnya, pihak desa menurut Purwanto pernah mengusulkan nama Marsi untuk mendapat bantuan pangan non tunai BPNT.

Alasan, pengusulan nama Marsi karena sejak pemerintah menghentikan program bantuan bagi penyandang cacat berat atas nama Supriyanto sebesar Rp 300.000 dan diganti menjadi program PKH, bantuan untuk Supriyanto menyusut tinggal Rp 200.000 per bulan.

Pemerintah desa beralasan, Marsi yang juga mengalami cacat pada kakinya akan teringankan beban hidupnya jika menerima bantuan BPNT sebesar Rp 200.000 per bulan.

“Ibu Marsi juga cacat, harapan kita kalau menerima bantuan BPNT bisa meringankan, dengan bantuan tersebut bisa membeli lauk. Tapi, setelah nama Ibu Marsi kita usulkan, bantuan untuk Supriyanto justru tidak bisa dicairkan,” imbuh dia.

Dinas Sosial Kabupaten Magetan saat dikonfirmasi Kompas.com mengaku telah melakukan upaya penelusuran terhadap mandeknya bantuan PKH untuk Supriyanto.

Kepala Dinas Sosial Kabupaten Magetan Parminto Budi Utomo mengatakan, dari hasil penelurusan yang dilakukan, tidak cairnya PKH Supriyanto karena nomor rekening bansos atas nama tersebut tidak menggunakan NIK Supriyanto, tapi atas nama NIK ibunya, Marsi.

”Kami telah melakukan cek dengan pendamping PKH dengan memadankan data adminduk input data disesuaikan dengan data SIKNG dengan operator kecamatan. Sudah kami laporkan ke pusat, kami hanya bisa menunggu hasilnya karena keputusannya di pusat,” kata dia. 

https://regional.kompas.com/read/2023/04/01/080654178/kisah-marsi-2-tahun-pkh-anaknya-tak-cair-pilih-berjualan-gorengan-di-bulan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke