Salin Artikel

Tata Kelola Danau Toba Pasca-F1H20

Langkah awal pascaditetapkannya Danau Toba sebagai destinasi wisata super prioritas adalah dikeluarkannya Perpres nomor 49 tahun 2016 tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba (BODT).

Esensi Perpres itu adalah BODT mengelola sekitar 500 Ha lahan yang dibebaskan dari hutan lindung menjadi Areal Penggunaan Lain (APL).

Keluarnya Perpres nomor 49 tahun 2016 mengakibatkan konflik antara rakyat lokal di Desa Sigapiton dan Motung yang tidak berkesudahan.

Konflik itu muncul karena penduduk lokal merasa bahwa lahan yang dikuasai BODT adalah lahan adat mereka. Konflik dari tahun 2016 hingga saat ini terus berkepanjangan.

Konflik diselesaikan BODT dengan cara kekerasan. Polisi, Satpol Pamong Praja, tentara diturunkan BODT untuk “mengamankan” rakyat lokal.

Konsep Pembangunan Berkelanjutan (sustainable development) tidak diterapkan.

Tindak lanjut dari Kawasan Danau Toba sebagai destinasi wisata super prioritas dilakukan dengan orientasi proyek sehingga konsep pembangunan berkelanjutan yang mengedepankan dan menjaga kelangsungan hidup masyarakat lokal terganggu.

Konflik antara BODT dengan masyarakat lokal yang mendapat perhatian publik itulah penyebab utama gagalnya Kawasan Danau Toba sebagai destinasi wisata yang berdampak kepada masyarakat lokal dan ekonomi daerah maupun pusat.

Meski pemerintah pusat gagal dalam mengelola kawasan Danau Toba untuk berdampak pada ekonomi masyarakat lokal dan pemerintah, usaha terus dilakukan.

Dampak F1H20 ke Toba adalah semua hotel, home stay dan tenda-tenda yang disiapkan penuh. Hotel dipenuhi oleh panitia dari kementerian, pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan sedikit saja kelihatan pendatang yang khusus untuk melihat F1H20.

Kegiatan F1H20 gaungnya cukup besar, tetapi dalam kenyataannya membuat banyak orang kecewa.

Pascaevent F1H20, tidak terlihat dampaknya secara nyata. Melihat objektifnya tata kelola itu, Yayasan Danau Toba meminta secara tertulis ke panitia agar penyelenggara terbuka ke publik.

Dalam konteks pengembangan pariwisata, kerugian negara dalam event F1H20 tidak masalah jika daya ungkit ekonomi pascaevent F1H20 meningkat bagi ekonomi daerah dan pusat. Namun kelihatannya event itu hanyalah kegiatan mendadak.

Tata kelola Danau Toba berkelanjutan

Jika kita melihat Danau Toba secara jernih dan objektif, maka tindakan paling urgen adalah pemulihan ekosistem Danau Toba.

Kawasan Danau Toba bisa saja dijadikan kawasan destinasi wisata super prioritas. Namun, tindakan pemulihan Danau Toba lebih prioritas lagi.

Danau Toba kini dikuasai sejumlah spesies baru dan ada jenis invasif yang sangat berbahaya bagi kelangsungan ekosistem Danau Toba.

Jenis spesies ikan yang masuk ke Danau Toba sebagai program introduksi dan restoking sudah cukup banyak mulai ikan mujair, nila, mas, pora pora, lobster, ikan betutu, ikan kaca-kaca dan terakhir ikan red devil.

Restoking dan introduksi dilakukan untuk tujuan menekan populasi jenis ikan lainnya (kontrol biologis melalui mekanisme predasi antarikan)

Idealnya, ekosistem Danau Toba tidak boleh dimasuki spesies di luar spesies lokal. Namun, dalam realitasnya spesies baru terus meningkat yang diduga berasal dari sejumlah pejabat yang menabur benih ikan tanpa kontrol benih, adanya pemilik spesies ikan peliharaan yang ditabur, ada juga menabur ikan dengan motif buang sial, dan sebagainya.

Masuknya spesies ke Danau Toba tanpa kontrol mengakibatkan ekosistem alami menjadi terganggu. Akibatnya rantai makanan (food chain) dan jaring-jaring makanan (food web) terancam putus.

Jika ekosistem Danau Toba terganggu secara terus menerus, maka nilai jual Danau Toba sebagai tujuan wisata akan gagal.

Dalam rangka mewujudkan Kawasan Danau Toba sebagai destinasi wisata super prioritas, maka langkah yang wajib dilakukan adalah mengembalikan ekosistem alami Danau Toba dengan cara memusnahkan spesies baru yang terlanjur masuk ke Danau Toba.

Butuh riset pakar ekologi, perikanan, dan perairan untuk memusnahkan spesies baru tersebut.

Tidak mudah mengembalikan ekosistem Danau Toba, tetapi harus dilakukan jika kita ingin menyelamatkan Danau Toba.

Tindakan yang mendesak lain untuk mengembangkan wisata adalah paradigma orientasi proyek harus diubah menjadi konsep pembangunan berkelanjutan.

Perpres Nomor Nomor 60 tentang Penyelamatan 15 Danau Prioritas terbukti gagal memulihkan danau. Perlu cara yang efektif dan efisien untuk memulihkan Danau Toba dan seluruh danau di Indonesia.

Tidak perlu banyak melibatkan kementerian, tetapi fokus kepada esensi persoalan danau, yaitu ancaman spesies baru yang merusak ekosistem danau secara terstruktur, sistemik, dan masif.

https://regional.kompas.com/read/2023/03/29/11024461/tata-kelola-danau-toba-pasca-f1h20

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke