Salin Artikel

Mengenal Ruwahan, Tradisi Warga Semarang untuk Doakan Leluhur dan Bertukar Makanan Menjelang Ramadhan

SEMARANG, KOMPAS.com - Warga Kelurahan Pleburan, Kota Semarang, punya berbagai tradisi dan kebudayaan yang masih bertahan hingga sekarang.

Salah satunya, ruwahan atau pembacaan arwah jama' untuk mendoakan para leluhur.

Tampak ratusan orang berbondong-bondong memasuki Makam Sukolilo, Kelurahan Pleburan.

Berpakaian rapi dan berbaju Muslim, masyarakat Semarang ini juga membawa beragam jenis makanan di tangan kanan dan kirinya.

Ada yang membawa bungkusan nasi, buah pisang, jeruk, salak, berbagai jananan pasar hingga bermacam-macam roti.

Sesampainya di makam, mereka meletakkan bingkisan tersebut di sebuah latar, di bawah pohon yang rindang.

Warga lantas duduk menyebar di sebagian area makam. Lalu, dilanjutkan dengan melantunkan ayat-ayat Al-Quran, pembacaan tahlil hingga mengirim doa untuk para arwah leluhur yang sudah meninggal.

Seusai itu, beragam makanan tersebut dibagikan atau diperebutkan beramai-ramai.

Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Kelurahan Pleburan, Lilik Tri Hartanto, menuturkan, kegiatan ruwahan ini merupakan tradisi tahunan yang dilakukan oleh warga Pleburan untuk menyambut bulan suci Ramadhan.

Biasanya, tiap warga membawa makanan masing-masing dari rumah, lalu ditukarkan kepada sesama sebagai ucapan rasa syukur.

"Pada hakikatnya, tujuannya adalah kita bisa berdoa bersama untuk para arwah saudara-saudara kita yang dimakamkan di Makam Sukolilo," turur Lilik, kepada Kompas.com, Jumat (17/3/2023).

Dia mengatakan, ruwahan tahun ini bisa dibilang lebih meriah dibanding ruwahan di tahun-tahun sebelumnya.

Lantaran, masyarakat yang datang lebih banyak, dan sangat bersemangat berebut makanan untuk dibawa ke rumah.


"Ini euforia juga. Kita sudah lama tidak melakukan ini karena pandemi. Malah baru tahun ini yang betul-betul ramai. Biasanya sedikit teratur, tapi dengan momen ini jadi suatu hal yang menyenangkan. Dari mereka, untuk mereka, dan bisa dirasakan oleh mereka sendiri," ucap dia.

Lilik mengatakan, selain membawa makanan masing-masing, ada satu makanan khas ruwahan yang tak boleh dilewatkan, yaitu nasi tumpeng atau nasi gudangan.

"Biasanya ada nasi tumpeng, atau kalau tahun ini nasi gudangan. Ini kami ingin guyub bersama, yaitu dengan cara makan makanan yang biasa kita makan di sini," ujar dia.

Salah satu warga RT 007, Marsini mengaku, sangat rindu dengan momen ruwahan yang sudah vakum tiga tahun akibat pandemi Covid-19.

Dengan demikian, Marsini datang bersama keluarganya untuk mendoakan almarhum Bapaknya dan memeriahkan ruwahan di Makam Sukolilo.

"Iya seru, berebut makanan karena sudah jadi tradisi. Jadi senang, anak cucu juga senang semua. Sangat heboh, moga-moga berkah semua," ucap Marsini.

Adanya tradisi ruwahan menjelang Ramadhan ini, dirinya berharap, warga Kelurahan Pleburan bisa semakin rukun dan guyub.

Tak hanya itu, Marsini berdoa untuk arwah leluhur di Makam Sukolilo.

"Almarhum Bapak saya dimakamkan di sini. Semoga arwah leluhur di sini diterima disisi Allah semuanya, dan berkah semuanya," pungkas dia.

https://regional.kompas.com/read/2023/03/17/190041778/mengenal-ruwahan-tradisi-warga-semarang-untuk-doakan-leluhur-dan-bertukar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke