Salin Artikel

"Separuh Usiaku Mengabdi sebagai Honorer di Papua Barat"

MANOKWARI, KOMPAS.com - Yulianus Dowansiba, pria asal Kabupaten Pegunungan Arfak ini menghabiskan separuh usianya untuk bekerja sebagai tenaga honorer di Pemerintah Provinsi Papua Barat. Ia menjadi tenaga honorer sejak berusia 20 tahun hingga kini beranjak usia 40 tahun.

"Sejak tahun 2010 saya mengabdi di Pemerintah Provinsi Papua Barat sebagai tenaga honor, hingga saat ini masih tetap setia jadi honorer, separuh usiaku ini telah mengabdi sebagai honor di provinsi " kata Yulianus, Selasa (7/2/2023).

Yulianus tidak punya pekerjaan lain selain bergantung pada upah honorer yang ia terima. Gaji itu untuk menghidupi isteri dan anak-anaknya.

Pada awal masuk tahun 2010, ia tidak menerima gaji. Kemudian, setelah 2014, ia menerima SK honorer dengan gaji Rp 700.000. Kemudian, pada 2019, ia baru menerima gaji sesuai UMP atau sekitar Rp 2 juta lebih.

"Dengan usia seperti saya ini mau kerja apa yang menghasilkan, selain berharap upah honor sebagai tenaga honorer," ucap pria yang mengaku bekerja di Biro Pemerintahan Provinsi Papua Barat.

Tidak hanya Yulianus, nasib serupa juga dialami Zeth Yan Rumbiak (39). Ia bekerja sebagai tenaga honor dengan harapan dapat diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pengabdiannya seakan tak ada arti ketika tahun berganti tahun, namun statusnya tetap sebagai tenaga honorer.

Ia menjadi tenaga honorer mulai kepemimpinan Gubernur Abraham Oktovianus Ataruri, kemudian Gubernur Dominggus Mandacan hingga penjabat gubernur Paulus Waterpauw.

"Sebagai orang asli Papua tentu kitorang (kami) berharap diperhatikan dan diangkat sebagai PNS, tetapi hingga saat ini masih berstatus honor hingga usia melewati batas syarat pengangkatan" kata Rumbiak.

Rumbiak kini menjadi ketua Forum Honorer 512 Papua Barat. 512 merujuk pada angka total honorer yang mengabdi di berbagai dinas sejak tahun 2004 hingga tahun 2012.

Awalnya sebanyak 1.212 tenaga honorer yang mengabdi di Pemprov Papua Barat. Namun seiring berjalannya waktu, jumlah tersebut berkurang dengan pengangkatan sebanyak 771 orang sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun 2018. Sedangkan sekitar 512 orang hingga saat ini nasibnya masih terkatung-katung.

Pemerintah Papua Barat pada 2020 menyerahkan SK pengangkatan CPNS kepada para tenaga honorer di Pemprov Papua Barat. Penyerahan dilakukan di halaman apel Kantor Gubernur. Namun, hingga saat ini para penerima SK CPNS belum mendapat kepastian SK PNS. Mereka juga tidak menerima nomor induk.

"SK P3K yang kami terima saat itu tidak punya nomor induk. Bahkan setelah diterima, setahun kemudian diganti lagi hingga saat ini surat edaran BKD tentang pemberkasan kembali P3K Pemprov Papua Barat," kata Leonardo Nussy, tenaga honorer di Bappeda Papua Barat.

Hal itu dibuktikan dengan ditetapkannya Perdasi pada Juli 2022 oleh DPR Papua Barat. Perdasi itu kemudian dibawa untuk dikonsultasikan ke kementrian terkait di Jakarta.

"Dilakukan pembahasan di Direktorat Jendral Otonomi Daerah di Jakarta pada 22 Agustus 2022 tentang Ranperdasi pengangkatan Honorer P3K menjadi PNS," kata Ketua Komisi I DPR Papua Barat Saleh Seknun.

Saleh mengatakan, ia didatangi oleh perwakilan P3K yang mempertanyakan redaksi berita acara yang menyebut bahwa pembahasan dikembalikan sambil menunggu evidence data autentic 512 orang dari BKD Papua Barat yang secara nyata bekerja sejak tahun 2004 untuk ditindaklanjuti oleh lembaga terkait.

"Dalam poin ini yang menjadi pertanyaan bagi saudara-saudara kita mengapa tidak sebutkan bahwa yang secara nyata bekerja sejak tahun 2004 hingga tahun 2012, tetapi hanya menyebut sejak tahun 2004," jelasnya.

Saleh menyebut akan menyampaikan aspirasi ini kepada pimpinan dengan anggota DPR Papua Barat agar membentuk Panitia Khusus atau Pansus DPR menyikapi masalah honorer P3K Papua Barat.

"Saya coba akan sampaikan kepada Pak Ketua dan anggota agar bentuk pansus," ucapnya.

Tidak hanya mendatangi Komisi I DPR Papua Barat, para pejuang Nomor Induk Pegawai atau NIP itu juga menemui Sekertaris Badan Kepegawaian Darah (BKD) Papua Barat. Kedatangan mereka ingin mempertanyakan terkait tanda tangan Sekertaris BKD dalam berita acara di Direktorat Jendral Otda Kemendagri.

"Kalian lihat sendiri saya ikut di sana ya, dari awal saya mengatakan bahwa tidak tangani tugas ini, itu pun saya ada di Bali, (Apa) surat dari sana tidak ada orang yang berangkat, saya disuruh dari Bali berangkat," kata Sekertaris BKD Papua Barat, Pradja, saat menemui delegasi honorer di ruangannya.

"Saya hadir dan disuruh tanda tangan berita acara dari BKD. Saya juga mendengar (Saat itu) bahwa ibu Kakanreg menjelaskan, kalau begitu BKD sampaikan data yang bekerja sejak tahun 2004, saya tidak bilang dari 2004 sampai 2012," tuturnya.

https://regional.kompas.com/read/2023/02/07/210524778/separuh-usiaku-mengabdi-sebagai-honorer-di-papua-barat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke