Salin Artikel

Cerita Anak Pelaku Terorisme di Jateng, Jadi Buah Bibir Tetangga hingga Sempat Tak Mau Berbicara dengan Sang Ayah

Dia mendapati kabar bahwa ayahnya terafiliasi dengan kelompok terorisme, Jamaah Islamiyah (JI) di Jawa Tengah. Sontak kabar itu, membuat dirinya dan keluarga bingung.

Pasalnya sehari sebelumnya, AK sempat berkomunikasi dengan ayahnya, yang mengaku akan mengantarkan pesanan atau paketan usaha. Ternyata, itu menjadi komunikasi terakhir dengan ayahnya, setelah tak bertemu dan berpisah tempat tinggal, sejak 2014 lalu.

Terputusnya komunikasi saat itu juga menjadi tanda bahwa ayahnya telah ditangkap Densus 88 di kawasan Boyolali, Jawa Tengah.

"Selama perjalanan itu, hilang kontak. Enggak ada info sama sekali. Tiba-tiba setelah 24 jam itu, Jumatnya surat itu dari pos datang ke tempat kami. Hanya Babinsa dan perangkat desa yang tahu soal ini (kabar pengkapan)," tutur AK.

AK pun mengaku mendapatkan bantuan hukum untuk menindaklanjutu surat yang membuatnya bingung dan kelabakan itu.

"Waktu itu, istilahnya saya buta hukum. Jadi tidak tahu langkahnya gimana. Kami syok, mau ndak mau kita jalani karena sudah berkaitan dengan hukum," ungkapnya.

"Kemudian, saya dan keluarga dihubungkan ke Polda Jateng, untuk mengambil motor, yang kebetulan dibawa oleh bapak saya saat penangkapan," jelasnya.

Jadi buah bibir

Di tegah kebingungannya, AK mendapat perlakuan kurang menyenangkan dari oknum perangat desa yang mengetahui kabar penangkapan ayahnya. Oknum tersebut menceritakan apa yang dialami ayahnya ke sejumlah orang di angkringan.

"Rumah saya tidak ada pengecekan dan penggeledahan. Karena semua penangkapan itu fokusnya di Temanggung. Cuman, agak mangkel (kesal), pihak perangkat desa di sini itu, ngomong di angkringan soal kasus bapak. Padahal tidak ada kaitannya dengan kami," jelasnya.

Akibat obrolan di angkringan itu, keluarganya menjadi buah bibir. Mulai dari penjual, pembeli hingga para tetangga di sekitar rumahnya pun membicarakan kasus ayahnya.

Ak pun meminta agar tetangga di sekitar rumahnya tidak langsung menerima informasi tersebut mentah-mentah. Keaktifan AK dan keluarganya di berbagai kegiatan desa membuatnya tetap diterima baik oleh masyarakat meski sempat menjadi buat bibir. 

"Alhamdulillah, kebetulan saya aktif di desa. Di lingkungan remaja dipercaya oleh warga. Dan ibu saya juga kebetulan tenaga medis, juga sering dimintai tolong. Jadinya, saya percaya kalau keluarga saya memberi kemanfaatan ke masyarakat, dan tidak ada kaitannya dengan kasus bapak. Jadinya ya hampir tidak ada masalah di lingkungan masyarakat. Responsyasangat diterima baik oleh masyarakat, karena tidak ada kaitannya," paparnya.

Meredam amarah

Selama kurun waktu hampir 1,5 tahun itu, ia juga bisa berkomunikasi dengan ayahnya, melalui fasilitas video call atau panggilan video dari dalam tahanan.

Setiap melakukan panggilan video, adik AK yang masih berusia sekitar 16 tahun, selalu tak mau berkomunikasi dengan ayahnya. Dia mengatakan sang adik masih memiliki rasa kecewa dan amarah atas kejadian tersebut.

"Adik saya sempat tidak mau berkomunikasi dengan bapak. Saat video call bilang emoh (tidak mau) ngomong. Karena kasus itu, tanpa nyebut alasannya," jelasnya.

Hingga, akhirnya pada Senin (30/1/2023) menjadi pertemuan pertama adiknya dengan sang ayah. Saat itu adik dan ibunya berkunjung ke rumah tahanan Polda Metro Jaya, karena berbarengan dengan acara pernikahan keluarga di daerah tersebut.

Setelah proses hukum menimpa ayahnya, ia mendapatkan pendampingan dari pihak kepolisian. Mereka mendapatkan pendampingan psikologi dan hukum, dengan durasi satu hingga dua kali per bulan.

Menurut AK, pendampingan itu lah yang membuat adiknya mau bertemu dengan ayahnya. 

"Tapi lama kelamaan akhirnya bisa menerima. Dan mau bertemu bapak, sekalian menemani ibu saya. Itu berkat, pendamping dan dibantu polisi juga, jadi bisa bertemu langsung," jelasnya.

Dilarang ikuti jalan ayahnya

Selama berkomunikasi melalui daring itu, AK mengatakan ayahnya menyesali perbuatannya dan melarangnya untuk mengikuti jejaknya.

"Setelah kejadian ini, bapak saya melarang saya ikuti jalannya. Dalam artian, memilah kegiatan keislaman pengajian harus hati-hati, memilih tempat mengaji menutut ilmu yang diikuti, " jelasnya.

Saat ini, AK telah menyelesaikan pendidikan S1- Pendidikan Agama Islam. Dia juga mengajar di salah satu sekolah negeri di Kota Solo, Jawa Tengah. Kemudian, juga melanjutkan S2 dan berwirausaha dan menjadi pendamping ibadah umroh.

"Kabar terbaru, bapak kopen (terawat) disana. Allah beri jalan lain, untuk keluarga bertahan hingga saat ini, dari segi apapun itu mengalir deras. Jadi rasanya saat ini saya bersyukur bisa dititik ini," ucapnya.

https://regional.kompas.com/read/2023/02/02/063323678/cerita-anak-pelaku-terorisme-di-jateng-jadi-buah-bibir-tetangga-hingga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke