KOMPAS.com - Kota Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) merupakan kawasan pusat perdagangan antarbangsa yang banyak dilewati oleh bangsa Arab, India, Tiongkok, dan lainnya.
Hal ini membuat banyak kuliner yang ada di Palembang banyak diadaptasi dari makanan yang berasal dari Arab, India, dan Tiongkok.
Salah satunya Nasi Minyak khas Palembang merupakan nasi yang dimasak dengan minyak samin dan rempah-rempah khas nusantara serta timur tengah.
Budayawan Sumatera Selatan (Sumsel), Vebri Al Lintani menjelaskan, nasi minyak adalah kuliner khas Palembang dimasak dengan menggunakan bahan masakan yang kaya akan rempah.
"Nasi minyak khas Palembang bahannya kan rempah-rempah, yang ditumis kemudian yang khasnya itu pakai minyak samin," ujarnya saat diwawancarai via telepon, Minggu (22/1/2023).
Dari sejarahnya, nasi minyak makanan hasil dari akulturasi dari Arab dan Melayu yang dibawa masuk pada masa Kesultanan Palembang Darussalam.
Selama ini banyak nasi khas timur tengah, Arab dan India memiliki rasa kari yang kuat, namun makanan ini ternyata tidak cocok dengan lidah orang pribumi di Palembang.
Pada masa itu, nasi minyak dibuat dengan rempah-rempahnya yang sudah ditakar agar cocok dengan cita rasa khas Palembang.
"Ada campuran rempah-rempah seperti jintan, kunyit, pala, yang rasanya sudah disesuaikan dengan lidah orang Melayu," tambahnya.
Tidak hanya itu, cara memasak nasi minyak juga tergolong sulit karena harus menggunakan kayu bakar, tungku dan wajan yang besar.
Hal ini karena nasi minyak biasanya dimasak untuk orang banyak, sehingga membutuhkan tempat yang luas.
"Uniknya lagi, orang yang masak nasi minyak ini biasanya laki-laki, karena membutuhkan tenaga yang kuat untuk mengolah bahan-bahan yang ada," ujarnya.
Tidak hanya itu, nasi minyak ternyata disajikan untuk bangsawan Kesultanan Palembang Darussalam sekitar tahun 1659 hingga tahun 1825.
Vebri bercerita, setelah melaksanakan shalat jumat para bangsawan dan tamu-tamu kehormatan biasanya akan dihidangkan nasi minyak yang disajikan dengan lauk pendamping mulai dari ayam kecap, kari daging, malbi daging, sayur buncis, sambal buah dan lainnya.
"Orang mungkin tau dengan nasi briyani, nasi kebuli, nah orang Palembang kalau belum diolah menjadi nasi minyak banyak yang kurang suka," ujar Vebri.
Nasi minyak juga disajikan pada hari-hari besar, seperti saat Idul Fitri, Idul Adha, pernikahan, bulan Ramadhan atau pada acara keagamaan Islam lainnya.
Meskipun pada masa Kesultanan Palembang nasi minyak dianggap makanan bangsawan, saat ini kuliner ini sudah banyak dijual dengan cita rasa yang masih sama seperti zaman dulu.
"Kalau sekarang sudah banyak ya yang jual, orang-orang juga kalau ke Palembang banyak yang mencari nasi minyak," ujarnya.
Nasi minyak khas Palembang dimasak dengan bumbu dapur mulai dari bawang merah, bawang putih, bawang bombay, ketumbar, dan jahe.
Kemudian bumbu ditumis dengan menggunakan minyak samin, lalu ditambahkan jintan, pala, serai, daun salam, saus tomat, kunyit yang sudah dihaluskan, dan kaldu, dimasak hingga berbau harum.
Setelah itu, bumbu tersebut dituangkan dalam beras lokal dengan ditambahkan susu. Ada juga yang menambahkan kismis atau daging untuk menambhakan tekstur pada nasi.
"Nasi minyak yang sudah masak biasanya akan disajikan dengan cara hidangan, nasi di bagian tengah, kemudian lauknya dalam satu wadah dan bisa dimakan 5-8 orang," ujarnya.
https://regional.kompas.com/read/2023/01/22/162523378/sejarah-nasi-minyak-khas-palembang-asal-usul-dan-cara-memasaknya