Salin Artikel

Kisah Mak Siti, Tukang Rosok di Semarang Besarkan 4 Anaknya dengan Penghasilan Harian Rp 20.000

Pasalnya, perempuan yang akrab disapa Mak Siti itu pada usia 35 tahun harus membesarkan keempat anaknya. Suaminya meninggal akibat gagal ginjal, sedangkan anak terakhir kala itu masih dalam kandungannya.

Kompas.com mendatangi kediamannya di Kelurahan Sawah Besar, Gayamsari, Kota Semarang. Lantaran hujan deras mengguyur selama berjam-jam, Mak Siti tidak bisa menjemput sampah dan memutuskan memilah sampah di Rumah.

Pintu rumahnya terbuka. Dari luar terlihat tumpukan kardus dan jenis sampah lainnya memenuhi ruangan. Mak Siti menyapa dengan ramah seperti seorang kawan lama. Ia pun menceritakan kisahnya sembari memisahkan kardus.

Duduk di atas kasur kempis menyimak kisak Mak Siti, terlihat ruang itu hanya disekat dua lemari tua dengan perabot tertutup debu. Televisinya pun masih mengandalkan saluran kabel dan berbentuk kubus 'berkonde' seperti televisi lama.

“Pertama aku jualan ayam ndak lancar, jualan martabak di TK ndak lancar, jual makanan matengan gagal juga. Akhirnya ikut bos rosok 2 bulan, belajar milah sampah di sana,” ungkap Mak Siti, Jumat (20/1/2023).

Usaha jualan makanan gagal lantaran dirinya tak memiliki alat memadai seperti kulkas. Bagi perempuan yang bakal menginjak umur 61 tahun itu, pekerjaan mencari rongsokan cocok baginya karena sampah yang dikumpulkannya tidak membusuk.

Mengawali pekerjaannya, Mak Siti berkeliling dari Jalan Mataram sampai Simpang Lima Semarang. Setiap warung yang dilewati, ia tanya satu persatu untuk diambil sampahnya.

“Pas anak-anak masih sekolah saya ambil sampai Majapahit, Pedurungan, Telogosari, demi bayar sekolah dan kebutuhan. Dulu itu sekolah nggak ada yang gratis, bansos juga enggak banyak,” katanya.

Ia lebih memilih bekerja keras sebagai pelaku daur ulang sampah ketimbang harus mengemis di jalanan. Pekerjaan yang dilakoni bukan tanpa risiko.

Sering kali ia tergores besi dan kaca saat mengambil barang. Ia menunjukkan bekas lukanya di sekujur tangan dan kaki.

Dahulu ia menyanggupi panggilan untuk mengambil sampah dari titik di Semarang, bahkan Sayung, Demak. Kini paling tidak ia mengambil 2 titik di luar lingkungannya, dan sisanya berkeliling di kampungnya. Lalu setor ke bosnya.

“Dulu itu sehari dapat Rp 20.000 rata-rata, kalau dipikir pakai akal sedikit ya, tapi kok bisa buat hidup dan nyekolahin anak-anak semua, aneh kan,” ungkapnya.

Demi menyekolahkan anak, keluarganya kala itu harus tanggal di rumah papan dan menjadi korban langganan banjir tahunan di Semarang.

Saat anaknya lulus sekolah dan beranjak dewasa, akhirnya ia dapat menabung untuk perbaikan rumahnya. Lalu sekitar 10 tahun, ia membangun rumahnya yang kecil dan sederhana menjadi berdinding tembok.

“Sekarang mending, kalau kena banjir gak separah dulu, awal tahun kemarin cuma selutut,” bebernya.

Meski begitu, ia agak menyesali tak mampu membiayai kuliah anak-anaknya. Untungnya mereka memahami keadaan sang ibu dan membantu bekerja.

Ujian yang dihadapi Mak Siti tak sampai di situ. Anak keduanya meninggal pada usia 17 tahun karena tidak berhasil menjalani perawatan bagi disabilitas.

Kemudian anak perempuannya mengalami kecelakaan yang menyebabkan patah tulang. Butuh belasan juta untuk dapat membiayai operasi anaknya.

“Alhamdulillah, mungkin karena saya jujur saat bekerja dan sering didzolimi orang lain, di sisi lain diberi kemudahan Tuhan,” tuturnya.

Dalam pekerjaannya, Mak Siti terbilang gigih dan teliti. Bila mendapati sampah kuningan, ia kumpulkan dalam toples dan dibuka saat menjelang lebaran.

Kini relasinya di dunia persampahan sudah cukup luas. Mak Siti tak perlu bersusah payah mengais sampah seperti dahulu.

Kenalannya bakal langsung menelepon Mak Siti bila sampah telah menumpuk. Terbukti, sosoknya dikenal baik dan sederhana oleh warga sekitar. Saat Kompas.com menanyakan alamat rumahnya, seorang warga menawarkan untuk mengantar.

Berkat kegigihan Mak Siti yang tak pernah menunjukkan gengsi, pekerjaan sebagai tukang rosok juga tidak lagi disepelekan. Pasalnya pekerjaan yang membantu daur ulang sampah itu tetap terbilang lebih mulia ketimbang meminta-minta.

“Teman-teman saya ajak gosek (merosok) daripada ngemis, sekarang ada 11 orang mungkin jadi ikutan, bisa makan, bisa nyekolahin anak. Mereka sering terima kasih ke saya, padahal saya enggak ngasih apa-apa,” ujarnya dengan tawa kecil.

Bila mengacu pada pada angka garis kemiskinan yang baru dirilis BPS Jateng sebesar Rp 464.000 per kapita per bulan, maka Mak Siti dengan penghasilan tak pasti itu kemungkinan besar masuk garis kemiskinan.

Bahkan dengan penghasilannya sekitar Rp 20.000-30.000 untuk menghidupi dirinya dan ketiga anaknya, Mak Siti dapat tergolong miskin ekstrem.

Pasalnya, garis kemiskinan ekstrem Bank Dunia 2022, yakni sebesar Rp 322.170 per kapita per hari. Atau mereka hidup dengan kurang dari Rp 10.739 untuk setiap orang per harinya.

https://regional.kompas.com/read/2023/01/20/145036878/kisah-mak-siti-tukang-rosok-di-semarang-besarkan-4-anaknya-dengan

Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke